Semakin dewasa, Dam semakin meragukan kebenaran dari cerita-cerita ayahnya. Terlebih lagi ketika Dam mulai menempuh pendidikan di Akademi Gajah (setara SMA), Dam secara tidak sengaja menemukan cerita tentang Lembah Bukhara dan Suku Penguasa Angin di perpustakaan. Namun ketika ia menanyakan hal tersebut kepada ayahnya, ayah Dam justru marah. Hal ini lah yang membuat Dam tidak lagi mempertanyakan kebenaran cerita-cerita ayahnya.Â
Kabar buruk datang ketika Dam tengah menghabiskan tahun terakhirnya di Akademi Gajah. Ibu Dam sakit dan Dam diminta untuk bergegas pulang menemui kedua orang tuanya. Amarah Dam memuncak ketika mengetahui sosok yang paling ia sayangi ternyata telah mengidap penyakit keras sejak ia kecil. Selain karena merasa telah dijauhkan oleh fakta bahwa ibunya sakit, Dam sangat kecewa ketika mengetahui bahwa ayahnya tidak memberikan perawatan maksimal kepada ibunya selama ini.Â
Dam mendesak ayahnya untuk segera mengambil tindakan yang dapat mencegah kematian ibunya. Namun alih-alih segera meminta pertolongan rumah sakit, ayah Dam justru menceritakan bahwa ibunya telah hidup bahagia seperti ucapan Si Raja Tidur. Dam merasa muak dengan dongeng yang ayahnya ceritakan saat itu. Ia merasa ayahnya mengarang cerita dan tidak mementingkan ibunya yang tengah berada di ambang kematian, namun ayah Dam tetap bersikeras bahwa cerita dan tindakannya selama ini benar.Â
Perdebatan tak berujung antara Dam dan ayahnya mengiringi kematian Ibu Dam. Tangis Dam pecah, ia kehilangan ibunya sekaligus kepercayaan terhadap ayahnya di hari yang sama. Momen ini merupakan titik awal dimana Dam mulai membenci dongeng-dongeng ayahnya yang telah melekat dalam diri Dam.Â
Sejak saat itu Dam tidak akur dengan ayahnya. Waktu berlalu begitu cepat hingga akhirnya Dam lulus dari Akademi Gajah dan melanjutkan pendidikannya sebagai seorang arsitek di universitas ternama. Di hari tua, Dam menikah dengan Taani, teman masa kecilnya. Kemudian mereka berdua diberkahi dua orang anak bernama Zas dan Qon. Sama seperti dirinya, kedua anak Dam sangat menyukai cerita kakeknya. Namun Dam selalu melarang ayahnya untuk mengisakan dongeng-dongeng dusta tersebut.Â
Pada satu malam, Dam memergoki kedua anaknya tengah berusaha mencari tahu kebenaran dongeng ayahnya di mesin pencari internet. Hal ini membuat amarah Dam meledak dan memercikan pertengkaran hebat antara ia dan ayahnya. Dam kehilangan kendali dan bertengkar luar biasa dengan ayahnya. Â Ia secara terang-terangan menyebut ayahnya sebagai pembohong sekaligus penyebab kematian ibunya.Â
Sekali lagi, ayah Dam berkata bahwa 'ayah bukan pembohong', nemun Dam tetap tidak terima dan mengusir ayahnya. Malam yang gelap dengan deras hujan membawa rasa sesak di hati ayah Dam ke makam istrinya. Ayah Dam jatuh pingsan di samping makam istrinya. Keesokan harinya, Dam mendapat kabar kematian ayahnya. Tangisnya pecah karena pertengkaran yang ia buat semalam dengan ayahnya.Â
Namun Dam dibuat terkejut saat hari pemakaman ayahnya tiba. Ia melihat banyak layangan raksasa di langit, seperti yang ada pada cerita Suku Penguasa Angin. Bahkan di pemakaman tersebut Dam bertemu dengan Sang Kapten yang ia idolakan sejak dulu. Dada Dam semakin sesak ketika seluruh tokoh yang diceritakan ayahnya ada disana dan menceritakan betapa terpujinya Ayah Dam. Di hari pemakaman ayahnya, Dam baru menyadari bahwa ayahnya bukan lah seorang pembohong.Â
Novel  ini mengemas cerita keluarga kecil yang hangat dan tegangnya perhelatan antara ayah dan anak. Hal menarik dari novel ini ialah, pembaca disuguhi dengan dongeng-dongeng Ayah Dam di beberapa bab novel. Petualangan dari dongeng yang menarik serta alur cerita yang mengagumkan layak membuat novel ini  untuk dinikmati oleh banyak orang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H