SELASA DI TERMINAL BOYOLALI
Nenek itu datang lagi, duduk di tempat biasanya, di kursi panjang sisi utara Terminal Boyolali, sambil memangku cucu perempuannya yang sudah beranjak delapan tahun. Menunggu bus dari arah Semarang datang, masuk Terminal dan berhenti untuk menurunkan penumpang.
Sudah sejak pagi tadi nenek juga cucunya duduk di situ, dikursi sisi utara Terminal Boyolali, yang oleh sebagian orang juga menyebutnya dengan Terminal Sunggingan. Artinya kalau sekarang sudah menjelang Ba'da Ashar, sudah puluhan bus yang berhenti di situ, menurunkan penumpang persis di depan si nenek itu duduk. Tidak ada yang dilakukan oleh si nenek itu ketika bus datang dan berhenti untuk penurunkan penumpang, selain memandang satu persatu penumpang yang turun, seperti ada yang dicari, tapi lagi lagi, semua yang turun tidak ada satupun yang nenek itu kenali.
Sang Nenek menghela nafas panjang, melihat cucunya yang tak kalah antusias menatap setiap penumpang yang turun. Sudah yang ke sekian kalinya sang nenek membujuk cucunya untuk diajak pulang dan berjanji Selasa besok datang lagi. Bukan karena lelah, ngantuk ataupun lapar apalagi bosan, tidak.Â
Demi cucunya sang nenek tidak mengenal semua rasa itu. Tapi debu dan asap yang dihasilkan dari bus yang datang dan pergi diterminal itu, tidaklah baik untuk kesehatanya. Juga sang Nenek lebih mengedepankan kenyataan dan realita yang ada. Yang ditunggu tidaklah akan datang, kalaupun datang tidaklah harus di hari Selasa. Tapi itu tidak akan pernah di mengerti oleh cucu tercintanya, cucu satu satunya dari anak satu satunya pula.
Ya, sudah tiga tahun Alifa, cucu nenek itu ditinggal Giarni ibunya bekerja di negeri orang, HongKong. Dan selama 3 tahun itu pula tidak ada kabar dari Giarni untuk anak semata wayangnya, Alifa. Alifa yang sudah ditinggal bapaknya entah kemana sejak usianya belum genap satu tahun. Hidup bersama neneknya juga bukan uang dari kiriman ibunya yang pastinya punya gaji yang lebih dari cukup setelah bekerja diluar negeri, tapi jangankan kiriman uang, kabar saja tidak pernah di terima Alifa.
Setelah hampir 3 tahun tidak ada kabar, Sang Nenek juga cucunya sudah bisa melupakannya. Hari hari dilewati dengan Alifa bersekolah dan sang nenek bekerja apa saja yang bisa menghasilkan uang, yang halal tentu saja. Keahliannya sebagai pemijat bayi sudah tidak bisa di andalkan lagi, selain karena faktor usia, juga mulai banyaknya pemijat pemijat bayi yang lebih muda.
Ya, ditengah kehidupan tenangnya bersama Alifa cucunya, sore itu tetangganya datang, dengan membawa hape yang sudah di Loudspeaker. Giarni anaknya lewat sang tetangga menelpon ibunya (neneknya Alifa), mengabarkan kalau Selasa akan pulang. Kalau pas telpon itu harinya Jum'at sore, artinya empat hari lagi Giarni anaknya, ibunya Alifa akan pulang.
Begitu bahagianya hati Alifa mendengar kabar itu. Kehidupan baru akan segera datang, akan ada sosok ibu di kehidupannya nanti, teman berbagi, teman bercerita, belaian sang ibu yang selama ini dia rindukan. Tanpa mengecilkan kasih sayang sang nenek, kasih saorang ibu pasti juga sangat dinantikan jauh di hati kecil Alifa.
Selasa yang ditunggupun datang, dari pagi, siang, sore, sampai akhirnya menjelang magrib, Giarni belum juga menampakkan batang hidungnya. Malampun semakin larut, tapi lampu di ruang tamu masih menyala. Alifa selalu melarang neneknya ketika hendak mematikan lampu lampu itu. Alifa masih berkeyakinan ibunya akan datang, mengetuk pelan dipintu depan.
.........