Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Renungan Muda, Pelajaran dan Nilai-nilai Kehidupan

14 November 2016   21:29 Diperbarui: 14 November 2016   23:07 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf ya nek banyak kerupuk yang rusak." Sembari memasukkan kerupak temanku berujar pelan.

"Tidak apa nak." Ia membalas dengan senyum.

"Nenek kok bisa cepat sekali membungkusnya sih? Dan terlihat masih kuat sekali." Ujar salah seorang teman wanita.

"Mungkin sudah terbiasa melakukan semua ini nak. Dahulu nenek juga seperti kalian, tapi makin lama sudah biasa." Balas nenek dengan halus.

"Nenek kan sudah tua dan sudah tinggal seorang diri, kenapa nenek tidak ikut anak nenek saja?" Temanku bertanya kembali.

"Aku tidak ingin merepotkan anakku nak. Aku masih bisa melakukan semuanya tanpa harus merepotkan anakku walaupun dengan segala keterbatasan. Asal aku mau bekerja aku pasti bisa makan, yang terpenting anakku dan cucuku bahagia disana." Nenek membalas lembut, senyum tulus terpancar dari mimik wajahnya.

Hatiku langsung bergetar seketika mendengar jawabannya. Ingin sekali ku ceritakan padanya keadaan generasi kami saat ini. Namun aku merasa sangatlah malu dengannya.

Dalam batin aku melirih, nek kehidupan kami saat ini sangatlah enak. Dengan segala fasilitas yang diberikan orang tua membuat kami menjadi terlena. Kami tidak tahu hakikat perjuangan dan kerja keras seperti yang kamu miliki saat ini. Kami lebih senang bermain, menghabiskan uang, dan melakukan apapun demi kesenangan. Kami bisa melakukan semua itu karena hasil meminta dari orang tua kami. Pun terkadang kami memaksa orang tua untuk bisa memenuhi segala yang kami inginkan. Tanpa tau bagaimana perjuangan yang mereka lakukan demi kebahagiaan kami.

Kamu tau nek, generasi kami lebih senang menunggu dan meminta. Kami tidak tahu bagaimana cara menghasilkan uang seperti apa yang nenek lakukan. Toh seandainya ingin bekerja, kami selalu menjagakan dari orang tua kami. Entah diberikan modal olehnya, menunggu kabar dari rekan atau koleganya untuk dimasukan kerja, ataupun meneruskan usaha yang sudah dilakukannya.

Bukankah itu lebih simpel dan enak nek? Kami memilih itu semua karena tidak mau repot dan capek.

Angin semilir mulai bertiup. Perlahan masuk ke dalam tubuh menyentuh hati. Air mata mulai membendung. Ku tatap rembulan di langit yang masih meredup. Aku masih terdiam menghadap langit dan terus berkontemplasi. Sembari menceritakannya pada diary.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun