Dalam rimbunnya kehidupan anak-anak di bawah umur, kita dihadapkan pada kisah yang mencengangkan---kisah tentang seorang anak bernama Saldy yang bekerja melalui jasa penyeberangan jalan untuk memenuhi uang saku sekolahnya. Pertanyaan yang menggema dalam benak kita: Apakah tidak ada perlindungan keselamatan kerja untuk anak-anak seperti Saldy?
Seiring cakrawala kemanusiaan yang semakin terbuka, kita seringkali terbuai oleh kemajuan dan perkembangan. Namun, di balik gemerlapnya kemajuan, kisah seperti Saldy masih menjadi keniscayaan yang sulit diabaikan. Dalam opini ini, kita akan menjelajahi perjalanan berliku anak-anak di bawah umur yang terlibat dalam pekerjaan, mempertanyakan keberadaan perlindungan keselamatan kerja untuk mereka, dan merumuskan panggilan untuk tindakan nyata yang mampu merubah takdir mereka.
Bayangkan Saldy, seorang siswa kelas lima SD Negeri Panampu di Sulawesi Selatan mengais rejeki lewat jasa penyeberangan jalan. Ia melakukan pekerjaan tersebut untuk memnuhi kebutuhan uang saku sekolahnya . Dalam sehari , ia meraup penghasilan Rp 120 ribu.Â
Berbekal balok dan batu yang disusun dan  kardus bekas teh kemasan , saldy memfasilitasi pengendara motor yang ingin memotong jalan. Jasa yang ia tawarkan bukanlah sekadar membantu pejalan kaki menyeberang jalan, melainkan upaya kerasnya untuk memenuhi uang saku sekolah. Namun, dalam peta pekerjaannya yang penuh dengan risiko, satu pertanyaan muncul: apakah Saldy memiliki perlindungan keselamatan kerja?
Perlindungan keselamatan kerja sering kali diasosiasikan dengan pekerja dewasa di lingkungan industri atau konstruksi yang berat. Namun, ketika kita membahas anak-anak di dunia kerja, seringkali mereka menjadi kelompok yang terlupakan.Â
Padahal, perlindungan keselamatan kerja bagi anak-anak merupakan hal yang seharusnya mendapat perhatian serius. Kasus seperti Saldy membawa kita pada pencerahan bahwa anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan juga memerlukan perlindungan yang memadai terhadap risiko dan bahaya di tempat kerja mereka.
Meski ada berbagai peraturan dan undang-undang baik di tingkat nasional maupun internasional yang seharusnya melindungi anak-anak dari eksploitasi kerja, seringkali implementasinya kurang memadai.
 Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang ini mencakup ketentuan terkait pekerjaan anak-anak, menetapkan batas usia minimal untuk terlibat dalam pekerjaan tertentu dan melarang anak-anak terlibat dalam jenis pekerjaan tertentu yang berbahaya. Ini adalah dasar hukum yang menjelaskan perlindungan anak-anak di tempat kerja di Indonesia.
 Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang ini menegaskan hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan memberikan dasar hukum bagi penegakan hak dan perlindungan anak, termasuk dalam konteks pekerjaan.
Salah satu poin sentral yang mesti dipahami adalah bahwa anak-anak seperti Saldy sering kali terdorong oleh kondisi ekonomi keluarga mereka. Kemiskinan yang mendera membuat mereka terpaksa mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini bukanlah pilihan yang diambil dengan sukarela, melainkan respons terhadap tekanan ekonomi yang tak kenal belas kasihan.
Mengatasi isu ini memerlukan pendekatan holistik yang tidak hanya fokus pada perlindungan anak dalam pekerjaan, tetapi juga upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan seringkali menjadi cerminan dari ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial yang masih merajalela. Maka dari itu, menjawab pertanyaan tentang perlindungan keselamatan kerja juga berarti mengatasi akar masalah kemiskinan yang menjadi pendorong keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan.Â
Edukasi memainkan peran sentral dalam merubah paradigma terkait pekerjaan anak. Masyarakat, terutama orang tua dan anak-anak sendiri, perlu diberikan pemahaman tentang hak-hak anak dan risiko yang terkait dengan pekerjaan di usia yang belum pantas. Pendidikan yang efektif mampu mengubah sikap dan perilaku, menciptakan kesadaran akan pentingnya melindungi masa depan anak-anak.
Perlindungan keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab individu atau keluarga. Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung hak-hak anak, serta dalam menegakkan dan memperkuat regulasi yang telah ada. Kerjasama internasional juga menjadi kunci, di mana negara-negara harus bekerja bersama untuk mengatasi isu ini secara bersama-sama. Kasus Saldy harus menjadi sorotan global yang mendorong tindakan nyata.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kasus seperti Saldy membawa kita pada kesadaran mendalam tentang urgensi perlindungan keselamatan kerja bagi anak-anak yang terlibat dalam dunia pekerjaan.Â
Perlindungan ini tidak hanya tentang melarang pekerjaan anak, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan kerja yang aman dan mendukung bagi mereka yang berusia di bawah batas yang ditentukan. Untuk mencapai hal ini, diperlukan upaya bersama dari masyarakat, pemerintah, lembaga internasional, dan sektor swasta. Perlindungan keselamatan kerja bagi anak-anak adalah investasi dalam masa depan yang lebih baik dan lebih adil bagi generasi mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H