Mari kita mulai cerita kali ini dengan sebuah pertanyaan: Mungkin nggak sih kita berhenti menggunakan plastik?
Selama ini plastik seakan menjadi ‘musuh utama’ umat manusia. Jutaan sampah plastik yang tak dapat terurai menumpuk di daratan, mengalir dari hulu-hulu sungai ke lautan, mencemari bumi, merusak lingkungan. Plastik-plastik ini adalah plastik yang sama-sama kita hasilkan.
Tak ada tangan manusia yang tak luput dari beban tanggung jawab keberadaan sampah plastik yang kian menggunung ini.
Sebelum ada jari-jari yang saling menunjuk dan menuding, mari kita sama-sama menarik nafas dalam diam terlebih dahulu. Ada pepatah yang mengatakan bahwa ketika Anda menunjuk sesuatu maka keempat jari anda akan mengarah pada diri anda sendiri.
Buka mata, kemudian amati, berapa banyak plastik di sekeliling kita?
Saya sendiri mulai menghitung.
Tumbler mahal yang saya beli untuk mengurangi konsumsi plastik dalam botol kemasan air mineral? Plastik. Tempat makan warisan ibu yang dulu biasa menjadi rumah dari bekal mi instan saat pergi ke sekolah? Plastik. Saya sedang berbicara kepada anda melalui perantara sebuah kotak plastik, dengan tulisan yang dirangkai dari tuts-tuts papan ketik yang terbuat dari plastik.Â
Besar kemungkinan anda sedang membaca tulisan ini dari gawai yang terbuat dari plastik. Saya dan anda tak lepas dari plastik tanpa menyadari seutuhnya bahwa hampir semua benda yang kita miliki sekarang terbuat dari plastik.
Pertanyaan saya berubah, akan pergi ke mana benda-benda ini saat saya tak membutuhkannya lagi?
***
Sebagai seorang blogger dan aktivis media sosial, tentu saya dikelilingi dengan ratusan bahkan ribuan orang yang memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai keberadaan plastik ini. Ada yang menentang keras penggunaan plastik, ada yang memperbolehkan, ada yang nggak peduli sama sekali.