Teringat kalimat sarkas dosen yang mengomentari makalah teman "semakin orang bingung baca tulisanmu, berarti tulisanmu makin ilmiah." Pujian tadi diteruskan dengan kalimat lain "saking ilmiahnya, saya juga bingung kamu sebenarnya sedang mbahas apa to?" Note: Dosen tersebut adalah Guru Besar.
Di lain waktu, dosen itu bilang gini "Tanda kamu expert tentang sesuatu adalah ketika kamu menyampaikan hal tersebut ke orang lain dengan bahasa yg sederhana".
Tadi pengantar saja ya. Next, dari sedikit pengalaman saya dibeberapa tempat kuliah, ada beberapa tipikal dosen, yang pasti ada di kampus. Sebentar saya ingatkan, ini hasil penelitian tidak ilmiah, jadi sama sekali tidak bisa dijadikan acuan dasar. Ini dari perspektif pribadiku saja.
1. Tipe dosen dengan tingkat keilmuan pas-pasan, ada beberapa ciri-cirinya:
a. Memberi nilai pelit
b. Absen itu mutlak
c. Textbook
d. Killer
e. Minim karya tulis
f. Rajin di kampus
2. Dosen dengan tingkat keilmuan super saiya, cirinya kebalikan dosen pas-pasan:
a. Murah nilai
b. Absen bebas
c. Asyik
d. Karya banyak
e. Susah dicari
Coba deh perhatikan, dosen yang selera humornya baik, murah senyum, wajahnya selalu cerah, dan seterusnya biasanya dosen itu pintarnya luar biasa. Dosen yang lebih menghargai perbedaan pendapat dan berpikiran terbuka terhadap hal-hal baru pasti bukan dosen yg pas-pasan, saking luasnya ilmu yang dia miliki.
Jika sedang kuliah, keluar dari mulut beliau segala buku A-B-C smpe buku mbuh opo ramudeng. Semua tokoh disebut, sampai yang belum pernah kita dengar pun ada.
Penyakit dosen-dosen hebat ini cuma satu yaitu, kalo pengen ketemuan susahnya setengah mampus, keluar mulu, ada aja acaranya (Kalo dapet bimbingan skripsi dosennya model gini siap-siap butuh mukjizat dewa ngadepin kesabaran). Wong ditemuin aja susah, kapan rampung skripsine kan?
Wis lanjut lagi, aku jadi ingat 6 tipe komunikasi dlm Al-Qur'an: Qaulan Sadida, Qaulan Baligha, Qaulan Ma’rufa, Qaulan Karima, Qaulan Layina dan Qaulan Maisura. Kamu cuma bisa Qaulan Sadida? Ngomong keras, kasar, hobi ngasih cap dan merasa diri paling benar? Mending ngaji iqra lagi sana, berarti ilmumu belum luar biasa.
Masalah utamanya, mereka yang ilmunya pas-pasan cenderung kurang bisa praktek memilih 6 cara berkomunikasi tadi, sedangkan tipe dosen hebat tadi bisa. Mereka yang gelarnya bederet, tapi bisa memilih diksi kalimat yang pas saat dengan rekan sejawat, mahasiswa, masyarakat biasa, dan seterusnya itu baru hebat.
Situ doktor, tapi ngomong hermeneutika sama petani, nyebut-nyebut nama Josep Sacht Nietzsche saat ngisi pengajian? Mending nyangkul sajalah pak.
Luasnya keilmuan yangg dimiliki seseorang, akan seiring dengan keterbukaan pikiran dan penerimaan orang tersebut terhadap perbedaan. Ternyata kita belum tau apa-apa.
Waktu sedang observasi ilmiah ke sebuah desa, dosen pernah berpesan: "Kamu kan kuliah, lawan bicaramu mungkin petani biasa yang pendidikannya paling tinggi hanya SMA. Maka sebaiknya kamu yang turun menyeseuaikan bahasamu, jangann bapak itu yang disuruh naik, konslet dia."
Seorang Dosen (Guru, Pengajar, name it) yang tidak pas-pasan akan bisa memahami segala perbedaan tersebut. Dia mengajar untuk memahamkan dan membimbing bukan sekedar memberikan ilmu yang berujung nilai di atas kertas.
Andai semua guru ataupun dosen memiliki tipikal hebat seperti itu, sudah tentu apa yg dikhawatirkan, Roem Topatimasang bahwa "Sekolah Itu Candu", bisa diminimalisir. Karena para terdidik lambat laun akan merubah paradigmanya sesuai pemahaman yang dimiliki.
Â
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H