Mohon tunggu...
Agus Siswanto
Agus Siswanto Mohon Tunggu... -

sinau nulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Kemandirian Perempuan, Meminimalisir KDRT

8 Juli 2011   09:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:50 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu penyebab utama terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terjadi karena kondisi ekonomi keluarga. Ketergantungan ekonomi perempuan pada laki-laki dalam keluarga menyebabkan perempuan tidak berdaya saat terjadi KDRT.Persoalan ketergantungan ekonomi akan menjadikan lemahnya posisi tawar perempuan.

Untuk mengupayakan agar perempuan korban kekerasan, yang meliputi kekerasan: fisik, psikis, seksual maupun ekonomi; baik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun kekerasan publik serta traficking bisa kembali terbebas dari kekerasan dan segala akibatnya, maka diupayakan agar kaum perempuan tersebut bisa mendapatkan hak-haknya yang terampas akibat kekerasan yang dialaminya serta kembali hidup bermartabat di tengah-tengah masyarakat.

Namun, satu hal yang masih sangat berat dipenuhi adalah kebutuhan untuk terlepas dari situasi marjinal dan tergantung secara ekonomi yang secara signifikan telah menjadi salah satu sebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan, khususnya kekerasan domestik. Disadari bahwa ketidakadilan jender telah memunculkan salah satu ketidakadilan bagi perempuan di mana mereka terbatas akses ekonominya, baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi pemanfaatan karena hal-hal itu didominasi oleh laki-laki (suami). Akibat langsungnya, ketika terjadi kekerasan, mereka akan menghadapi kesulitan dan dilema: memilih tetap menjadi obyek kekerasan dan tinggal bersama suami yang memberi makan dirinya dan anak-anaknya atau berpisah dengan resiko terputus sumber ekonominya. Seringkali, perempuan korban kekerasan rela untuk terus menjadi korban karena kekhawatiran akan nasib anak-anaknya jika dia memutuskan berpisah atau bercerai dengan suaminya. Sementara suami sendiri sering menfaatkan situasi ketergantungan ekonomi istrinya untuk bertindak sewenang-wenang dan bertindak kekerasan itu.

Contoh kasus: sebut saja Y, seorang perempuan ibu rumah tangga yang tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan, yang telah menikah selama 10 tahun dengan 2 orang anak. Sejak awal pernikahan, sang suaminya selalu memperlakukan tidak wajar, menampar, memukul, menendang, memaki merupakan perlakuan yang selalu diterimanya sejak pernikahannya. Karena sudah habis kesabarannya, akhirnya Y berkonsultasi ke saudaranya, sehingga ia di temani untuk mengadukan kekerasan tersebut ke Polisi. Sang suami akhirnya diproses secara hukum. Namun belum genap 3 hari, Y mencabut laporannya karena takut bercerai, dengan alasan tidak bisa membiayai hidupnya beserta kedua anaknya. Namun setelah bebas, sang suami menceraikannya, dengan meninggalkan kedua orang anaknya yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah dan lain sebagainya. Lalu bagaimanakah nasib Y beserta kedua anaknya? TERLANTAR!!!

Atas dasar seperti contoh kasus di atas, maka diperlukan perempuan-perempuan yang mandiri, sehingga dapat meminimalisir KDRT. Jalan ini akan memudahkan mereka untuk memutuskan pilihan termasuk jika memilih berpisah atau bercerai dengan suaminya demi keluar dari kekerasan yang dialaminya. Sementara bagi perempuan-perempuan yang “tidak langsung” menjadi korban kekerasan, kesiapan untuk mandiri juga akan dapat menjadi alat proteksi dirinya ketika suatu saat terancam oleh kekerasan oleh suaminya. Dapat dikatakan, kemampuan perempuan yang mandiri ini akan menjadi bagian sangat penting bagi kaum perempuan dalam melakukan tawar-menawar (bargaining) dengan suaminya yang mungkin melakukan kekerasan dan penting dalam memutus rantai kekerasan itu. Bagi perempuan korban KDRT yang tidak memiliki kemampuan untuk mandiri, dibutuhkan kegiatan yang bisa menfasilitasi berkembangnya kemampuan wirausaha bagi kaum perempuan, khususnya perempuan korban kekerasan sehingga mereka siap untuk memiliki usaha profit sendiri setelah pulih dari berbagai sakit-traumatik akibat kekerasan yang dialaminya. Dengan demikian, upaya pemberdayaan ekonomi bagi perempuan korban kekerasan merupakan upaya yang terintegrasi dengan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan itu serta pemenuhan hak-hak mereka.

Kepedulian dari pemerintah, LSM dan swasta dalam memberdayakan perempuan di bidang ekonomi masih sangat dibutuhkan. Tentu masih perlu berbagai usaha untuk sampai pada kesiapan yang sebenar-benanrnya. Selain dari segi keterampilan, kesiapan juga dibutuhkan dari segi mental wirasaha dan kemampuan manajemen mulai perencanaan, produksi, pemasaran hingga pembukuan, juga sangat perlu untuk dipenuhi sehingga mereka benar-benar bisa menjalankan wirausahanya dengan baik dan meraih kesuksesan. Sehingga dapat mengembangkan potensi dan minat kaum perempuan korban kekerasan pada kegiatan-kegiatan bisnis/usaha ekonomi, bisa lebih mandiri secara finansial, sebagai salah satu upaya memutus rantai kekerasan terhadap perempuan, khususnya yang diakibatkan oleh ketergantungan ekonomi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun