Aku tidak tahu harus berbuat apa, dan tidak mengerti bertindak bagaimana. Kecuali hanya rintihan ini yang ingin kuceritakan diatas nisanmu, seluruh pengabdian dan pengorbananmu melahirkanku kuhargai. Bahkan aku mensyukuri segala nikmat yang kudapatkan dari ala mini, karenamu aku terlahir dan mampu menatap dunia yang penuh dengan ilusi seperti ini. Aku merasakan luka dan duka yang mendalam, tetapi aku mampu mengerti bahwasanya ini semua adalah sebuah kehendak dan perjuangan agar kelak keabadianku sampai pada titik yang sempurna."
Suaranya semakin sendu menangis pilu. Air matanya terus menerus mengalir sembari memeluk erat nisan makam sang ibu. Langit semakin gelap, awan hitam menyaput angkasa. Kilat memotret dengan cantik, seketika petir menggelegar. Wanita itu masih menangis di atas pusaran lahat sang ibu, sembari menanti jawaban dari ibu akan permasalahan kehidupannya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam event bulan kemanusiaan rtc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H