Cimahi, 2017
Di kota itulah Penulis Mimpi itu lahir. Menjadi debut pertama sebuah keberanian. Sebagai caranya memberontak sebuah rasa tak acuh. Hobi menulisnya pernah mati suri. Saat kesibukan mengharuskan ia, memendam segala imajinasi.Â
Hingga saatnya, sebuah pintu kesempatan terbuka lebar. Di bulan Ramadan dua tahun lalu. 99 judul puisi berhasil ia selesaikan dalam 29 hari. Bukan ingin menyombongkan diri. Ia hanya ingin menantang dirinya. Setelah berbagai event kepenulisan ia ikuti. Maka mungkin di bulan Juni 2017 itulah saatnya ia berani melahirkan karyanya sendiri. Utuh. Hanya berisi dari buah imajinasinya.
Di sebuah penerbit indie bernama PPMPI Publisher, si biru itu lahir. Menjadi yang membuatku bangga. Ternyata aku mampu mewujudkan sebuah keinginan. Meskipun tak banyak yang peduli. Tetapi Penulis Mimpi mampu singgal di beberala pecinta sastra dan kawan-kawan baij, yang rela menjadi pembaca pertama.Â
Penulis Mimpi, bukan lagi sebuah angan semu yang biasanya tak berani kuwujudkan. Aku terlalu takut akan berbagai penolakan. Tetapi melalui buku ini aku membuktikan. Ketakutan itu harus aku taklukan. Dan ternyata menulis buku itu, cukup membuat ketagihan.
Ah, aku hanya ibu rumah tangga biasa. Yang senang menulis sejak masih sekolah dasar. Di kala aku remaja, lingkungan tak mendukungku untuk mengembangkan hobiku itu. Berbeda dengan anak-anak zaman sekarang. Tetapi bukankah terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali. Dan terus dihantui rasa penasaran.Â
Maka siapa saja, menulislah. Ia bukan lagi sekedar mimpi. Siapa saja bisa menjadi penulis. Asalkan murni karya sendiri. Jangan pernah tergoda untuk menjadi seorang plagiat.Â
Hargailah dirimu. Maka akan begitu pula orang lain memperlakukanmu.Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H