Mohon tunggu...
Agustina Mappadang
Agustina Mappadang Mohon Tunggu... Dosen - Assistant Professor, Practitioner and Tax Consultant

Dr. Agoestina Mappadang, SE., MM., BKP., WPPE, CT - Tax Consultant, Assistant Professor (Finance, Accounting and Tax)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Di Balik "Dagelan" Usul Inisiatif RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

20 Juni 2020   11:12 Diperbarui: 20 Juni 2020   15:18 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seberapa  pentingkah RUU Haluan Ideologi Pancasila ???  Pemahaman komprehensif penulis dibalik "Dagelan" RUU HIP!!

Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) telah digulirkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai usul inisiatif DPR RI yang telah disetujui secara tertulis oleh 7 Fraksi (PDIP, Nasdem, Gerindra, Golkar, PKB, PAN, PPP) dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 12 Mei 2020 dan ditindaklanjuti dengan mengirim surat kepada Presiden untuk mendapatkan persetujuan Presiden melakukan pembahasan lebih lanjut antara DPR bersama pemerintah.

Dua Fraksi tidak ikut menandatangani secara tertulis usul inisiatif RUU HIP ini, yakni F-P Demokrat dan F-PKS.

F-P Demokrat menarik wakilnya saat rapat pengambilan keputusan RUU HIP tanggal 22 April 2020 dengan alasan pembahasan RUU HIP sifatnya tidak mendesak dalam suasana pandemik covid-19 ini   sedangkan F-PKS tidak menyetujui dalam Rapat Paripurna karena beberapa usulannya tidak dimasukkan dalam RUU HIP, antara lain agar mencantumkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran dan meminta dihapuskannya pasal yang mengatur Trisula dan Ekasila serta meminta prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa tidak dipertentangkan dengan prinsip kebangsaan.

Pada saat "bola panas" usul inisiatif DPR RI mengenai RUU HIP ini sudah ada di tangan Presiden ternyata pada tanggal 16 Juni 2020 Presiden melempar kembali "bola panas" tersebut ke DPR dan menegaskan tidak akan mengirim Surat Presiden (Surpres) yang berarti pemerintah tidak menyetujui pembahasan RUU HIP dilanjutkan di DPR, bahkan Presiden mengatakan "Ini (RUU HIP) 100% adalah inisiatif dari DPR, jadi pemerintah tidak ikut campur sama sekali".

Penulis melihat, sebenarnya akhir cerita usul inisiatif DPR ini mudah terbaca, yakni pemerintah pasti menolak.

Namun mengapa DPR tetap melakukan hal tersebut ? Hal ini menarik untuk dipahami.

Sejak Februari 2020, negara dalam kondisi bencana nasional pandemi covid-19 dan saat ini pemerintah mulai berupaya membenahi perekonomian yang memburuk. Namun disaat inilah para "anti kebijakan pemerintah" memanfaatkan momentum tersebut dengan penyebaran berita hoax, antara lain :

1.     Negara seakan-akan dalam ancaman kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

2.     Pemerintah seakan-akan bersifat represif terhadap hak-hak kebebasan berpendapat yang dijamin dalam Negara Demokrasi.

3.     Perekonomian negara seakan-akan dalam keadaan kondisi menuju kehancuran.

4.     Negara seakan-akan menunjukan arogansinya dengan menutup akses internet di Papua saat terjadi keonaran saat September 2019 di Papua.

5.     Pemerintahan saat ini seakan-akan lebih jelek dibandingkan dengan pemerintahan zaman orba.  Dll.   

Penulis melihat berita hoax yang mendiskreditkan pemerintah itu dilakukan secara sengaja, masif dan terencana untuk diperdengarkan secara terus menerus kepada masyarakat melalui sosial media, bahkan ada berita hoax yang disiarkan pada waktu yang hampir bersamaan pada banyak media masa "berkelas" dengan isi tulisan yang kalimatnya sama atau hampir sama  dan tujuannya seakan-akan mendelegitimasi suatu kebijakan pemerintah agar masyarakat tidak menaruh kepercayaan atas upaya yang sedang disusun atau yang sedang dilaksanakan pemerintah.  

Menurut penulis tentang banyaknya media sosial melakukan hal tersebut, disebabkan :

1.     Terjadinya degradasi mental demi kepentingan bisnis semata, dan atau

2.     Para Pemegang kebijakan di media masa tersebut sudah masuk dalam kancah politik praktis, dan atau

3.     Terjadinya human error dari para pencari berita akibat rendahnya kualitas dan sudah hilangnya etika jurnalistik.

Dengan keadaan di atas, penulis berpendapat bahwa koalisi pemerintah di DPR ingin mulai mengajak masyarakat untuk berperan serta dalam upaya meneguhkan Pancasila sebagai Ideologi Negara  demi kepentingan perdamaian yang hakiki di Negara Indonesia yakni dengan sengaja membuat suatu "dagelan" dengan menggulirkan usul inisiatif RUU HIP.

Mengapa penulis menyebut usul inisiatif RUU HIP ini adalah suatu "dagelan" ?

Sebab suatu RUU yang sangat penting, terlebih menyangkut kepentingan Ideologi Negara tidaklah mungkin diusulkan dengan kondisi yang sengaja memperlihatkan adanya kekurangan yang bersifat urgent dan  proses pembuatannya dilakukan dalam waktu yang sangat singkat dan terkesan terburu-buru, yakni :

   11 Februari 2020 :     Rapat Dengar Pendapat (masukkan pakar ketatanegaraan)

   Bulan Maret 2020 :     Masa Reses DPR

   8 April 2020          :     Rapat Panitia Kerja Badan Legislasi RUU HIP

   13 April 2020        :     Rapat Kerja Panja

   20 April 2020        :     Rapat Kerja Panja

   22 April 2020        :     Rapat Pengambilan Keputusan Penyusunan RUU HIP

   12 Mei 2020          :     Rapat Paripurna  (Meminta secara tertulis kepada semua Fraksi untuk menjadikan RUU HIP sebagai usul inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional)

RUU HIP ini sengaja digulirkan dengan isinya terlihat "bolong-bolong" yang mudah dipahami oleh masyarakat umum, misalnya tidak disertakannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran sehingga dengan demikian akan menjadi issue yang dapat diberitakan secara meluas dengan tujuan mengajak masyarakat agar terpanggil melakukan masukkan atau koreksi terhadap "bolong-bolong" tersebut.

Disaat masyarakat telah memberikan respon atas kekurangan RUU HIP tersebut maka  pemerintah menyatakan sikapnya secara tegas.

Penulis berpendapat isi yang terkandung dalam pernyataan maupun sikap pemerintah atas penolakan dilanjutkannya pembahasan RUU HIP tersebut adalah menegaskan bahwa :

1.      Pemerintah tidak dapat diajak bernegosiasi atas  ketetapan Ideologi Negara dan akan bertindak tegas kepada siapapun yang akan merubah Ideologi Negara.

2.      Pemerintah bersikap selalu mendengar keinginan rakyat atau organisasi masyarakat yang mayoritas menginginkan paham mengenai Ideologi Negara tetap tidak terganggu.

3.      Pemerintah memiliki sikap independensi yang tidak dapat dipengaruhi kekuatan partai manapun.

4.      Pemerintah menunjukkan "kekompakan" koalisinya.

5.      Dan yang terpenting, pemerintah mulai mengajak masyarakat umum, khususnya para pakar ketatanegaraan, organisasi masyarakat,  serta kalangan akademisi untuk menyadari bahwa begitu pentingnya Pancasila sebagai Ideologi Negara yang saat ini mulai terkikis pemahamannya akibat masuknya paham-paham ideologi lain yang disamarkan pada kegiatan keagamaan.

Jadi penulis berkesimpulan bahwa tujuan dibalik "dagelan" diajukannya RUU HIP saat ini adalah agar masyarakat dapat tertarik kembali untuk bersama-sama pemerintah mempertahankan Pancasila sebagai Ideologi Negara dan mulai berani menangkal paham ideologi lain yang berasal dari luar Indonesia serta mulai menumbuhkan kembali rasa nasionalisme di kalangan generasi milenial yang kedepannya akan menjadi kunci keberhasilan "tegaknya tulang punggung" Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Selain itu pemerintah dapat menunjukkan ketegasan dalam sikapnya untuk mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara yang didukung oleh kekuatan yang solid dari partai koalisi.

Diluar konteks tidak disertakannya TAP MPRS XXV/MPRS/1966 sebagai konsideran ataupun hal-hal lainnya yang masih menjadi polemik di masyarakat maka menurut penulis bahwa  Haluan Ideologi Pancasila pada dasarnya bertujuan sangat baik yakni untuk memperkuat ideologi Pancasila dan sebagai pedoman seluruh rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.

Dalam rapat dengar pendapat dari pakar hukum tatanegara di DPR pada tanggal 11 Februari 2020, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H. mengatakan bahwa RUU Pembinaan HIP diperlukan dalam kaitannya dengan kewenangan BPIP yang diusulkan untuk dirubah menjadi Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP)  dan juga mengusulkan UU Pembinaan HIP agar menjadi seperti "omnibus law" sebagai parameter  dalam mengevaluasi dan mengaudit berbagai undang-undang agar sejalan dengan haluan Pancasila, sedangkan Prof. Dr. F.X. Adjie Samekto, S.H., M.H.  mengatakan bahwa sangat penting untuk menanamkan ideologi Pancasila sebab secara filosofis, Pancasila adalah nilai-nilai yang hidup pada bangsa Indonesia yang merupakan hasil pengalaman fakta dan pengalaman akal bangsa Indonesia.

TERIMAKASIH 

PENULIS

Agustina Mappadang

Sabtu, 20 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun