“toeet.. tooett.. tinn.. tiinn.. “, bunyi klakson menyebalkan dari arah belakang. Seakan berteriak mengatakan: “minggirr... orang top mau lewat nihh...” Tapi biarkan sajalah, tetap melangkah seperti biasa, tak usah menepi, toh ini kan trotoar bukan jalan raya.
Ungkapan seperti ini sering saya alami ketika sedang berjalan ditrotoar dengan kondisi jalan raya yang sedang macet.
Bagi anda pejalan kaki sejati tentu pernah atau bahkan sering terkejut oleh bunyi klakson kendaraan yang ada dibelakang ketika anda sedang berjalan. Pastinya anda kesal meskipun sedikit, karena bunyi klakson cukup membuat jantung kita memompa lebih kencang. Apalagi ketika kita berjalan di trotoar, masa sih kita harus menepi dan mendahulukan kendaraan untuk lewat, padahal trotoar itu kan fasilitas untuk pejalan kaki.
Klakson awal bentuknya mirip tanduk kecil, ada benda karet bulat diujungnya dan jika di tekan maka akan keluar bunyi “toeoettt”. Seperti yang masih dipakai penjual roti saat ini. Lalu muncullah Klakson elektrik yang ditemukan oleh kerabat Thomas Edison yang bernama Miller Reese Hutchison dan mulai diterapkan pada mobil pribadi pada tahun 1908.
Klakson dipergunakan untuk menarik perhatian atau sebagai tanda bahaya sehingga kita bisa waspada. Misal : ketika seseorang sedang duduk ditengah rel, maka KRL akan membunyikan klakson, atau penjual roti burger mereka membunyikan klakson untuk mengundang pembeli, atau ketika mengendarai kendaraan di jalan dua arah agar penyebrang jalan tidak lalu lalang sembarangan.
Namun, dalam perkembangannya klakson dijadikan alat untuk pamer, memerintah, memarahi atau bahkan ancaman. Hebat yah, ternyata klakson bertambah fungsi sebagai indikator kesombongan. Di perempatan lampu lalu lintas, ketika lampu merah akan berubah menjadi hijau kendaraan dibelakang kita langsung membunyikan klaksonnya, padahal saya yakin 80% dari mereka tidak sedang dikejar waktu. Mungkin saja lampu hijau kini beralih fungsi menjadi pemberi aba aba membunyikan klakson.
Simbol keangkuhan kini bisa diwakilkan oleh benda yang namanya klakson. Kita bisa menjadi angkuh dibalik bunyi klakson, tanpa dikenali, meskipun hanya seorang supir. Contohnya: pernahkah anda berada dijalur busway yang ada diperempatan jalan, ketika kita akan berbelok atau menyebrang lalu muncul tiba tiba bus transjakarta, ia pasti akan membunyikan klakson yang bunyinya sama seperti ukuran bus tersebut. Saya jadi bertanya, apakah jalur khusus itu sudah dibeli oleh perusahaan bus tersebut ?. Kenapa mereka begitu merasa berkuasa di jalan raya khususnya jalur itu ?.
Yang lebih mengherankan adalah ketika kendaraan “kepunyaan rakyat” seperti mobil polisi, mobil dinas pejabat, kendaraan pasukan pengawal pejabat melaju diiringi bunyi klakson dan sirine sehingga menimbulkan bising, tak hanya itu mereka juga memberhentikan kendaraan lain, akhirnya terjadilah macet, padahal kendaraan yang diberhentikan berisi orang orang yang juga punya kepentingan. Aneh tapi membingungkan, kendaraan yang dibeli dari uang rakyat, jalan pun dibangun dari hasil pajak. Tapi rakyat juga masih dirugikan dengan hal hal seperti itu. Begitu besarnya pengorbanan rakyat dinegara ini untuk para pengurus negerinya.
Ketika berada di jalan raya sedapat mungkin kita bertindak bijaksana dalam berkendara, jangan terlalu sering membunyikan klakson, apalagi kepada pejalan kaki, karena itu sangat mengganggu.
Dan seandainya bunyi klakson bisa diganti seperti bunyi telepon (RBT) menjadi lagu. Maka akan terlihat unik, konvoi pengawalan pejabat akan memperdengarkan lagu lagu kebangsaan atau memutarkan lagu lagu daerah.
Hehehe... mimpi kali yee...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H