Namaku Puspa, aku adalah seorang murid baru di sekolah ini. Menjadi seorang murid yang baru di sekolah ini membuatku mendapatkan perhatian lebih dari banyak murid. Terutama para cowok yang berusaha mendekat dan ingin berkenalan denganku. Karena tidak ingin dikatakan sombong akupun menerima perkenalan dari mereka.
Hari demi hari kulewati dengan biasa saja. Hingga akhirnya banyak orang yang mencoba melanjutkan berhubugan denganku yang lebih serius. Semakin banyak ajakan beberapa orang semakin membuatku justru menghindar dari mereka. Dari awal sudah berkomitmen untuk selektif untuk berkenalan atau menjalankan hubungan dengan orang lain, apalagi aku baru mengenalinya.
Sampai suatu ketika aku tidak mengerti mengapa perasaan itu tiba-tiba muncul. Zam seorang lelaki berbadan gempal menarik perhatianku. Bukan seorang remaja yang tampan ataupun memiliki banyak uang, melainkan memiliki kepribadian yang memang pantas dikatakan sebagai seorang lelaki. Dia sendiri duduk tepat dibelakangku. Dikelas terlalu berisik dan cenderung suka jail kepada orang lain. Namun dibalik kejailannya rupanya dia adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab..
Beberapa kali ia ku ketahui selalu membuat masalah dengan orang lain namun dia mempertanggung jawabkan seluruh perbuatannya. Dia tidak lari ataupun mengelak dengan apa yang sudah diperbuatnya. Pernah aku memiliki masalah dengannya ketika saat itu pelajaran seni rupa. Kami sekelas diminta untuk membuat kerajinan dari kaleng biskuit untuk dihias dengan cat air.
Saat kepunyaanku sudah selesai aku menjemurnya di depan kelas, tepat di bawah sinar matahai. Beberapa saat kemudian aku kembali untuk mengambil kaleng yang tadi ku keringkan, betapa kagetnya ketika aku tahu ternyata kaleng Zam berada di tempatku, sedangkan kepunyaanku dipindahkannya ke tempat yang lain. Aku jengkel dengan hal demikian sehingga aku melempar kepunyaanku langsung ke arahnya dan seketika aku meninggalkannya pergi ke kamar mandi untuk meluapkan kekesalannya.
Di temani oleh seorang sahabatku vera dia mencoba untuk menghiburku pelan.
"Sudahlah pus Zam memang seperti itu orangnya." Seru vera sembari mengelus rambutku dengan halus.
"Tapi ini keterlaluan ver, gabisa didiamkan terus orang seperti ini." Aku menyeringai datar dengan intonasi suara yang keras.
Vera tersenyum ke arahku seolah-olah tidak terjadi apa-apa denganku. Â Mungkin benar aku yang salah hingga sampai terpancing marah sedemikian. Namun memang ini adalah puncak kemarahanku kepadanya. Tidak pernah ada cowok yang mencoba untuk berbuat demikian kepadaku. Namun dirinya bukan siapa-siapa justru berbuat demikian kepadaku.
"Dia memang seperti itu orangnya Pus. Percayalah dia tidak akan mungkin jahat kepadamu." Vera mencoba meluluhkan hatiku.
Sudah puas meluapkan emosi dan berteriak di kamar mandi segera kubasuh wajahku dengan air. Mengelapi seluruh permukaan wajah demikian. Dari dahi hingga telingaku. Semua terasa lebih segar dan sejuk dan segera kembali aku kelas.