Mohon tunggu...
Agnesya Tri Wardhani
Agnesya Tri Wardhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Agnesya mahasiswa UM

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Erat Ilmu dan Adab!

11 Oktober 2024   21:35 Diperbarui: 12 Oktober 2024   00:59 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agama dan kepercayaan hadir sebagai sumber pengetahuan utamanya terkait nilai kehidupan seperti moral dan etika. Jika sains berpacu pada logika dan akal, maka agama mengajarkan bagaimana kita menggunakan hati nurani. 

Akal dan hati nurani terkadang tidak selalu seperti tanda sama dengan (=). Karena benar belum tentu baik. Apa yang dibuktikan benar oleh ilmu pengetahuan belum tentu bernilai baik.

Selain itu, agama dan kepercayaan menjadi limitasi suatu ilmu pengetahuan berkembang. Bukan berarti pergerakan untuk inovasi dibatasi, namun hal ini berarti bahwasannya ada batas dalam kehidupan manusia yang tidak boleh dilewati karena dinilai non-etis. 

Apabila tidak ada limitasi, maka ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat bahkan secara liar. Salah satu contohnya adalah peristiwa Unit 731 yang dioperasikan oleh Jepang pada masa Perang Dunia 2. Kemajuan ilmu pengetahuan Jepang sangat pesat saat itu. Mereka lalu menciptakan laboratorium khusus untuk meneliti dan melakukan uji coba pembuatan senjata biologis. Kejamnya, mereka menggunakan tahanan Cina sebagai kelinci percobaan. Uji coba tersebut dilakukan dengan metode yang sangat tidak manusiawi dan tidak etis, berbagai penyiksaan tanpa pandang bulu dilakukan Jepang.

Selain itu, peristiwa seperti penciptaan bom atom oleh Robert Oppenheimer. Pengetahuan yang dimiliki ilmuwan saat itu sungguh kaya. Namun, bagaimana karya tersebut akhirnya dipergunakan berada di luar batas hati nurani. 

Maka dari itu, suatu ilmu pengetahuan yang baik dan berkualitas adalah bagaimana ilmu tersebut mampu bermanfaat sebagaimana tujuannya dan bernilai baik untuk mereka yang menciptakan dan mendapatkan pengaruh darinya. 

Ilmuwan yang memiliki pengetahuan baik terkait ilmu sains dan pemahaman agama atau kepercayaan mampu untuk menciptakan karya yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain serta lingkungan hidup kita.

Jadi, meski bukan sebuah ilmu pengetahuan yang ril, agama menjadi batu berpijak bagaimana dan sampai mana ilmu pengetahuan mampu mengembangkan dirinya. Segala suatu hal yang berlebihan tak selalu baik. 

Jadi, ilmu pengetahuan mengenai agama tak serta merta hadir tanpa tujuan jelas mengenai ajarannya. Agama dan kepercayaan mengajarkan kita untuk menggunakan hati nurani yang mampu menjadi pegangan dan pertimbangan dalam melakukan segala hal. Apakah itu sudah benar dan baik? Apakah ini akan baik untuk kita sendiri dan orang lain? Apakah dampak panjang dan singkatnya cenderung menguntungkan banyak pihak atau malah merugikan? Atau apakah pengetahuan ini akan menyakiti banyak pihak atau tidak? 

Kebebasan yang baik adalah bagaimana kita merasa puas dengan apa yang mampu kita lakukan tanpa merugikan pihak lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun