Mohon tunggu...
Agustina Mappadang
Agustina Mappadang Mohon Tunggu... Dosen - Assistant Professor, Practitioner and Tax Consultant

Dr. Agoestina Mappadang, SE., MM., BKP., WPPE, CT - Tax Consultant, Assistant Professor (Finance, Accounting and Tax)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Siapa Lokomotif Bangkitnya Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi Covid-19?

12 Juni 2020   11:48 Diperbarui: 13 Juni 2020   15:20 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Indonesia memiliki dua modal yang sangat besar dalam hal kemandirian yakni jumlah populasi besar yang sangat diperlukan untuk penyerapan produk serta banyaknya sumber daya alam yang dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri dalam rangka upaya menggerakan pemulihan ekonomi..

            Untuk menggerakan perekonomian Indonesia pada dasarnya adalah kewajiban pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia yang harus bahu-membahu mendukung dan melaksanakan  kebijakan pemerintah demi terciptanya kemakmuran Indonesia, namun perlu disadari, khususnya dalam sektor usaha, pemerintah perlu memberikan contoh kepada seluruh pelaku usaha di Indonesia.

Untuk memaksimalkan kedua modal tersebut (populasi yang banyak dan ketersediaan sumber daya alam) maka pemerintah menugaskan semua BUMN sebagai lokomotif / penggerak perekonomian Indonesia untuk menjadi influencer dan role model serta harus melakukan transformasi dengan membangun ekosistem yang sehat dan melakukan klasifikasi perseroan yang fokus perusahaan BUMN terkait dalam meningkatkan nilai ekonomis dan pelayanan publik. Selain itu mewajibkan setiap BUMN segera melakukan  kolaborasi dengan BUMD, BUMDes, swasta serta mitra strategis lainnya termasuk pelaku UMKM.

DAPATKAH BUMN DIJADIKAN ROLE MODEL?

            Disatu faktor, saat ini dari 142 BUMN ternyata hanya 15 BUMN yang dapat menyumbang devisa Negara, berarti sebagian besar BUMN dalam kondisi tidak sehat alias membutuhkan penyelamatan. Di faktor yang lain pemerintah harus dapat menggerakan BUMN sebagai influencer dan role model dalam upaya membangkitkan dunia usaha di Indonesia.

Menyadari pentingnya keberadaan BUMN tersebut maka pemerintah mengeluarkan tiga kebijakan untuk terlebih dahulu melakukan “penyelamatan” terhadap beberapa BUMN, yakni:

  1. Pencairan utang pemerintah kepada BUMN, antara lain kepada PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Pertamina, PT. Pupuk Indonesia, PT.       Kimia Farma, Perum Bulog, PT. Kereta Api Indonesia (KAI), serta BUMN-BUMN Karya. Total dana yang dibayarkan adalah sebesar Rp. 155 triliun.
  2. Penyertaan Modal Negara (PMN) terhadap PT. PLN, PT. Hutama Karya, PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dan PT. Permodalan Nasional Madani (PNM), PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (ITDC). Total dana yang disuntikan sebagai tambahan modal baru melalui PMN ini adalah sebesar Rp. 25,57 triliun.   BPUI  akan melakukan perkuatan terhadap kapasitas penjaminan kredit usaha rakyat (KUR) dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Jamkrindo dan Askrindo.    Demikian pula PNM, untuk meningkatkan penyaluran kreditnya kepada UMKM. Sedangkan PT. Hutama Karya sebagian besar akan digunakan untuk penuntasan pembangunan jalan tol Trans Sumatera.
  3. Pemberian Dana Talangan dalam bentuk investasi non permanen pemerintah melalui special mission vehicle (SMV) Kementrian Keuangan dan penempatan dana pemerintah pada bank peserta. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT. Garuda Indonesia Tbk, Holding PT. Perkebunan Nusantara Persero (PTPN), PT. KAI, PT. Krakatau Steel Tbk, Perum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas). Total dana talangan ini adalah sebesar Rp. 19,65 triliun.

Sehingga dana penyelamatan sebesar Rp 200.22 Triliun.

IMPLIKASI KEBIJAKAN PENYELAMATAN

Selain ketiga kebijakan tersebut maka setiap BUMN yang masih mengalami kesulitan arus kas perusahaan akibat beban utang yang sudah dan akan jatuh tempo maka diwajibkan setiap BUMN wajib untuk melakukan restrukturisasi utang dan bisnisnya serta mencari peluang sumber pembiayaan baru.

Dengan ketiga kebijakan serta restrukturisasi utang maka diharapkan likuiditas keuangan BUMN dapat lebih lancar sehingga perusahaan dapat segera siap untuk melakukan protokol “New Normal” serta lebih konsentrasi dalam melakukan perbaikan / optimalisasi proses produksi dan pemasarannya.  

            Protokol “New Normal” ini diharapkan menggambarkan arah transformasi di BUMN saat “New Normal” diterapkan yakni selain menerapkan prosedur keselamatan dan kesehatan yang ketat untuk penanganan covid-19, juga mendorong BUMN melakukan transformasi digital lebih cepat di saat terjadi putusnya “Rantai Pasokan Dunia” .

Momentum pengembangan teknologi digital di BUMN ini diharapkan akan menciptakan peluang-peluang baru yang inovatif untuk mengikat pelanggan dalam negeri maupun luar negeri dalam penyerapan produk – produk yang ada di Indonesia secara berkesinambungan, baik berupa jasa maupun hasil produksi industri, hasil perkebunan, hasil pertambangan maupun sumber daya alam lainnya.


MENGAPA PEMERINTAH HARUS BERGERAK CEPAT DALAM MELAKUKAN PROTOKOL “NEW NORMAL” PADA BUMN?

            Pemerintah melihat peluang saat ini adalah sangat baik sebab terjadi kebijakan stimulus di Amerika dan banyak negara maju serta telah mulai dibuka aktifitas perekonomian di beberapa Negara Eropa yang memunculkan ekspektasi positip pasar.

Setelah pemerintah memberlakukan protokol “New Normal” pada setiap BUMN dan BUMN telah menyatakan siap melaksanakannya, ternyata direspon positip oleh pelaku usaha baik dalam negeri maupun luar negeri.

Hal ini dapat dilihat dari :

1.      Mulai mengalirnya dana asing untuk rencana investasi

2.      Semakin kuatnya pasar obligasi dan pasar saham Indonesia

3.      Banyaknya investor asing membeli Surat Berharga Negara (SBN).

Minggu kedua Mei 2020 tercatat inflow Rp. 2,97 triliun , minggu ketiga Rp. 6,15 triliun, minggu keempat Rp. 2,57 triliun, tanggal 1 juni sebesar Rp. 7,01 triliun.

Kondisi di atas menunjukan investor asing semakin confidence masuk ke Indonesia.

Untuk itu segera pemerintah melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam kebijakan fiskal, moneter maupun sektor keuangan dalam rangka menciptakan stabilitas dan optimisme di pasar yang menyebabkan nilai rupiah semakin menguat terhadap dollar.

Selain hal di atas, juga terlihat melejitnya saham-saham emiten BUMN Karya walaupun ISHG terkoreksi (Per 5 Juni 2020).

PT. Pembangunan Perumahan, naik 3,05%

PT. Waskita Karya, naik 2,84%

PT. Wijaya Karya, naik 2,38%

PT. Adi Karya, naik 2,5%

Hal ini ditopang sentiment berlanjutnya projek kereta cepat Jakarta-bandung akan diperpanjang ke Surabaya yang telah disetujui presiden. Proyek Kereta Cepat PT. Pilar Sinergi Indonesia ini merupakan konsorsium Perusahaan China, PT. KAI, PT. Wijaya Karya, PTPN VIII, PT. Jasa Marga.

SIAPKAH BUMN DIJADIKAN LOKOMOTIF RECOVERY EKONOMI

Penulis meyakini dengan langkah preventif menjadikan BUMN sebagai lokomotif penggerak bangkitnya perekonomian pasca pandemic covid-19 maka BUMN harus siap sebagai role model. Kesiapan tersebutharus ditunjukkan  apabila pemerintah dapat mempertahankan :

  • Pelaksanaan protokol “New Normal” serta dapat melakukan transportasi digital dengan cepat pada BUMN sebagai lokomotif bangkitnya ekonomi Indonesia
  • Adanya respon positip atas kebijakan pemerintah dalam pengatasan wabah pandemi covid-19 sehingga dapat mengatasi dampak sosial budaya serta dapat menciptakan stabilitas politik dan keamanan  
  • Kebijakan ekonomi mikro maupun makro dapat diterima positip oleh pasar terkhusus kebijakan keberlanjutan investasi strategis yang dapat menciptakan begitu banyaknya lapangan kerja, antara lain pembangunan beberapa kilang minyak, pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian. 

Dan satu hal lagi, diharapkan pemerintah segera menuntaskan RUU Omnibus law dan segera melakukan reformasi bidang hukum, birokrasi perizinan dan kondusifnya sistem  ketenagakerjaan yang berhubungan  dengan  investasi dan bisnis.

Hasil studi CEOWORLD terhadap 80 negara di dunia dengan peluang terbaik sebagai tujuan melakukan bisnis dan investasi pasca covid-19 yang merujuk pada pertimbangan faktor lingkungan investasi dan bisnis, korupsi, kebebasan, tenaga kerja, perlindungan terhadap investor, infrastruktur, pajak, birokrasi, kualitas hidup, dan kesiapan teknologi, ternyata Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Singapore, Inggris dan Polandia.

Hasil tersebut menunjukan bahwa pelaku usaha dunia menilai arah kebijakan pemerintah Indonesia dalam penanganan perekonomiannya selama pandemi dan menjelang pasca pandemi covid-19 adalah sudah tepat.

Penulis, 12 Juni 2020

Agustina Mappadang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun