Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

Menjadi Freelancer di Usia Dini, Kenapa Tidak?

15 Oktober 2016   22:44 Diperbarui: 16 Oktober 2016   12:34 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Hai semuanya!

 Ini adalah artikel pertama yang saya buat di KOMPASIANA dan sebetulnya ini juga kali pertama saya membuat atau menulis artikel. Maka dari itu, saya membuat artikel ini berdasarkan pengalaman saya sendiri agar saya tidak bingung harus membuat artikel seperti apa dan bagaimana saya memulainya jika bukan dari pengalaman saya. Artikel ini akan menceritakan tentang Freelancer.

Selamat membaca!

Menjadi freelancer khususnya SPG tidaklah mudah. Banyak sekali syarat-syarat yang harus dimiliki agar dapat terpilih atau lolos.

Contoh, untuk menjadi SPG X harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • Minimal tinggi 163cm
  • Rambut panjang
  • Berat badan proposional
  • Aktif
  • Tidak manja
  • Putih
  • Oriental atau Blasteran
  • Berpengalaman

Jika saya ingin menjadi SPG X, maka saya harus memenuhi kriteria di atas. Jika ada kriteria yang tidak terpenuhi, maka saya tidak lolos.

Semakin tinggi kriterianya, maka semakin besar pula fee yang di tawarkan. Fee SPG pun beragam, mulai dari Rp. 150.000, Rp. 200.000, Rp. 350.000, Rp. 700.000, hingga Rp. 1.000.000 per shiftnya. Bayangkan jika kalian baru berumur 17 tahun dan memiliki kriteria di atas. Dalam sehari kalian akan mendapatkan setidaknya Rp. 350.000 per hari. Dan jika dalam 10 hari kalian akan mendapatkan Rp. 3.500.000. Sebulan? Rp. 10.500.000

Ternyata hanya bermodal cantik, tinggi, dan tidak perlu S1 kalian bisa mendapatkan penghasilan yang cukup dan tentunya di atas UMR.

Saya akan menceritakan pengalaman pertama saya menjadi SPG.

Awal mulanya, saya tidak mempunyai niat untuk menjadi freelancer. Saya menganggap bahwa anak kecil untuk apa bekerja. Bukankah tugas saya hanya belajar, mendapat prestasi yang bagus dan meraih cita-cita? Selain itu, umur saya yang pada saat itu masih 17 tahun (kelas 2 SMA) tidak mungkin untuk menjadi freelancer. Tetapi pada akhirnya saya memutuskan untuk menjadi freelancer karena suatu alasan tertentu.

Dimulai pada teman saya, sebut saja Jessica. Jessica adalah sahabat baik saya sejak kelas 2 SD. Sayangnya, saat masuk SMA kita terpisah. Saya masuk ke SMA dan Jessica masuk ke SMK. Semenjak terpisah, komunikasi kita tetap berjalan lancar. Hanya saja waktu untuk bertemu sudah berkurang karena masing-masing dari kami sudah mempunyai teman baru.

Sabtu sore, saya dan Audry bertemu untuk melepas rindu. Kami pergi ke Ninotchka daerah Citra 6, Kalideres. Jessica yang pada saat itu sangat banyak bercerita tentang kehidupan barunya sedangkan saya hanya mendengarkan. Hingga pada saat tertentu, Jessica menceritakan bahwa temannya menjadi freelancer dan mendapatkan fee yang menggiurkan. Waktu itu, temannya Jessica adalah freelancer yang menjadi SPG di Pekan Raya Jakarta atau biasa kita kenal dengan sebutan PRJ. Kemudian Jessica mengajak saya untuk ikut menjadi SPG PRJ untuk tahun 2015. Awal mulanya saya menolak. Saya harus bertanya kepada orang tua terlebih dahulu sebelum memutuskan iya atau tidak. Walau dalam hati saya sangat ingin, tapi saya tidak boleh mendahulukan orang tua.

Saya mulai meceritakan ke Mama seperti apa yang Jessica ceritakan kepada saya. Respon Mama adalah tidak. Beliau tidak mau jika saya bekerja dan menggangu sekolah saya. Ditambah keadaan saya yang mencukupi untuk apa lagi saya bekerja. Saya membantah beliau. Saya dan Jessica mengikuti tahap proses interview untuk menjadi SPG PRJ.

Hari Kamis pada bulan April 2015, saya dan Jessica mengikuti Walk In Interview di mall Citraland. Kebetulan pada hari itu kita libur sekolah karena kelas 3 sedang melaksanakan Ujian.

Kami berpakaian Dress, memakai Heels, dan tentunya Make Up agar menambah nilai plus saat interview. Tidak lupa juga membawa CV, foto, dan foto copy KTP. Saat interview, PIC kami adalah 2 laki-laki. Gugup, deg-degan, hingga keringat dingin menghampiri kami. Jelas iya, karena ini adalah kali pertama bagi saya dan Jessica diinterview untuk menjadi SPG.

Pertama, kami diminta untuk memperkenalkan diri, pengalaman, dan menjelaskan mengapa kita mau menjadi SPG. Kemudian saya memperkenalkan diri mulai dari nama lengkap, umur, pendidikan, tinggi, berat badan, warna kulit dan warna rambut. Pengalaman? Saya hanya menjadi member Oriflame dan pernah menjadi reseller online shop. Alasan saya mengapa mau menjadi SPG adalah ingin membuat pengalaman baru dan menambah penghasilan untuk bisa ditabung. Dan proses terakhir dalam tahap interview ini adalah, saya diminta untuk role playatau memperagakan berjualan sebuah produk kepada customer. Saya teringat yang dikatakan oleh Jessica, bahwa intinya adalah saya harus percaya diri dan tidak boleh terlihat gugup agar dapat lolos. Kemudian saya melakuakan role play dengan percaya diri dan dengan suara lantang.

Setelah selesai interview, kami diminta untuk menunggu selama kurang lebih seminggu untuk mengetahui hasilnya apakah diterima atau tidak melalui SMS.

Satu minggupun berlalu. Kamis sore selepas saya latihan basket, terdapat satu SMS baru yang belum saya baca dari nomor yang tidak diketahui. Ternyata, SMS itu adalah dari PIC interview minggu lalu. Dia mengatakan bahwa saya lolos dalam tahap interview kemarin dan diminta untuk datang ke Kantor untuk melakukan tahap proses yang terakhir. Antara percaya atau tidak, saya lolos dan masuk ke tahap berikutnya. Saya bergegas pulang ke rumah dan memberitahukan kepada orang tua. Merekapun turut senang dan mendukung saya untuk menjadi SPG di PRJ.

Saya menelepon Jessica menanyakan apakah dia lolos atau tidak. Ternyata tidak. Saya ikut merasa sedih karena Jessica tidak lolos. Saya juga tidak enak hati kepadanya. Disatu sisi, saya mendapatkan pekerjaan itu dari dia. Di sisi lain, saya membutuhkan pekerjaan itu.

Singkat cerita, saya resmi menjadi SPG PRJ periode 2015. Saat itu saya menjadi SPG PT. Orang Tua Grup. Dengan fee Rp. 135.000 per shift dan mendapatkan makan. Selain itu, jika penjualaan mencapai target, maka saya akan mendapatkan insentive atau bonus sebesar Rp. 70.000. Bagi anak kelas  2 SMA, uang sebesar Rp. 135.000+Rp. 70.000 dalam sehari merupakan uang yang sangat besar. Bayangkan jika dalam sebulan, saya akan mendapatkan kurang lebih Rp. 6.000.000.

Tugas SPG hanyalah menawarkan produk kepada customer dan memberikan promo semenarik mungkin agar mereka membeli. Awalnya saya pikir mudah. Ternyata saat praktek di lapangan, sangatlah susah. Selain membujuk customer, saya harus bersaing dengan kompetitor lain.

Mula-mula, saya merasa canggung dan malu. Banyak yang saya pikirkan. Mulai dari bagaimana saya menawarkan produk ini agar dibeli customer, bagaimana saya dapat mencapai target, bagaimana jika saya ada diposisi penjualan terendah, dan yang paling utama adalah bagaimana saya menahan rasa malu.

Pekan Raya Jakarta (PRJ) buka pada tanggal 29 Mei 2015–5 Juli 2015 (38 hari). Senin-Kamis buka pukul 16.00-20.00, Jumat buka pukul 16.00-23.00, sedangkan Sabtu dan Minggu buka pukul 10.00-23.00.

Saat itu saya mendapat 33 shift dengan fee Rp. 135.000 dan ditambah insentive Rp. 70.000 sebanyak kurang lebih 5 kali. Total fee saya adalah Rp. 4.805.000

Senang karena saya mendapatkan uang sebesar itu, bangga karena saya mempunyai penghasilan sendiri dengan keringat dan jerih payah sendiri, dan tentunya bersyukur karena saya mendapat rejeki yang belum tentu orang lain dapat.

Sejak saat itu, saya sering mendapat tawaran job untuk menjadi SPG event. Variasinya pun beragam. Mulai dari fee, antara Rp.150.000-Rp. 350.000 per shift. Kemudian job-description, ada yang menjadi SPG Food&Beverage, SPG Kosmetik, SPG Rokok, SPG Elektronik, hingga SPG Automotive. Tetapi sedikit yang saya ambil karena waktunya bentrok dan tidak pas dengan sekolah.

Hingga saat ini saya sering menjadi SPG event. Baik in store maupun out store, fee kecil maupun fee besar, dan jauh maupun dekat. Semakin banyak pengalaman yang saya punya, maka saya akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan job yang lebih bagus.

Keuntungan dan Kerugian menjadi Freelancer?

Sebenarnya lebih banyak keuntungannya dari pada kerugiannya.

Keuntungan :

  • Mempunyai penghasilan sendiri

Ini jelas yang patut dibanggakan oleh kami sebagai Freelancer. Karena sejak usia dini, kita mempunyai penghasilan sendiri dimana orang lain tidak bisa.

  • Menambah pengalaman

Untuk menjadi manusia yang berkualitas, tentunya dilihat dari pengalaman pekerjaan yang dimilikinya

  • Memperbanyak relasi/teman

Selain di Sekolah atau Universitas, memperbanyak teman ternyata bisa di dunia freelancer. Kami akan saling memberitahukan infomarsi-informasi. Tidak hanya job tetapi tentang pendidikan, berita, promosi dan lain-lain.

Sebenarnya masih banyak lagi keuntungannya. Tetapi saya hanya menyebutkan point-point terpentingnya saja.

Kerugian :

  • Dipandang sebelah mata/dianggap remeh

Kami para freelancer seringkali dipandang sebelah mata. Pekerjaan yang sangat rendah dan tidak ada pendidikannya.

  • Dihujat/dihakimi

Sering sekali saya mendengar komentar buruk tentang job ini. “Kamu ngapain jadi SPG sih? Memang tidak cukup uang yang diberikan orang tuamu?”“SPG kan murahan. Kalian sering jual diri juga kan?”“Semua orang juga bisa kok jadi SPG”

  • Pendidikan ketinggalan

Mengapa saya mengatakan demikian? Karena saya sendiripun merasakannya. Pernah beberapa kali saya bolos sekolah hanya untuk menjadi SPG Event

  • Tidak ada jaminan kesehatan/keamanan

Menjadi freelancer berarti tidak ada jaminan keamanan dengan gaji tetap yang pasti kami terima seperti bekerja reguler sebagai Karyawan. Freelancer hanya akan dibayar atas job yang didapatkan

  • Tidak ada gaji tetap

Point terpenting ketika memutuskan menjadi freelancer adalah tidak ada gaji tetap. Jika semakin banyak event yang diambil dengan fee yang besar, maka akan mendapatkan gaji yang besar pula. Sebaliknya, jika sedikit event yang diambil maka akan mendapatkan gaji yang kecil pula.

Sedikit sharing, setelah lulus SMA saya memutuskan untuk tidak lanjut kuliah dan menekuni dunia SPG. Tetapi dibantah dan dilarang keras oleh kedua orang tua saya. Yang ada di dalam pikiran saya adalah, “Sekarang saja saya sudah mempunyai penghasilan. Dimana penghasilan itu di atas UMR, yang bisa mencukupi bahkan lebih dari cukup bagi saya. Jika saya kuliah dan nantinya saya bekerja, akankah gaji yang saya dapat bisa melebihi gaji SPG saya sekarang atau bahkan di bawah gaji SPG saya sekarang?”

Akhirnya saya melanjutkan kuliah saya di Universitas Katolik Atma Jaya mengambil jurusan Akuntansi.

Itulah pengalaman saya menjadi Freelancer SPG. Saya harap artikel ini bermanfaat untuk kalian yang membaca dan kalian termotivasi untuk menjadi Freelancer.

Find me on:

Line             : agnes_milda

Snapchat      : agnesmilda

Instagram     : agnesstefani

 Best Regards,

Eufrasia Agnes Milda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun