Mohon tunggu...
R Nanggia
R Nanggia Mohon Tunggu... Guru - Mahasiwi

Penulis biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kau, Aku, dan Rasaku

20 Juli 2019   19:00 Diperbarui: 20 Juli 2019   19:04 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu  langit memerah yang menandakan fajar yang kan tergantikan malam, bersama mendung yang membawa utuh rindu itu. Dan akhirnya hujan menyapaku bersama senja. Mereka sangat kompak, membuatku duduk di pojok koridor rumah meminum secangkir coklat. Lagi dan lagi suasana hati seperti itu datang menyapaku, membuatku tersenyum kecil. Dalam hati aku bertanya, perasaan semacam apakah ini?

Bukankah setiap orang berhak memiliki rasa? Rasa suka atau rasa benci. Kini aku lah yang sedang merasakan nikmatnya meyukai hal yang bukan semestinya. Suka ini membuatku gila, membuatku tak mampu mengendalikan hati. Kau datang dan membuat hatiku terbawa semudah itu. Layaknya angin yang membawa kapas, kau berhasil menerbangkanku dan memindahkan hatiku pada tempat yang tak semestinya. 

Tak terasa senja tlah digantikan dengan malam, dan kini hujan pun tlah menjadi rintik-rintik kecil. Aku pun tersadar dari lamunan itu, dan aku hanya tersenyum kecil akan rasa dan fikiran yang beradu.

Malam terus berganti, hari terus berlalu namun perasaanku masih tetap beku dan masih tentangmu. Dalam diam aku menyukaimu dan dalam diam pula aku ingin melupakanmu.tidak tidak! Bukan semakin lupa namun kau semakin membara dalam fikiranku. 

Lalu salah dan ulah siapa rasa ini? Aku semakin berfikir keras bagaimana menghapus rasa yang kini tlah tumbuh dalam diriku. Di sudut ruangan aku berfikir, andai saja pagi itu aku tak bertemu denganmu mungkin sekarang aku baik-baik saja. 

Namun menuruti angan tidak akan menyelesaikan masalah, aku sadar betul bahwa kini aku sedang tidak baik-baik saja, sebab kau tlah mencuci bersih otak ku. Dan akhirnya kini kau benar nyata, dan ada untukku. 

Ribuan tawa kau berikan untukku, jutaan bahagia kau hadirkan pada setiap pertemuan kita. Aku merasa beruntung menjadi wanitamu, aku rasa semesta pun turut bahagia atas kita. Kini aku menjadi sang pemuji cinta. "duhai rasa, kau begitu indah. Kau  tak terlihat namun kau nyata, kau ada". 

Kau membuat ku menjadi bagian dari kehidupan kecilmu. Sesekali ingin ku bisikan padamu, bahwa aku sangat menyayangimu. Mungkin ucapan terimakasih pun tak cukup mewakilkan bahagiaku atas dirimu. Ingin sekali aku menghentikan waktu, namun ternyata aku tak mampu, dan kini aku terus menikmati tiap detik bersamamu.

Hariku kini tak lagi sama, setelah kau datang dan menjelma jadi malaikat untukku. Kau hadirkan semua kebahagian itu di depan mataku. Kau yang slalu ada untukku. Yang slalu mengerti apa kemauanku, yang memahami egoku. Semakin hari rasa ini menggebu tak menentu. Tiap detik kuraskan rindu. 

Tak ingin lagi ada jarak yang mengganggu, rasanya ingin sekali selalu berada disampingmu. Hari terus berjalan. Waktu terus bergulir. Keindahan , suka cita menjadi satu. Kau dan diriku terus menjadi kita, semakin erat, semakin ku genggangm, semakin tak kuat untuk melepaskan. 

Ku kira dirimu adalah seseorang yang sangat sempurna untuk kehidupanku, ku kira kau adalah yang terbaik yang pernah aku dapatkan. Waktuku sangat sempurna, hidupku lebih berwarna. Dan aku rasa dunia adalah kita.

Taun berganti tahun aku kira semua akan tetap sama, ternyata aku lupa bahwa sebuah kehidupan akan terus berputar. Juga dengan aku dan kamu. Kamu lelaki ku, kini pun tak lagi sama. Kau tau bagamaina perasaan aku? Duka ku kini menjadi ada.  Ternyata semua itu tak lagi saama. 

Yang dahulunya sangat indah kini tak lagi seindah dulu. Ku ingin melepaskan, tapi aku takut kehilangan. Hingga akhirnya aku membencinya, andai dahulu dapat ku hentikannya mungkin aku akan tetap bahagia dengan dirimu. 

Namun aku sadar bahwa ini bukanlah kesalahannya , sebab waktu memang terus berputar. Mungkin aku yang salah melabuhkan rasa ku padamu. Atau justru kamu yg tak mampu menjaga rasaku.

"Barangkali hadirku kau anggap semu, dan rasaku hanyalah candu. Maka kini aku kan memberitahumu, bahwa aku adalah nyata dan rasaku ada. Sebab aku mencintaimu".
Mungkin tak selamanya adalah kesalahnmu, barangkali diriku yang tak mampu membuatmu bahagia, maka maafkanlah. 

Namun satu hal yang harus kamu mengerti, bahwa kini kau lah harapan untukku. Aku mengikhlaskanmu. Walau kini waktu tlah menjadi perenggutku.  Dan tiap penghujung sujudku, selalu ku selipkan namamu. 

Meminta pada Nya agar kau lah yang menjadi tempat berbagi selamanya. "Waktu akan menyembuhkan semua luka, namun duka tidak semudah itu bisa terobati oleh waktu. Sering kali waktu menjadi penjahat paling kejam dalam urusan duka."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun