Mohon tunggu...
Agra Utari
Agra Utari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa pascasarjana yang hobi mengkhayal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anjing Bali; Lindungi, Promosikan, Pelihara

8 November 2014   00:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:21 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tidak akan pernah berhenti menyatakan kekaguman saya terhadap satu makhluk ini.

Anjing Bali. Atau yang sering orang-orang di Bali sebut kuluk kacang, atau Cicing Kacang.

Anjing ini bisa ditemukan di setiap daerah di Bali, kebanyakan bentuknya ramping, pandangan mata tajam, tegap dan sayangnya, mengais sampah. Warna dan ukurannya bermacam-macam. Saking bervariasinya, saya tidak meliaht anjing Bali di daftar Perkin (Perkumpulan Kinologi Indonesia). Mungkin agak susah mengidentifikasi anjing yang memiliki lebih dari 10 warna, berbagai jenis ukuran dan campuran genetika yang rumit. Betapa spesialnya anjing Bali ini.

Saya sendiripun, dulu sangat ingin memiliki anjing ras, Biasa, dari luar tampak keren dan gagah. Bulu-bulunya panjang, badannya besar, tidak seperti anjing Bali yang saya miliki dulu, kurus dan… terlalu banyak yang punya! Tapi setelah saya semakin mendalami sifat anjing Bali, semakin saya bangga dan ingin mempromosikan mereka lagi.

Anjing Bali, berevolusi selama hampir 16.000 tahun. Lebih tua dari kakek buyut kita. Mereka lebih tahu kebiasaan kita karena mereka adalah turunan serigala yang terdomestikasi. Mereka sudah ada di sekitar manusia selama itu. Mereka tahu perubahan iklim dan suhu. Cuaca mendung-panas-hujan seperti ini adalah hal kecil bagi mereka. They do not evolve thousands of years for nothing. Lebih lengkapnya, bisa tonton film The Story of Bali Dogs oleh Dr. Lawrence Blair (Ya, ironisnya yang lebih sadar akan keindahan anjing lokal ini adalah orang luar).

Kata pertama yang terlintas di benak saya saat mendengar kata anjing Bali adalah: FIGHTER.

Saya sudah sering menyaksikan bagaimana tabahnya anjing Bali berjalan menyusuri trotoar dengan luka menganga di kepala, tubuh kurus kering dan kaki gemetar.

Atau riangnya mereka mengais makan dengan hanya 2 kaki yang masih berfungsi karena 2 kaki lain rusak tertabrak kendaraan.

Kata anjing Bali: Suba biasa, tiang sing kenken (sudah biasa, saya tidak apa-apa)

Mereka petarung. Saya ingin menyelamatkan semua, mengobati, memeluk mereka, memberi makanan hangat yang banyak dan tempat tidur nyaman. Dan saya yakin, beberapa dari kalian, sempat terbersit pikiran untuk melakukannya juga.

Lalu mari kita kembali ke masa lalu, sebelum tahun 2000. Saat populasi anjing Bali masih banyak. Ingatkah bagaimana Ayah Ibu, Kakek Nenek atau kalian sendiri memperlakukan anjing Bali? Mereka saat itu adalah anjing paling bahagia sejagatraya. Mereka adalah anjing, Berlaku selayaknya anjing. Dengan daya tahan tubuh kuat, mereka bisa hidup lama tanpa vaksin. Tanpa dogfood. Tanpa jalan-jalan rutin atau kalung pengenal. Mereka bergabung di jalan dan bermain ceria. Mereka keluar rumah pagi hari, tidur-tiduran siang hari, dan keluar lagi di sore-malam hari. Bermain sambil berpatroli sekeliling desa. Atau sekedar nongkrong di gerbang rumah.

Pencuri tidak berani datang, Pratima (warisan) Pura aman. Tikus bersembunyi ketakutan. Ular berpikir dua kali untuk masuk pekarangan.

Simfoni lolongan mereka saat malam yang membuat 'ngeri' juga cukup biasa saat itu. Dari satu desa ke desa lain, ada kelompok anjing Bali yang saling menghormati teritorinya. Mereka menjaga desa itu, disadari atau tidak, baik anjing berpemilik atau bukan.

Hampir 100tahun, dengan ritme kehidupan yang manis dan sederhana, Bali BEBAS RABIES. Saat itu, bahkan ada lebih banyak anjing berkeliaran di jalan daripada sekarang.

Kemudian, Perda no. 12 dicabut. Setelah bertahan melindungi pulau kecil nan indah ini dari gempuran virus mematikan, anjing Bali yang gagah berani ini tersingkir begitu saja dengan kedatangan anjing bertubuh gempal dan berambut panjang. Siberian Husky, Samoyed, Pitbull, Pomeranian, dan banyak lagi. Semua orang memilih anjing-aning ras dan melupakan anjing khas pulau ini.  Dengan terbukanya pasar HPR (hewan penular rabies) ke Bali, rabiespun merebak, tak terselesaikan sampai sekarang.

Biarlah urusan rabies itu ditangani oleh pemerintah terkait. Keresahan saya justru pada kelangsungan hidup anjing Bali ini. Sejak datangnya anjing ras dan ramainya eliminasi anjing liar, populasi mereka semakin menipis. Semakin banyak organisasi peduli satwa yang menyelamatkan mereka, namun tidak banyak yang membuka pintu rumahnya untuk anjing-anjing lokal ini. Maka mereka tetap tidur di kandang, aman dengan perut yang selalu kenyang, tapi tidak bahagia.

Atas keresahan itu, saya dan teman-teman membentuk satu komunitas kecil, yang bertujuan untuk  mempromosikan kembali anjing Bali. Kami menjadi pembicara di sekolah, seminar terbuka, banjar-banjar (RT/RW) da tentunya memamerkan anjing Bali kami pada semua masyarakat Bali setiap ada kesempatan. Kami ingin menunjukkan, anjing Bali bukanlah anjing sembarangan, bukan anjing yang hanya bisa mengais sampah atau sakit kulit, tapi bisa menjadi anjing yang cantik dan patuh.

Pada mulanya, kami banyak dicibir lingkungan sekitar. Mereka masih menganggap ‘derajat’ anjing Bali lebih rendah dari anjing lain. SALAH. Mereka punya hak yang sama untuk dicintai, bahkan mereka lebih cocok dengan iklim Bali. Kami tidak menyerah; kami menggalakkan proses adopsi, kami membuat kontes anjing Bali, kami mendorong anak-anak muda untuk mulai mengadopsi – tidak membeli anjing di toko hewan. Kami berhasil meningkatkan jumlah satwa yang teradopsi di penampungan, kami meningkatkan jumlah anak-anak muda yang peduli pada anjing dan kucing lokal liar. Mereka mulai memberi makan rutin di jalan, menolong yang sakit dengan arahan dari kami.

Sampai hari ini, perjuangan kami jauh dari garis finish. Entah kapan akhir bahagia itu akan terjadi, tapi kami percaya kami di jalan yang benar. Mungkin akan perlu setahun, dua tahun atau bahkan puluhan tahun untuk membuat orang lokal mencintai anjing lokalnya kembali. Membuat anjing Bali mencuri hati masyarakat Bali lagi. Tapi saya dan teman-teman saya percaya, bahwa hal itu akan terjadi. Dan kali ini, anjing Bali akan benar-benar mengunci dirinya rapat-rapat di hati karma Bali (masyarakat Bali). Svaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun