Mohon tunggu...
Agita Bakti Wardhana
Agita Bakti Wardhana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa kelontong bodoh, pemalas, tukang modus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Arti Sebuah Nama

4 September 2016   13:31 Diperbarui: 5 September 2016   15:44 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang indah disertai hembusan angin silir lewat di udara, juga pemandangan langit yang sangat cerah. Terdengar suara ayam berkokok dengan lantang dan keras, tidak hanya itu burung burung juga tak mau kalah ia hinggap di ranting pohon hingga kabel yang ada di tiang tiang jalan sambil bernyanyi dan menari.

Perlahan lihat ke atas matahari mulai menampakkan diri dari langit sebelah timur dengan bentangan cakrawalanya yang indah. Bintang – bintang yang sebelumnya Nampak bersinar terang mulai menghilang begitupun dengan bulan. Keduanya harus mengalah dengan matahari yang sudah berotasi.

Dari balik jendela rumah sakit terpancar sebuah kebahagiaan untuk sepasang suami istri. Mereka sedang berbahagia karena kedapatan akan mendapatkan buah hati yang selama ini mereka tunggu, maklum semenjak pernikahannya yang sudah menginjakkan 10 tahun mereka baru diberi kesempatan kali ini untuk mendapatkannya, ini adalah anak pertama mereka sekaligus terakhir. Karena setelah ini mereka sudah tidak memiliki anak lagi.

“Sabar ya istriku, nanti akan di lakukan operasi untuk mengeluarkan bayi kita.” Sang suami mencoba menenangkan keadaan.

“Iya suamiku.” Dengan sedikit menahan sakit karena sudah terasa sekali bayi yang ada dalam kandungannya akan segera keluar.

“Ahhhhhhhhhhhhhhhh,” Sang istri mengerang keras.

“Kenapa istriku?” Sang suami menatap

Panggil dokter, aku sudah tidak kuat.

“Baik-baik tunggu sebentar ya.”

Segeralah suami itu bergerak kemudian berlari menuju ruang dokter dan tidak sabar karena khawatir akan kondisi istrinya kali ini.

“Dok cepat istri saya berteriak teriak.” Ujarnya dengan sangat panik

“Baik pak, ayo segera kita kesana.” Sang dokter bergegas sembari membawa alat seadanya menuju ruang yang ditujukan.

Sesampainya dikamar melihat keadaan pasiennya ia langsung berujar lembut. “Pak sebaiknya operasi segera dilakukan, ini sudah mencapai titik dimana bayi sudah siap untuk dikeluarkan walaupun terbilang masih 8bulan.”

“Baik pak lakukan yang terbaik.” Balas sang suami dengan sedikit tenang.

Segeralah sang istri dibawa ke ruang operasi guna menjalani sesar. Sang suami hanya bisa pasrah dan berdoa semoga operasinya berjalan dengan baik dan lancar. Setelah berdoa dan merenung terdengar suara bayi menangis dari ruang operasi. Pria itupun bangun dan melihat dari kaca apa yang terjadi, tidak lama dokter keluar dan bilang.

“Selamat pak, bayi anda perempuan dan operasi berjalan lancar.”

“Terima kasih dok .” jawabnya sembari tersenyum penuh kebahagiaan.

Sambil meneteskan air mata bahagia tidak henti hentinya pria itu menyebut dan mengagungkan asman-Nya guna mengucapkan syukur atas karunianya. Segeralah ia masuk ke dalam ruangan tersebut dan melihat, namun masih belum bisa karena masih membutuhkan perawatan sampai benar benar sembuh.

Tidak lama sang istripun dibawa keruang rawat dan bayinya pun demikian, namun sang istri belum sadar masih pengaruh obat biusnya. Seketika ia sadar dan mendapati suaminya sedang menggendong seorang bayi.

“Suamiku apakah itu anak kita?” Tanya istri yang masih lemas.

Sang suami kaget dan langsung menoleh kebelakang.

“Iya ini anak kita wahai istriku.” Jawabnya dengan sumringah.

“Coba kesini aku ingin melihatnya.” Sang suami lekas segera membawa bayinya untuk ditunjukkan pada sang istri.

Ia seorang Perempuan dan sangat cantik seperti ibunya, tetapi lebih cantik ini karena hidungnya mancung. (sambil menggoda sang istri)

“Cantik sekali anak ini suamiku, apakah kau sudah mempersiapkan nama untuknya?” Tanyanya dengan lembut.

“Ya, aku sudah menyiapkan namanya untuknya.”

Siapa, siapa? Dengan nada intonasi yang tidak sabar sang istri bertanya kepada suaminya.

“Nurul Merah Rahayu.”

“Apa arti dari nama itu suamiku?” Tanyanya dengan bingung.

Nurul yang berarti cahaya dalam bahasa arab, serta Rahayu dari bahasa sansekerta yang berarti selamat, tentram nan cantik. Semua dipadukan menjadi satu, cahaya merah yang cantik akan menentrami jiwa dan raga kita. Ketika kita mendapatkan sebuah masalah dan ujian pastinya akan lebih tenang dengan cukup menatap wajah anak kita karena penuh dengan cahaya yang terang.

“Bagus sekali suamiku, aku setuju dengan usulan namamu itu.” Jawabnya dengan senyum menerima usulan dari suaminya.

*

Lima tahun berlalu, berbagai masalah mulai datang menerpa keluarga yang baru bahagia tersebut. Dari mulai usaha bisnisnya sang bapak yang terus turun dan menuju kebangkrutan hingga tidak cukupnya kebutuhan keluarga. Sampai suatu ketika sang istri marah di ruang tamu ketika suaminya baru saja pulang.

“Pak, kalo gini terus kita bisa mati tidak makan pak.” Ujar sang istri dengan kasar.

“Sabar bu, bapak juga lagi pusing.” Balasnya dengan intonasi yang tinggi.

“Sabar terus, sampai kapan pak sampai kapan?” Dengusnya makin kesal mendengar jawaban suaminya yang demikian.

Sang suami langsung naik pitam dan langsung mendekati istrinya untuk memaki ataupun menamparnya. Namun seketika Merah berlari melihat kedua orang tuanya yang sedang bertengkar tersebut, ia mendekat dan berada ditengah kedua orangtuanya.

"Bapak, ibu kenapa kok marah-marah? Kan tidak enak di dengar tetangga, lagipula kalo marah-marah itu bukan hal yang baik." Merah berseru sembari menengadahkan kepala ke atas.

Tiba-tiba sepasang suami istripun langsung terenyuh mendengar apa yang dikatakan anaknya. Ia langsung jatuh dan memeluk Merah dengan sedikit meneteskan airmata.

“Nak, tidak salah bapak dulu memberimu nama demikian.” Ujarnya dengan sendu “disaat seperti ini kamu mampu menenangkan jiwa bapak. Terimakasih ya nak.”

Suami istri itu pun memeluk anaknya dengan erat sembari meneteskan air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun