Mohon tunggu...
Rezita Agnesia Siregar
Rezita Agnesia Siregar Mohon Tunggu... -

Jangan menjelaskan tentang dirimu pada siapapun. Karena yang menyukaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu. (Ali bin Abi Thalib)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Nikah Usia Pantas untuk Generasi yang Berkualitas

15 Agustus 2016   16:51 Diperbarui: 16 Agustus 2016   09:46 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

“Menikahlah disaat yang tepat, di tempat yang tepat dengan orang yang tepat.”

-Unknown-

Menikahlah di waktu yang tepat, karena pernikahan bukanlah kompetisi dalam memperlombakan siapa yang lebih dulu menikah. Menikah membutuhkan persiapan yang matang. Menikah bukan hanya menyatukan dua kepala namun menyatukan dua keluarga. Maka persiapkanlah!

Pernikahan merupakan salah satu tujuan dari setiap manusia. Ada yang mempersiapkannya secara matang, ada juga yang mempersiapkannya secara “gamblang”. Untuk yang mempersiapkannya dengan matang, sudah pasti adalah orang-orang yang menikah di usia ideal. Berbeda dengan yang mempersiapkannya dengan gamblang, adalah orang-orang yang menikah di usia muda atau lebih gamblang disebut pernikahan dini.

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja berumur di bawah 20 tahun, yang seharusnya di umur yang masih sangat belia, mereka menikmati masa mudanya dengan prestasi dan karir. Menikah seharusnya dilakukan saat usia sudah ideal yaitu di atas 25 tahun untuk pria dan di atas 20 tahun untuk wanita.

Mengapa menikah harus di usia idel? Jika sudah merasa siap, why not? Ini menjadi pertanyaan para anak muda yang gencar mengkampanyekan nikah muda. Padahal, di usia dini tersebut akan rentan terjadi resiko kehamilan. Seperti  keguguran, persalinan premature, kematian ibu muda yang belum matang usianya.

Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA) tahun 2010, Indonesia merupakan negara ke-37 dengan jumlah pernikahan dini terbanyak di dunia pada tahun 2007. Untuk level ASEAN, tingkat pernikahan dini di Indonesia berada di urutan KEDUA terbanyak setelah Kamboja.

Berkenaan dengan itu, survey WHO (World Health Organization) pada tahun 2012 membuktikan bahwa dari 16 juta remaja perempuan yang melahirkan setiap tahun diperkirakan 90% sudah menikah dan 50 ribu diantaranya telah meninggal. Resiko Kematian ibu dan anak 50% lebih tinggi dialami oleh ibu yang melahirkan pada usia di bawah 20 tahun dibandikangkan dengan ibu yang melahirkan pada usia di atas 20 tahun.

Dari data UNPFA (United Nations Fund for Population Activities) pada 2010, 15-30% persalinan untuk usia dini dengan komplikasi kronik seperti kerusakan berupa kebocoran urin atau terdapatnya feses pada rongga vagina. Kerusakan organ kewanitaan tersebut rentan terjadi pada wanita usia kurang dari 20 tahun yang telah melakukan hubungan seksual.

Untuk mencapai target penurunan Angka Kematian Ibu, yakni 102 per 100 ribu pada 2015 menjadi semakin sulit untuk dicapai, akibat melonjaknya kasus pernikahan dini di Indonesia. Angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi salah satunya disebabkan usia ibu terlalu muda sehingga terjadi perdarahan atau abortus oleh karena anatomi tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan sehingga dapat terjadi komplikasi.

Menurut BkkbN pada 2011, faktor yang mempengaruhi usia menikah muda adalah faktor sosial, ekonomi, budaya dan tempat tinggal (desa/kota).

Alasan yang Berkembang tentang Pernikahan Dini:

  1. Kebutuhan ekonomi, alasan seorang perempuan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dilakukan dengan menikah. Misalnya seorang perempuan yang perekonomiannya rendah dengan mudah mau menikah dengan pria yang mengajaknya menikah berharap akan mendapatkan penopang hidup yang lebih baik.
  2. Seks bebas pada remaja dan hamil di luar nikah. Menikah menjadi ajang ikut-ikutan bagi para remaja. Oleh karena itu pernikahan yang terpaksa dilakukan karena hamil diluar nikah pun tak mampu terelakkan. Itu dikarenakan pergaulan sosial yang semakin tidak terarah.
  3. Pernikahan yang diatur dan kultur nikah muda, menikah bagi sebagian orangtua menjadi ajang perjodohan yang membudaya. Menikahkan anak pada usia dini dikarenakan orangtua khawatir anaknya menjadi perawan tua.
  4. Pendidikan rendah, di kawasan pedesaan, Tidak sedikit dari orangtua yang minim pendidikannya rentan menikahkan dini anak perempuan mereka. Hal ini dikarenakan pemikiran orangtua yang menganggap seorang perempuan hanya bertugas melayani suami dan anak. Tidak perlu pendidikan tinggi karena ujung-ujungnya juga akan mengurusi dapur. Maka dari itu diperlukan pemikiran dan lingkungan yang baik untuk mengkampanyekan nikah di usia yang pantas dan ideal.

Akibat dari pernikahan dini

Hal yang mencolok dari dilakukannya pernikahan dini adalah perceraian. Seperti yang terjadi baru-baru saja di lingkungan rumah saya, Miftahul yang masih berusia 18 tahun, memutuskan untuk menikah setelah selesai menamatkan Sekolah Menengah Pertamanya. Menurut pemikirannya, jika sudah ada yang pria yang melamar, mengapa tidak diterima?

Satu tahun pernikahan mereka, terjadilah kekerasan dalam rumah tangga. Dikarenakan masalah ekonomi, hal tersebut kemudian diadukan sang istri kepada ayahnya, yang berujung pertengkaran antar ayah mertua dan menantu. Hingga kini, kasus pertengkaran yang berujung penganiayaan ini masih berlangsung sidang di Pengadilan Negeri Medan. Bahkan yang sangat disayangkan kedua belah pihak antar mertua dan menantu ini masih mendekam di penjara menunggu keputusan sidang.

Yang perlu diketahui adalah pernikahan dini mereka berlangsung sejak perkenalan yang hanya terjadi dua minggu. Sangat disayangkan, di usia yang masih sangat belia, mampu mempercayai orang lain yang baru dikenal untuk menikah.

Nah, itu hanya satu dari dampak negatif dari pernikahan dini. Masih banyak dampak negatif lain seperti Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi (Kespro) yang sudah saya bahas di awal tadi.

Berbanding terbalik dengan menikah di usia ideal. Menikah di usia ideal membuktikan bahwa di usia di atas 20-25 tahun memiliki tingkat kedewasaan yang lebih tinggi, yang bisa meminimalisir tingkat pertengkaran di dalam rumah tangga. Di usia tersebut juga merupakan usia yang sudah sangat pantas dalam hal pendidikan dan karir, yang jelas sudah lebih baik daripada remaja dini. Orangtua dengan pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang baik pula. Dengan begitu keharmonisan di dalam rumah tangga akan tetap terjaga.

Maka dari itu, Yuk Jadi pemuda yang ikut andil dalam kemashlahatan negeri sendiri, berprestasi juga berpendidikan. Berkompetensi dan berkarakter dengan merencanakan pernikahan secara matang di usia yang pantas untuk generasi yang berkualitas dalam meraih masa dengan cemerlang. Nikah tanpa rencana jadi bencana, Generasi Berencana jauh dari sengsara. Yang muda yang berencana.

Facebook: Rezita Agnesia Siregar

Twitter: @agnesiarezita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun