Mohon tunggu...
Agnes Emalisa
Agnes Emalisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pengajar

Still learning about the social culture of society in relation to the art of music.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradoks Kegagalan atau Kesuksesan

9 Januari 2025   08:56 Diperbarui: 9 Januari 2025   08:56 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Perbaikan dalam segala bidang dilatarbelakangi oleh ribuan kesalahan kecil, dan besarnya kesuksesan anda berdasat pada berapa kali anda gagal melakukan sesuatu. Jika seseorang lebih baik daripada anda mengenai sesuatu hal, sepertinya itu karena dia telah mengalami kegagalan lebih banyak daripada anda. Jika seseorang lebih buruk dari anda, sepertinya itu karena dia belum mengalami semua pengalaman belajar yang menyakitkan seperti yang anda rasakan.

Menghindari kegagalan adalah sesuatu yang kita pelajari nantinya dalam kehidupan kita. Saya yakin itu banyak disumbangkan oleh sistem pendidikan kita, yang menilai dengan ketat berdasarkan kinerja dan menghukum mereka yang tidak menunjukan performa yang baik.  Kemudian peran media mengekspose kita dengan kesuksesan namun tidak menampilkan ribuan juta jam praktik yang monoton dan membosankan yang dibutuhkan untuj mencapai hal tersebut.

Sebagian dari kita berhasil meraih suatu posisi untuk mengkondisikan kita untuk takut gagal, untuk menghindari kegagalan secara naruliah dan hanya terpaku pada apa yang ada di depan kita atau hanya pada bidang yang sudah kita kuasai. Ini membatasi dan menghambat kita. Kita hanya bisa benar-benar sukses kalau kita ada dibidang yang memungkinkan kita untuk rela gagal. Jika kita tidak bersedia untuk gagal, kita pun tidak bersedia untuk sukses.

Ketakutan untuk gagal, kebanyakan datang dari salah pilih nilai-nilai buruk. Contohnya kita mengukur diri dengan standar "membuat siapa saja menyukai kita". Otomatis kita akan menjadi cemas, karena kegagalan 100% ditentukan oleh tindakan orang lain, bukan tindakan saya. Kita tidak memiliki kendali karena penghargaan diri saya ada pada belas kasihan penilaian orang lain

Alasan Picaso sama persis dengan alasan mengapa, sebagai lansia. Dia bahagia mencoret-coret tisu sendirian di kafe. Nilai paling mendasar dihidupnya adalah menjadi sederhana dan rendah hati. Dan itu tidak ada ujungnya. Ini adalah nilai yang dimaksud dengan "ungkapan yang jujur". Dan inilah yang mebuat kertas di tisu tersebut sangat bernilai. (Sebuah seni untuk bersikap bodo amat, Mark Manson)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun