Mohon tunggu...
A. Dhira N.
A. Dhira N. Mohon Tunggu... Dokter -

Fresh-graduate Medical Doctor knows nothing, but something.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Renly Baratheon: A More Suited King

10 April 2016   13:43 Diperbarui: 10 April 2016   14:18 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A Song of Ice and Fire: Clash of Kings yang dicitrakan dalam Game of Throne Season 2 mempunyai tema utama Perang 5 Raja. Disebut perang 5 raja karena ada 5 orang yang mengklaim diri sebagai raja pada saat yang bersamaan, menyusul kematian Robert Baratheon. Joffrey Baratheon (atau Lannister) sang raja incumbent, berusaha mempertahankan takhtanya di Iron Throne bersama ibu dan mbah kakungnya. Robb Stark mencoba mengembalikan kehormatan keluarganya dan meminta pertanggungjawaban Joffrey yang telah mengeksekusi ayahnya, Lord Eddard Stark. Stannis Baratheon, adik tertua Robert, menuntut keadilan karena dialah yang paling berhak atas Iron Throne. Balon Greyjoy menuntut pembalasan kepada Stark dengan bertindak oportunis, menyerang wilayah Utara ketika Stark sedang berperang ke selatan. Dan kompetitor terakhir dari War of the Five Kings ini adalah Renly Baratheon.

Renly? Ngapain sih Renly ikut-ikutan perang besar di Seven Kingdoms ini? Orang-orang bilang klaim Renly untuk Iron Throne sama lemahnya dengan Hodor. Renly adalah yang paling muda dari ketiga bersaudara Baratheon (Robert, Stannis, Renly) yang otomatis meletakkannya di urutan terakhir sebagai pewaris takhta Iron Throne. Lagipula Stannis masih sehat dan merupakan ksatria yang lebih teruji di medan perang dibanding Renly. Stannis mendampingi Robert dalam perang menggulingkan The Mad King. Saya pun sempat bertanya-tanya tentang hal ini. Berani-beraninya Renly mengklaim diri sebagai King of the Andals and the First Men, Lord of the Seven Kingdoms, and Protector of the Realm? Mengapa ia tidak mendukung abangnya untuk menggulingkan Lannister yang pada saat yang sama sedang kerepotan menangani aliansi raksasa wilayah utara yang terdiri dari Stark, Bolton, Umber, dan Karstark? Alih-alih berlindung di ketiak abangnya, Renly memilih berkonfrontasi langsung. Bahkan Lady Catelyn yang secara keibuan berusaha mengakurkan mereka berdua pun gagal meluluhkan hatinya. Sebagai bangsawan di Stormlands dan Kings Landing pastinya Renly paham betul dengan pepatah “In a game of throne you win or you die.” Pada akhirnya memang secara tragis Renly terbunuh oleh anak gaib abangnya yang dilahirkan oleh Melisandre sebelum sempat melancarkan serangan berarti kepada Stannis, apalagi King's Landing. Apakah Renly memang sengaja “setor nyawa” untuk mati muda dalam perang tersebut? Yang tragisnya, dia juga meninggalkan Margaery tetap perawan meskipun sudah beberapa saat menjadi permaisurinya.

Renly Baratheon pastinya tidak tanpa modal dan strategi untuk memilih berkompetisi di Perang Lima Raja. Meskipun merupakan kompetitor yang pertama terbunuh, namun Renly mungkin sebenarnya memang memiliki kualitas seorang raja. Berikut beberapa alasannya:

  1. Renly yang dipercaya robert menjadi Lord of Stormlands, alih-alih Stannis yang hanya memdiami kastil tua di Dragonstone, meskipun Stannis merupakan saudara yang lebih tua. Robert seakan melupakan jasa Stannis dalam pemberontakannya menggulingkan The Mad King. Renly yang dipercaya memimpin The Kingdom of Storm, bukan Stannis.
  2. Renly yang dipercaya robert menjadi Master of Law. Sedangkan Stannis menjadi Master of Ship, yang sebenarnya nggak penting-penting amat untuk Seven Kingdom. Renly merupakan seorang yang populer, baik di kalangan rakyat jelata, maupun bangsawan. Pergaulannya luas dan aliansinya kuat.
  3. Loras Tyrell mengatakan bahwa Stannis memiliki kepribadian lobster (entah apa artinya). Pada intinya Stannis merupakan seorang introvert, fanatik, mistik, kaku, dan tanpa selera humor yang kemungkinan masih frustrasi akibat ketidakpastian penerus takhtanya sendiri. Shireen merupakan putri satu-satunya, kondisinya yang mengidap grayscale sequela mengurangi kesempatan lord atau prince dari keluarga yang kuat meminangnya. Ditambah Selyse yang  mengalami abortus habitualis sehingga sampai sekarang mereka tidak mempunyai putra pewaris takhta. Dengan kondisi seperti itu Stannis malah bersandar pada suatu keyakinan baru (Rhllor) di kalangan rakyat Westeros dengan nabinya yang seduktif dan licik, Mellisandre. Nabi yang sukanya bakar-bakar orang yang dianggap kafir. Terang saja, tidak banyak orang yang suka dengan Stannis. Stannis is strong but not the fittest.
  4. Di sisi lain Renly memiliki hampir seluruh sumber daya yang dibutuhkan untuk berperang. Sworn sword Baratheon dan seluruh prajuritnya memihak ke Renly (pada awalnya), termasuk armada kapal perang terbesar di Westeros pun dimiliki Renly, meskipun secara de jure Stannis yang menjadi Master of Ship. Aliansinya dengan keluarga Tyrell, yang secara de facto merupakan keluarga terkaya di Westeros merupakan ancaman serius bagi King’s Landing. Permaisurinya saat itu, Margaery Tyrell (kita tahu betapa cantik dan memukaunya mbak ini bagi kita di layar kaca dan tentu saja bagi rakyat Westeros) mampu menjadi nilai plus dan menambah dukungan politik untuk Renly.

Renly tidak peduli dengan aturan pewarisan takhta yang tadisional. Meskipun dia merupakan ex-Master of Law yang tentunya sangat paham hukum, terutama tentang suksesi, dia merasa dapat menjadi "more suited king" daripada siapapun di Westeros. Sejatinya tidak ada yang berhak menentukan bahwa garis darahlah yang berhak menempati takhta Iron Throne. Sebelum adanya Iron Throne, Targaryen (yang sebenarnya hanya merupakan pengungsi dari Old Valyrian) tidak pernah berhak bertakhta di Westeros, namun hanya dengan menunggangi tiga naga mereka menghabisi keluarga Gardener, penguasa The Reach saat itu sampai tak bersisa. Stark pun menyerah tunduk pada targaryen dan Westeros menjadi milik Targaryen sejak saat itu. Targaryen bertakhta tanpa memiliki hak waris dari raja sebelumnya. Begitu pula Robert Baratheon. Apabila mengikuti aturan pewaris takhta tentu bukan Robert yang berhak menjadi Raja Seven Kingdoms. Tapi Robert berjuang menggulingkan tirani The Mad King dan berhasil merebut takhta. Bloodline succession just don’t made sense anymore in Seven Kingdoms.

Dapat kita pahami bahwa urusan menjadi raja, terutama di Westeros bukan lagi mengenai siapa yang paling kuat secara militer dan siapa yang mendapat restu dari raja sebelumnya. Kisah dan teka-teki dari Varys berikut ini paling tidak dapat memberi sedikit ilustrasi bahwa kekuasaan merupakan hal yang semu, kekuasaan adalah ilusi. Ada seorang lord, pendeta, dan saudagar kaya yang saling berebut kekuasaan. Mereka sama-sama menyewa jasa seorang ahli pedang (sworn sword) untuk menghabisi dua orang saingannya. Siapa yang terbunuh dan siapa yang bertakhta? Pada dasarnya teka teki ini tidak akan pernah terjawab apabila kita tidak mengetahui isi pikiran si ahli pedang itu. Apakah dia seorang yang fanatik dengan agamanya seperti The army of Sparrow-nya High Sparrow sehingga dia akan menerima tugas dari sang pendeta untuk membunuh lord dan si saudagar demi menegakkan syariat? Apakah dia seorang yang gila harta seperti Roose Bolton yang mau mengkhianati sahabatnya, Stark, demi emas Lannister? Ataukah dia seorang yang terhormat, yang setia kepada lord-nya seperti Jory Cassel sehingga mau melakukan apa saja, bahkan mati demi kejayaan lord-nya?

Secara pribadi saya mendukung Renly sebagai raja Westeros. Kematiannya, sekali lagi, memang tragis, tidak terduga, dan di luar akal sehat (bahkan di dunia fantasi Westeros sekali pun). Renly was a more suited King of Seven Kingdoms. Apabila Renly masih hidup sampai season ini, kemungkinan besar Varys dan Tyrion tidak akan mendukung Daenerys untuk merebut takhta Iron Throne. Renly memenuhi kualitas yang diinginkan Varys dalam memimpin rakyat: Power and Compassionate. Apabila saya menjadi rakyat Westeros saya tentu tidak mau dipimpin seorang Balon Greyjoy si barbar berbau garam dari pulau seberang. House’s word nya saja sudah tidak mencerminkan folosofi kepemimpinan dan pembangunan yang menjanjikan: “We do not sow”, artinya “Kami tidak menabur (hanya menjarah)”. Saya juga tidak akan mendukung Stannis Baratheon menjadi raja. Bayangkan raja yang psikopat, menghalalkan segala cara untuk meraih kekuasaan bahkan sampai membunuh adiknya dan membakar hidup-hidup putri kesayangannya sendiri. Robb Stark memang berhak menuntut balas atas ayahnya, namun klaimnya sebagai King of The North lebih karena bujuk rayu bannermen Stark yang lain. Robb Stark sangat belum siap untuk menjadi raja. Sedangkan Joffrey Baratheon? Siapa rakyat yang senang saat Joffrey menjadi raja? Saya kira tidak ada.

By the way, kalau ngomongin War of Five Kings, diakui atau tidak pemenangnya adalah …? Ya, Balon Greyjoy! Ha..ha..ha.. Karena dia merupakan satu-satunya 'raja' yang masih hidup di antara kontestan lainnya. Meskipun kekalahannya di Utara sangat prematur dan impoten (literally), patut kita apresiasi bahwa dia masih bisa bertahan hidup sampai sekarang, padahal dia adalah yang tertua dan terlemah di antara kontestan lainnya. Yah, mari kita berharap saja Greyjoy dapat memunculkan kejutan-kejutan di season GOT selanjutnya.

Selamat menyogsong Game of Throne Season 6. Valar Morghulis (All men must die, including Jon Snow)!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun