Mohon tunggu...
A. Dhira N.
A. Dhira N. Mohon Tunggu...

Fresh-graduate Medical Doctor knows nothing, but something.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pesan bagi Para Calon Pengangguran Bersertifikat Kompetensi Dokter Indonesia

23 September 2015   13:06 Diperbarui: 4 April 2017   17:03 2042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Disclaimer: This Is An Extremely Unpopular Opinion Among My Fellow Fresh-Graduate Medical Doctor)

Terutama bagi rekan sejawat yang masih bahagia-bahagianya menjalani hidup sebagai koass. Juga bagi rekan sejawat yang masih akan menikmati liburannya beberapa bulan lagi sebelum pemberangkatan internsip, mungkin tulisan ini patut dibaca. Saya menulis hal ini karena kegelisahan saya. Saya merasa ada yang kurang sesuai mengenai nilai-nilai pendidikan kedokteran di tempat asal saya belajar. Terlebih lagi, saya merasa ada suatu inherited and communicable moral disorder, bahkan di lingkungan akademis paling mulia, Fakultas Kedokteran.

Proses belajar untuk menjadi dokter memang menempuh waktu yang lama. Belum lagi setelah kurang lebih enam tahun menempuh studi sebagai mahasiswa dan koass, kita harus melewati ujian paling objektif dan best-prepared  di Indonesia, yaitu UKMPPD. Setelah lulus dan mendapat gelar dokter (dr.) kemudian apa yang kita lakukan? Nganggur. Yak, kita akan menghadapi masa-masa pengangguran sambil mengurus Sertifikat Kompetensi (Serkom) dan Surat Tanda Registrasi (STR). Lalu kita akan menganggur lagi untuk menunggu kesiapan wahana Internsip. Saya sendiri, ketika menulis ini sudah menganggur kira-kira lima bulan.

Di masa-masa menjadi pengangguran tersebut banyak kegiatan yang biasanya dilakukan oleh para lulusan dokter baru. Salah satunya adalah mengisi klinik dokter umum. Istilahnya  ada bermacam-macam: klinik, negal, ngamen, macul, ngemis, dll. Apapun istilahnya, ada satu kesamaan di dalamnya: ILEGAL. Ya, meskipun kita sudah terbukti berkompeten karena telah lulus UKMPPD dan mendapatkan sertifikat kompetensi dan juga STR, namun kita tidak mungkin memiliki SIP di tempat praktik manapun. Lagipula STR yang kita pegang ada tulisan gede di pojoknya: Kewenangan Internsip. SIP hanya bisa diperoleh setelah kita menyelesaikan Internsip.

Kegiatan pelanggaran hukum massal ini sudah lama diprakarsai oleh senior-senior dokter yang mewariskan jadwal mengisi kliniknnya ke dokter-dokter lulusan baru. Biasanya dokter senior tersebut harus meninggalkan kliniknya karena sudah harus berangkat internsip atau mempunyai pekerjaan tetap di tempat lain. Kesempatan mendapat koneksi untuk mengisi klinik seperti ini sering menjadi salah satu motivasi para mahasiswa kedokteran mengikuti organisasi-organisasi kemahasiswaan, baik intra kampus maupun ekstra kampus (OMEK), bahkan organisasi yang berbasis religius. Organisasi kemahasiswaan yang seharusnya mempromosikan gaya hidup negarawan yang berkelas, taat hukum, anti KKN, namun secara tidak langsung mencetak para pelanggar-pelanggar hukum yang profesional seperti dokter.

Tak heran banyak mantan aktivis mahasiswa ketika lulus menjadi pengisi klinik ilegal yang rajin karena keuntungan koneksinya. Tanpa disadari mereka menurunkan derajat profesi dokter yang mulia dengan terminologi: negal, ngamen, ngemis, nyangkul, dll. (Saya sendiri akan tetap menggunakan istilah ‘negal’ untuk menyebut ‘praktik dokter ilegal’.) Sayangnya, lingkungan pendidikan kedokteran sendiri seolah mendukung, atau paling tidak membiarkan alumninya untuk melakukan pelanggaran hukum tersebut. Hal ini yang di atas tadi saya sebut sebagai inherited and communicable moral disorder.

Oh, I’m not a flawless person. Saya pernah negal. Dan saya akui godaan uang itu sangat nyata. Pantas saja kalau ‘greed’ termasuk dalam seven deadly sins. Ya, saya bisa bilang bahwa motivasi utama seseorang untuk negal itu adalah uang (keserakahan). Hal ini akan saya buktikan nanti di bawah. Pada akhirnya saya resign dari kantor dan tidak negal lagi. Salah satu penyebabnya karena tunangan saya yang mengingatkan saya tentang integritas seorang dokter.

Tunangan saya seorang WNA tapi sudah tinggal di Indonesia seumur hidupnya. Dia bersekolah dari TK sampai sama-sama lulus jadi dokter juga di Indonesia. Dia juga sudah punya sertifikat kompetensi dokter Indonesia. Namun sayangnya ketika mengurus STR, prosesnya terhambat di KKI karena statusnya sebagai WNA. Otomatis perjalanannya selanjutnya juga terhambat, dan belum dapat dipastikan kapan dia bisa menjalani internsip atau berpraktik sebagai dokter di Indonesia. Sebelumnya, dari awal dia sudah tidak setuju dengan fenomena negal ini. Dia bertambah kesal, karena di saat dia dengan iktikad baik ingin menempuh jalan yang lurus untuk bisa berpraktik sebagai dokter, KKI tidak memberi jalan. Di sisi lain, dokter-dokter lain dengan secara ilegal “bebas” saja berpraktik di Indonesia, dan stakeholder yang terkait tidak mengambil tindakan yang tegas akan hal ini. Padahal jelas hal ini melanggar UU Praktik Kedokteran dan hukumnya adalah pidana.

Ada salah satu cerita tentang dokter yang dihukum pidana. Di salah satu kota besar di Jawa ,seorang lulusan dokter baru seperti saya merupakan dokter yang rajin mengisi klinik secara ilegal hingga mendapat honor yang lumayan besar dibanding dengan lulusan fresh-graduate yang lain. Entah apa yang dilakukannya, dia menceritakan hal itu kepada orang lain (mungkin juga melalui media sosial). Salah seorang teman se-angkatannya yang  juga baru saja lulus sekolah hukum kemudian mengajukan tuntutan di pengadilan karena tahu (dan mungkin disertai rasa sirik juga) bahwa dia telah melanggar Undang-Undang Praktik Kedokteran. Akirnya dokter baru tersebut dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar denda senilai puluhan juta rupiah. Uang bisa di cari, tapi nama baik sulit diperbaiki.

Kembali ke integritas. Oleh tunangan saya, saya diajak berpikir tentang integritas. Diawali dengan pertanyaan ini: suatu hal yang baik bila dijalankan dengan cara yang salah apakah nilai kebaikannya akan tetap bertahan? Praktik dokter ilegal, memang di satu sisi berperan dalam kesembuhan beberapa orang, namun di sisi lain melanggar hukum. Hal itu membuat orang yang mempraktikannya sebagai pelanggar hukum, seberapa pun mulia niatnya. Dan uang yang didapat dari pelanggaran hukum, bagaimana menurut Anda? Meskipun Anda persembahkan uang tersebut ke tempat ibadah tetap saja tidak mengubah status uang tersebut sebagai ’hasil dari pelanggaran hukum’. Saya tidak mau bilang bahwa itu uang haram, karena saya bukan lembaga yang berwenang untuk itu.

Saya ingat kuliah saya di semester satu. Dokter berasal dari kata docere yang berarti to teach. Di Jepang, profesi guru, pendeta, dan dokter merupakan profesi-profesi yang mulia dan dihormati, dan ketiganya disapa sensei. Lalu, apakah yang akan kita ajarkan kepada komunitas mengingat akan peran kita sebagai dokter, sebagai sensei? Apakah sesuatu yang SALAH atau sesuatu yang BENAR? Saya takut bahwa konsekuensi dari hal yang kita ajarkan tersebut, baik secara verbal maupun non-verbal, akan terbawa bahkan setelah seluruh sel tubuh kita mengalami apoptosis/nekrosis.

Kan niatnya negal itu untuk belajar, biar ilmunya nggak hilang sembari nunggu internsip? Really? Kalau misal ada klinik yang membuka kesempatan lulusan dokter baru untuk praktik tanpa bayaran, apakah masih ada dokter baru yang mau jaga 9x24 jam non-stop? Saya rasa tidak. Uang pasti menjadi motivasi yang paling kuat seperti yang sudah saya singgung di atas. Fenomena ini terbukti ketika saya amati bahwa permohonan menjadi dokter dalam kegiatan bakti sosial sedikit peminatnya karena banyak rekan saya yang sudah mempunyai jadwal negal yang tetap. Baksos, menurut saya berbeda dengan negal.

Dalam kegiatan bakti sosial atau pengobatan gratis tidak terjadi transaksi terapeutik antara dokter dan pasien, karena dokter tidak menerima hak atas jasa medis yang dilakukannya, sehingga kegiatan tersebut tidak bisa disebut ’praktik kedokteran’. Ibarat mama saya mengalami nyeri perut, lalu setelah saya diagnosis, saya minta tolong adik saya untuk membelikan PPI, tindakan saya tersebut bukan merupakan ’praktik kedokteran’, meskipun saya seorang dokter. Di UU PK pun sudah diatur bahwa dalam bakti sosial, keadaan bencana yang luar biasa, atau dalam rangka penugasan negara seorang dokter yang ditugaskan tidak perlu memiliki SIP. Nyatanya saat baksos, kesempatan belajar sebagai dokter itu ada, bahkan mungkin lebih besar daripada saat negal karena kita bisa berkonsultasi dengan dokter lain yang ikut baksos saat itu juga. 

Lalu apa yang harus kita lakukan? Audiensi, advokasi, dan aksi terus dilakukan untuk mempercepat waktu transisi lulusan dokter baru sehingga dapat segera berangkat internsip. Ini masalah kebijakan dan kinerja stakeholders yang terkait dengan internsip (KIDI, BPPSDM Kemenkes, Dinkes, dll.). Alangkah lebih baik apabila semakin banyak orang (lulusan dokter baru) yang memperjuangkan hal ini. Diharapkan sistem internsip akan menjadi semakin sempurna dari tahun ke tahun. Kalau mau dilihat big picture-nya, menurut saya ini masalah politik anggaran yang lebih njelimet. Seperti kita tahu bahwa anggaran kesehatan besarannya tidak pernah sesuai kebutuhan ideal. Kesehatan tidak pernah menjadi isu politik yang seksi untuk para politikus negeri ini.

Ya memang, Jaminan Kesehatan Nasional sudah dijalankan sejak 2014, namun pelaksanaannya masih belum sesuai harapan. Lagipula, dibanding profesi lain, tenaga kesehatan tidak punya bargaining power dan suara yang cukup lantang untuk didengar legislatif dan eksekutif, akibatnya kesejahteraannya diabaikan. Hal ini juga berimbas kepada proses pembentukan dan pelatihan wahana internsip, pelatihan dokter pendamping, serta pembayaran Bantuan Hidup Dasar, karena hal-hal tersebut memerlukan anggaran yang cukup besar. Kabarnya, hal ini merupakan salah satu faktor yang menjadikan pemberangkatan internsip tertunda dalam waktu yang cukup lama. Ah, sudahlah, saya tidak akan mengkritiknya terlalu jauh.

Praktisnya, ada banyak hal legal berkualitas yang bisa dilakukan oleh seorang pengangguran bersertifikat dokter seperti kita:

  1. Research assistant (RA). Penelitian merupakan salah satu Tri Darma perguruan tinggi. Siapapun dosen Anda, pasti punya kewajiban untuk membuat penelitian. Tawaran job sebagai RA sebenarnya cukup banyak, terutama dari center-center pendidikan kedokteran yang sudah maju seperti Jakarta, Jogja, dan Surabaya. Konsulen/supervisor di sana membutuhkan tenaga untuk mengumpulkan sampel, mengolah data, dan hal-hal lainnya terkait penelitian yang sedang dikerjaan secara individu maupun oleh SMF. Tentu bukan sembarang orang yang bisa diterima. Perlu komitmen dan skill khusus untuk mendapatkan job ini, selain relasi yang baik tentunya. Namun, apabila Anda tidak berada di center-center tersebut, atau apabila Anda tidak pernah mendapat jarkom tawaran job sebagai RA, Anda bisa menawarkan diri Anda ke lab/SMF yang paling Anda cintai di daerah Anda masing-masing. Tirukan kalimat ini: “Selamat pagi dokter, Saya dr. (sebutkan nama Anda), baru saja menjalani sumpah dokter dan sedang menunggu panggilan internsip. Apakah dokter atau SMF sedang mengadakan penelitian yang bisa saya bantu? Ini CV saya, apabila dokter berkenan mohon dipertimbangkan. Terimakasih atas kesempatan yang diberikan.”
    • Requirement: Basic Internet and Computing skill, interpersonal skill, statistics, journal searching, dll.
    • Advantage: bisa dapat gaji rata-rata dua jutaan rupiah di center-center besar (kalau dokter seniornya yang butuh tenaga), dapat ilmu terutama di bagian yang Anda senangi, dapat relasi dokter-dokter di bagian tersebut, good for your CV.
    • Consideration: jangka waktu penelitian bisa berbeda-beda, sesuaikan dengan pemberangkatan internsip Anda, advantage tergantung bargaining Anda ke dokter yang bersangkutan.
  2. Staf magang/asisten pribadi. Mirip dengan RA, tapi yang ini jobdesc-nya lebih random dan jangka waktunya tidak tentu. Misal: kalau di SMF Bedah bisa bantuin ngatur jadwal OK, bantu-bantu administrasi RS yang akan diakreditasi, bantu-bantu jadi EO simposium, dll.
    • Requirement: interpersonal skill mainly, pengalaman organisasi, koneksi yang erat dengan konsulen tertentu, mobilitas
    • Advantage: lebih akrab dengan konsulen dan orang-orang di sekitarnya, dalam hal tertentu bisa mendapat rekomendasi studi spesialis.
    • Consideration: harus tetap bisa bersikap profesional.
  3. Online medical consultant. Sekarang zamannya keterbukaan informasi, termasuk informasi kesehatan. Sekarang orang awam yang curious punya pengetahuan yang hampir sama dengan dokter umum yang baru lulus UKMPPD. Thanks to internet. Kalau Anda suka browsing dan lebih nyaman dengan jati diri di dunia maya, maka ini mungkin pilihan job yang bisa dipertimbangkan. Jobdesc intinya adalah menjawab pertanyaan netizen di website penyedia layanan konsultasi dokter. Sejauh yang saya tahu pertanyaan orang Indonesia ini nggak terlalu sulit-sulit kok, seputar cara memperbesar penis, cara ereksi tahan lama, cara cepat hamil, cara memiliki anak laki-laki, dll. Bisa dijawab secara normatif.
    • Requirement: abundant internet package, yang penting tahu di mana mencari jawaban konsultasi dengan referensi yang valid
    • Advantage: kerja di rumah atau di mana pun Anda berada, dapat bayaran sesuai jumlah konsultasi yang dijawab, fleksibel
    • Consideration: bahasa yang digunakan pasien untuk suatu terminologi penyakit bisa berbeda-beda, honornya mungkin ga sebesar yang lain.
  4. Dosen tidak tetap. Banyak sekali perguruan tinggi kesehatan yang ada di Indonesia ini. Pasti ada beberapa yang masih dalam fase tumbuh kembang yang kekurangan tenaga pengajar. Dengan modal CV dan ijazah dokter, patut dicoba melamar kerja sebagai dosen ‘terbang’ di perguruan tinggi tersebut. Materi yang bisa Anda ajarkan: basic anatomi, basic physiology, basic medical skill (CPR, injeksi, tensi, dll), tutor diskusi, dll.
    • Requirement: pastinya modal ilmu kedokterannya harus mantab dulu, interpersonal skill, teaching skill
    • Advantage: dipaksa belajar lagi hal-hal yang dulu sudah lupa, meskipun tidak seberapa tapi Anda akan mendapat bayaran, bisa modus ke mahasiswi
    • Consideration: bicarakan status Anda secara jujur dengan stakeholder terkait
  5. Tutor bimbel. Mungkin Anda salah satu orang yang menggunakan jasa ini ketika menjelang UKMPPD. Memang jasa bimbel sering dibutuhkan oleh kandidat ujian yang kurang percaya diri terhadap kemampuannya, butuh teman belajar, atau juga mungkin karena dia merupakan retaker yang sudah berkali-kali gagal lulus. Kebanyakan CEO dari lembaga bimbel ini merupakan kakak kelas Anda, jadi bisa Anda dekati untuk mau merekrut anda sebagai tutor.
    • Requirement: outstanding UKMPPD score, great teaching skill, interpersonal skill
    • Advantage: bisa memperdalam kompetensi sesuai SKDI, bisa modus ke adik kelas
    • Consideration: akan lebih besar kesempatannya diterima apabila sebelumnya Anda juga menggunakan jasa bimbel tersebut saat berjuang menghadapi UKMPPD
  6. Karyawan Perusahaan. Bukan praktik jadi dokter perusahaan lho. Tapi jadi orang kantoran atau lapangan. Why not? Kebanyakan perusahaan yang bergerak di bidang life-science, khususnya biomedis (misal: perusahaan farmasi) sering membutuhkan medical doctor sebagai konsultan, staf Reasearch and Development, atau manajer di suatu divisi. Kalaupun lowongan yang tersedia adalah medical representative dan itu tidak masalah buat Anda, kenapa tidak? Yang penting pekerjaan ini legal.
    • Requirement: teamwork, basic medical knowledge, English proficiency, mobility
    • Advantage: yang pasti digaji sesuai UMR, kalau beruntung dan dapat diterima di Perusahaan BUMN atau multinational company mending nggak usah praktik jadi dokter sekalian gajinya udah cukup gede.
    • Consideration: butuh usaha lebih untuk dapat diterima di perusahaan dan kesempatannya biasanya relatif kecil
  7. Businessman/woman. Istilah lainnya jualan. Entah itu jualan di sektor riil: angkringan, gerobak es teh, beli stand francise. Atau investasi saham, valas, logam mulia, properti, dll. Yang lagi marak sekarang adalah e-commerce dan jualan di official account Line.
    • Requirement: modal, pastinya barang/dan jasa yang dijual harus unik dan menarik, pelayanan prima, dan marketing skill, harus ngerti makro dan mikro ekonomi
    • Advantage: keuntungan tak terbatas, tergantung kemampuan dan keberuntungan tiap individu
    • Consideration: banyaknya saingan, risiko penipuan dan aspek hukum usaha
  8. Relawan Yayasan atau NGO. Nah, alih-alih memikirkan bagaimana cari duit yang banyak, kenapa Anda tidak mengabdikan diri Anda untuk kemanusiaan? Toh, ini bukan pilihan karir untuk jangka panjang, jadi apa salahnya dicoba? Anda bisa menjadi advisor, educator, atau care-taker di yayasan-yayasan yang terkait dalam bidang kesehatan: Yayasan Disabilitas, Yayasan Kanker, Yayasan Jantung, Badan SAR, PMI, dll.
    • Requirement: hati yang suci bersih dan niat yang ikhlas, interpersonal skill, communication skill
    • Advantage: Anda bisa lebih mensyukuri hidup ini dan berempati kepada mereka yang kurang beruntung, good for your CV
    • Consideration: hampir nggak ada.
  9. Certificate collector. Jadi dokter itu belajar seumur hidup. Anda wajib ikut seminar, simposium, workshop, pelatihan, lokakarya, atau apalah itu namanya supaya tetap up to date dalam performance Anda sebagai dokter. Selama nganggur Anda punya kesempatan untuk mengikuti kegiatan tersebut sebanyak-banyaknya. Tentunya sertifikatnya akan bernilai bagus untuk CV Anda.
    • Requirement: yang penting bisa bayar tiketnya
    • Advantage: sertifikat, relasi, belajar sepanjang hayat
    • Consideration: nggak semua simposium penting untuk Anda, pilih yang sesuai minat dan rencana masa depan Anda
  10. Kalau Anda memiliki cadangan dana beasiswa dari Yayasan Ayah Bunda yang masih banyak, jangan lewatkan masa-masa pengangguran ini tanpa travelling. Lagipula saat ini lagi hits dan kekinian banget yang namanya trevelling, entah itu ke pantai, gunung, atau sekedar taman kota. Anda bisa sekalian survey calon tempat tujuan internsip/PTT di kota yang belum pernah Anda datangi. Ingat, Indonesia itu terdiri atas 17.508 pulau. Sudah berapa pulau yang Anda datangi?
    • Requirement: yang penting ada duit, bisa jaga diri dan dapat izin orang tua
    • Advantage: one of a kind experience
    • Consideration: sekali lagi pertimbangkan anggaran serta keamanan selama perjalanan dan di tempat tujuan.

Woow.. ternyata banyak sekali yang bisa dilakukan selama menunggu internsip ini. Memang saya belum mencoba semua hal yang saya tulis di atas. Namun hal-hal tersebut patut Anda coba. Negal hanyalah alasan bagi mereka yang kurang kreatif dan malas berusaha mencari kegiatan yang lebih legal. Mungkin hal ini secara genetis melekat pada kepribadian beberapa orang Indonesia. Mental ingin serba instan tapi malas berusaha lebih, tidak tertib, tidak melakukan sesuatu secara properly, dan tidak tahu malu. Ya, sebagian orang Indonesia, tidak terkecuali dokter, kadang-kadang termasuk saya.

Satu cerita lagi tentang integritas. Kemarin, saat pengurusan sertifikat kompetensi dan STR Internsip, beberapa dari teman saya rela membayar biaya tambahan sebesar Rp 300.000 hanya supaya mendapat serkom dan STR lebih cepat dan bisa berangkat internsip pada bulan Agustus. Semacam uang pelicin, tapi entah siapa yang meminta. Nyatanya ini HOAX yang sukses besar. Selisih lama penerimaan serkom dan STR bagi mereka yang membayar lebih mahal hanya lebih cepat beberapa hari saja. Lalu pada akhirnya kami semua akan berangkat internsip pada awal bulan November bersama-sama. Dalam hati saya tertawa miris, sambil mupeng karena seseorang di luar sana mendapat rezeki nomplok sebesar Rp 300.000 x 100orang++ dengan hanya bermodal HOAX. Mereka semata-mata bukan hanya menjadi korban, tapi juga pelanggar hukum. Jangan ditiru ya!

Apa hubungan cerita tadi dengan integritas? Ingat, integritas itu do something properly’. Bila seseorang melakukan sesuatu tidak sebagaimana mestinya,  dalam hal tersebut dia tidak berintegritas. Memang tidak ada manusia yang sempurna. Saya mungkin bisa berintegritas dalam satu hal, namun dalam hal lain saya masih sering melanggar. Namun, kuncinya di sini adalah melakukan sebaik-baiknya apa yang kita bisa. Apabila kita bisa menghindari pelanggaran tersebut mengapa terus dilakukan? Kalau kata teman saya, belajar integritas itu seperti bertumbuh dari tunas yang kecil. Kalau kita dulu toleran dengan menyontek saat ujian, kita juga akan toleran dengan negal, kemudian kita mungkin akan toleran dengan up-coding claim INA-CBGs, lalu kita akan toleran dengan korupsi pengadaan alat kesehatan. Kalau tidak dilatih sekarang, integritas akan semakin sulit kita miliki. Saya pun masih terus berlatih.

Sekali lagi, saat ini integritas adalah hal yang paling penting dimiliki oleh pemuda Indonesia, generasi penerus pemimpin bangsa, khususnya dokter sebagai profesi yang mulia. Kita boleh saja sudah lulus UKMPPD dengan nilai baik, wisuda dengan predikat cum laude, di sosial media kita sering share hal-hal yang berbau religius, namun ketika kita melakukan hal yang ilegal, itu sama saja dengan produk ekskresi yang keluar dari anus Bos taurus. Sorry to say.

Saya tidak mau menghakimi serta menyatakan dia salah atau mereka salah dan saya yang paling benar. Silakan baca kembali peraturan perundang-undangannya, lalu tanyakan pada diri sendiri tentang filosofi menjadi dokter. Bagaimanapun mereka yang negal mempunyai ilmu yang lebih siap pakai dibandingkan dengan saya. Contohnya, saya tidak pernah hafal dosis obat, selain karena tidak terbiasa menghafalkan, saya juga beranggapan bahwa semuanya bisa saya baca di aplikasi Medscape bila lupa. Ha..ha..ha.. Mereka yang negal jauh lebih hafal dosis obat di klinik sehari-hari daripada saya. Akhirnya, apabila ada yang tersinggung dengan tulisan saya ini, saya mohon maaf. Saya pun tidak luput dari banyak kesalahan. Maybe I’m the worst sinner ever. But, I do insult you. Hidup dokter (nunggu internsip) Indonesia!

 

dr. Agra Dhira Narendraputra, S.Ked

 

Bahan Bacaan:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1419/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 512/MENKES/PER/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014 tentang Klinik

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi

Aribawa, Bagoes Prasetya. 2014. Penindakan Terhadap Dokter Praktik Tanpa Memiliki Surat Izin Praktik (Studi di Dinas Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Pasuruan). Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Malang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun