"Kenapa aku harus terlahir seperti ini? Tidak bisa berbicara seperti orang lain? Kenapa? Apakah tuhan membenciku? Apakah tuhan senang dengan keadaanku saat ini? Keadaan dimana aku hidup tersiksa secara bathin." Tinta pena telah menyambar kertas kosongku malam ini. Sebuah curhatan kecil kusisipkan dengan bahasa yang cukup sarkatis sebagai bentuk protesku kepada tuhan. Dari beranda rumah ini pandanganku langsung seketika kuarahkan pada langit luas sembari merintih dalam hati.
Malam gelap tersaput awan. Bintang-gemintang tumpah mengukir angkasa menyebar membentuk formasi. Bulan setengah lingkaran terlihat anggun. Cahayanya yang sedikit redup namun penuh keelokan dan menawan membuat mata ini tidak bisa berkedip. Semua yang kulihat nampak sempurna dan elok. Dengan berbagai bentuk dan kemampuan masing-masing mereka menjadi lebih berguna.
Sedangkan aku? Tidak ada yang bisa diharapkan. Dengan berbagai macam tulisan dan lukisan yang kugambar bukanlah sebuah karya. Semua merupakan bentuk protesku kepada Tuhan tentang kesalahan menciptakanku yang demikian.
Menatap jalan diluar sembari duduk tiba-tiba seseorang dengan mengenakan pakaian hitam putih terlihat berjalan dan ingin melintas di depan rumahku. Wajahnya sudah tua dan rambutnya memutih. Siapalah dia aku tidak peduli. Ketika berada tepat depan rumahku ia membelokkan arahnya menuju tempatku duduk. Aku yang sedang duduk diatas kursi terkaget ketika melihatnya.
“Malam nak.” Dia menegurku pelan.
Aku membalas tegurannya dengan mengangguk santai. Karena aku tidak bisa bicara jadi hanya bisa mengangguk.
“Bolehkah saya duduk nak?”
Aku terdiam seribu bahasa tidak memberikan jawaban menunduk atau menggeleng. Namun dengan cepat dan terpogoh-pogoh iya langsung menghampiriku dan duduk disampingku. Kedua tongkatnya diletakkan di samping sembari didirikannya.
“Lelah nak mau meneruskan jalan sebentar istirahat dahulu.”
Lagi-lagi ia terus bicara dan aku tidak bisa menjawabnya. Tidak ada juga tanggapan dariku kecuali hanya bingung menatapnya. Seorang lelaki tua dengan akrabnya mencoba mengajak berbicara. Namun sangat disayangkan aku tidak bisa menjawabnya.
“Kamu kenapa nak? Kok diam saja.” Serunya halus sembari tersenyum ke arahku.
Kuberikan selembar kertas yang baru saja aku tulis. Mungkin dengan tulisanku demikian lelaki tua ini akan mengerti mengapa gerangan sedari tadi aku tidak dapat bicara.
“Bulan itu nampak indah sekali nak. Cahayanya sungguh anggun dan menawan memanjakan mata siapa saja yang mau menatapnya.” Ia berseru pelan ketika baru saja selesai membaca tulisanku.
Aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan kakek tersebut. Langsung saja kuarahkan pandanganku pada rembulan dilangit. Dan memang nampak terlihat anggun dan menawan cahayanya walaupun hanya setengah lingkaran.
"Dengan keadaan bulan yang tidak sempurna ia selalu berusaha untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Tidak pernah mengeluh, tidak pernah bersedih, dan tidak pernah mencoba untuk menghindar dari tanggung jawabnya yaitu bersinar dalam gelapnya malam.” Serunya datar kepadaku sembari menatap langit.
Seketika itu aku bersedih dan menangis menatap rembulan setengah lingkaran. Aku sadar dengan keadaanku saat ini yang sering menghardik kehendak-Nya. Beberapa kali aku selalu menyumpah dalam hati tentang nasib burukku saat ini. Tidak mengetahui nasib yang lebih buruk dengan keadaanku saat ini.
Bulan yang tidak sempurna berusaha keras untuk mengeluarkan cahaya yang indah. Sedangkan aku yang hanya tidak bisa berbicara dan mendengar mengeluh tanpa memberikan sesuatu yang lebih baik untuk kehidupan. Kupandangi terus bulan setengah lingkaran tersebut menatapnya kembali dan berpikir dalam hati.
Rasanya aku menyesal dengan sikap yang kulakukan saat ini. Semua bentuk protesku rasanya berakhir sudah. Tidak ada lagi bentuk protes yang akan kutumpahkan dalam berbagai tulisan dan keluh kesahku. Aku berusaha untuk bersyukur dengan keadaanku saat ini. Berusaha, berjuang, bekerja keras untuk merubah segalanya yang sudah ditakdirkan untukku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H