Mohon tunggu...
Agista Nur Syafira
Agista Nur Syafira Mohon Tunggu... Lainnya - Social Media Admin and Marketing

Mencoba menulis sesuai dengan yang ada diotak saya, jadi saran dari pembaca sekalian sangat diperlukan ;)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Kampung Kecil di Balik Kemegahan Sentul, Jawa Barat

3 Juni 2019   14:26 Diperbarui: 3 Juni 2019   15:16 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokumen pribadi, kondisi sekolah sekaligus madrasah di kampung Mulyasari

Saat mendengar tentang Sentul, sudah pasti kita akan memikirkan bahwa Sentul merupakan kawasan yang elite, dengan jalanan yang bagus dan ditunjang dengan infrastuktur yang lengkap dan bisa memenuhi kebutuhan para warga di daerahnya. Tidak hanya itu Sentul merupakan tempat berbagai macam wisata rekreasi untuk siapapun yang datang, baik warga lokal maupun mancanegara. Tidak jarang lokasi Sentul sering dijadikan sebagai tempat berlangsungnya acara-acara besar

Kelompok kami yang terdiri dari Ruby Rachmadina, Mesi Indriyani, serta Agista Nur Syafira ingin  menelusuri Sentul dengan hal yang cukup membuat kami ingin mendatangi wilayah Sentul dan sekitarnya ini. Mengupas dibalik kemegahan fasilitas yang ada. Ternyata di balik kemegahan Sentul masih terdapat beberapa wilayah desa atau perkampungan yang jauh dari kota. Membutuhkan waktu tempuh yang lumayan untuk mencapai desa atau perkampungan tersebut. Akses yang berlika-liku dan tidak terlalu mulus pun menjadi tantangan kami untuk mencapai titik desa atau perkampungan tersebut.

Kampung yang kami tuju yakni kampung Mulyasari. Kampung ini berada di wilayah Sukamulya, Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat. Saat kami menelusuri tentang kampung ini di laman internet, pahit yang kita rasakan. Ternyata masih terdapat perkampungan yang minim jangkauan pemerintah, baik infrastruktur, ekonomi atau pun pendidikan. Penasaran itu lah yang saat ini kami rasakan, bagaimana kampung tersebut adanya, apakah seperti yang ada di internet atau kah sudah ada perubahan yang dirasakan dan terjadi di kampung Mulyasari tersebut. Kampung ini berada tepat di kaki gunung Pancaniti. Dari bayangan kami setelah melihat informasi kampung Mulyasari di internet, pasti jalanannya susah. Tapi hal itu tidak membuat kami menyerah untuk tetap mengunjungi kampung Mulyasari tersebut.

Perjalanan kami di mulai dari Stasiun Bogor dengan menggunakan sepeda motor sebagai kendaraan yang kami gunakan untuk menuju ke lokasi kampung yang akan kami tuju tersebut. Jarak tempuh dari stasiun Bogor sampai daerah Sentul tersebut sekitar 34 km. Perjalanan kami di mulai dari pukul 12.00 WIB. Kami bertiga berangkat ke kampung Mulyasari, desa Sukamulya, kecamatan Sukamakmur, kabupaten Bogor. Jarak tempuh untuk menuju kampung Sukamulya  yakni sekitar 2 jam, belum lagi jarak dari tempat kami menaruh motor yang dilanjutkan dengan traking (karena kampung Mulyasari berada dibalik gunung) menghabiskan waktu 2 jam.

Bermodalkan satu sepeda motor untuk tiga penumpang tersebut, kami melakukan perjalanan. Ditengah perjalanan, kami mendapatkan beberapa insiden yang membuat waktu tempuh kami bertambah cukup lama. Jalanan yang berkelak kelok dan track yang  naik turun membuat motor yang kami tumpangi tidak kuat dipakai untuk jalanan menanjak, sehingga mengharuskan Gista dan Mesi untuk turun dari motor  dan melakukan perjalanan dengan jalan kaki hingga bertemu jalanan yang cukup baik di lalui untuk berboncengan kembali. Begitulah kami melewati jalanan untuk mencapai daerah kampung Cibadak.

Sampailah kami di kampung Cibadak, perjalanan kami pun hampir tersesat untungnya kami berpapasan dengan penduduk setempat dan menawarkan untuk membantu kami untuk menanjak dan mengantarkan kami ke kampung tersebut. Tim motor kami pun dibagi menjadi dua, tim motor pertama Ruby dengan Gista dan tim motor kedua Mesi dengan bapak penduduk kampung Cibadak tersebut. Tapi saat hendak menanjak, motor yang ditumpangi Ruby dan Gista merosot dan hampir terjatuh kedalam parit, akibat hal tersebut spackboard motor mengalami kerusakan.

Hingga akhirnya kami ditawarkan kembali untuk beristirahat di salah satu perumahan penduduk. Ternyata rumah penduduk yang di maksud ternyata rumah RT kampung Cibakatul tersebut. Kami pun beristirahat di rumah pak RT tersebut. Kedatangan kami pun disambut dengan hangat oleh pak RT Cibakatul, Desa Cibadak yang bernama Pak Samsudin.

Disana kami juga bertemu dengan Pak Ajum dan Pak Uned. Kami berbincang-bincang dengan mereka mengenai desa Cibadak dan kampung Mulyasari, desa yang akan kami kunjungi. Mereka bercerita bahwa untuk sampai ke kampung Mulyasari tersebut butuh waktu hampir 1 sampai 2 jam. Kendaraan sepeda motor sulit untuk melalui desa tersebut karena jalanan ke arah kampung tersebut benar-benar cukup terjal dan menanjak. Bagi warga desa Cibadak yang sudah terbiasa dengan jalanan tersebut bisa saja membawa sepeda motor, karena mereka sudah memahami medan perjalanannya.

Kami menyarankan kepada kalian yang ingin berkunjung ke kampung ini untuk tidak menggunakan motor dalam mengakses menuju lokasi kampung Mulyasari, karena lokasi kampung Mulyasari yang berada di atas gunung tidak heran bila kampung tersebut selalu di guyur hujan. Sering turun hujan jalanan menuju kampung tersebut semakin rawan untuk dilalui para pemotor, selain berbahaya jalanan licin akan tetapi rawan longsor karena jalanan yang dikelilingi bukit.

Sumber: dokumen pribadi, perjalanan menuju Kampung Mulyasari
Sumber: dokumen pribadi, perjalanan menuju Kampung Mulyasari

Sumber: dokumen pribadi
Sumber: dokumen pribadi

Saat waktu peristirahatan tersebut, kami berbincang-bincang dengan pak Samsudin, pak Ajum dan pak Uned mengenai keadaan kampung Mulyasari tersebut. Seperti jalanan menuju kampung tersebut, infrastruktur kampung tersebut dan hal lain terkait kampung tersebut. Kami juga bertemu dengan mahasiswa lain yang baru saja pulang KKN (Kuliah Kerja Nyata) di kampung tersebut. Mereka juga menyarankan kepada kami untuk tidak menggunakan sepeda motor untuk ke kampung tersebut, karena akses nya yang cukup curam. Informasi tersebut menambah cerita mengenai bagaimana kampung Mulyasari tersebut.

Listrik merupakan hal yang terpenting karena listrik merupakan sumber kehidupan bagi kita semua, pekerjaan kita akan terasa mudah jika kebutuhan listrik terpenuhi. Berbeda hal nya di kampung Mulyasari listrik sebagai alat penerangan baru tersalurkan di akhir 2018 kemarin, sekitar 3 bulan PLN masuk ke desa Mulyasari tersebut. Ketika mendengar pernyataan terebut Kami kaget begitu mengetahui ternyata listrik yang biasanya kami mudah temui ternyata di kampung tersebut tidak ada dan baru ada baru-baru ini.

Seperti pukulan untuk kami bahwa para warga di kampung tersebut untuk mendapatkan listrik saja harus menunggu waktu yang cukup lama untuk di bangun tiang demi tiang listrik sampai di atas sana di kampung Mulyasari. Tetapi yang kami salut dengan masyarakat kampung Mulyasari walaupun berada di tengah-tengah kekurangan, semangat mereka tidak pernah habis. Sebelum listrik mengalir kepada rumah rumah penduduk, warga kampung memanfaatkan air curug atau pun air sungai untuk menggerakan turbin tenaga air yang bisa menghidupkan listrik ke rumah-rumah kampung Mulyasari.

Rasa penasaran kami kian membara setelah mengetahui cerita dari pak Samsudin, pak Ajum, dan pak Uned. Setelah cukup waktu kami beristirahat, kami melanjutkan kembali perjalanan kami ke kampung Mulyasari tersebut. Ditemani oleh pak Ajum kami berjalan kaki menuju atas. Saat diperjalanan menuju Kampung Mulyasari kami juga sedikit mewawancarai Pak Ajum selaku pengontrol curug-curug yang ada di sekitaran Bogor. Beliau bilang di kampong Cibakatul, desa Cibadak sampai kampung Mulyasari sangat aman bebas dari kejahatan, sehingga jika kalian ingin mengunjungi kampung Mulyasari tetapi ingin trekking dan meninggalkan kendaraan kalian jangan khawatir kalian bisa menitipkannya di rumah pak RT Samsudin.  

Di Kampung Mulyasari sama seperti di kota tetapi yang berbeda dan sungguh ironi, kampung Mulyasari  hanya mempunyai satu sekolah dan hanya ada Sekolah Dasar (SD), pendidikan untuk menggapai cita-cita anank-anak di kampung Mulyasari harus terputus sebab mereka tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Mereka bisa saja melanjutkan pendidikan akan tetapi jarak tempuh antara Kampung Mulyasari dan sekolah sangatlah jauh dan menghambatproses belajar mengajar.

Di SD kampung Mulyasari tenaga pengajar berasal dari para santri yang ada di pesantren serta  Pak Ustadz Kampung Mulyasari, Pak Abi Sofyan atau biasa dikenal Pak Ustadz Salih. Dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari hari, masyarakat Kampung Mulyasari mengandalkan kebun mereka mulai dari bertani, berkebun, serta ada juga yang berdagang membuka warung.

Setelah kita berjalan sekitar 2 Jam dari Kampung Cibakatul akhirnya kami tiba di Kampung Mulyasari pukul setengah 5 sore. Kami pun langsung disambut hangat oleh warga kampung Mulyasari dan Pak Ustadz Abi Sofyan yang nantinya menjadi narasumber kita tentang Kampung Mulyasari.

Sumber: dokumen pribadi, Gista dan pak Ustadz Abi Sofyan
Sumber: dokumen pribadi, Gista dan pak Ustadz Abi Sofyan
Pak Ustadz Abi Sofyan mengatakan dari segi pendidikan kampung Mulyasari sangatlah tertinggal dan kekurangan tenaga pengajar untuk memberikan ilmu kepada para anak anak sehingga kampung Mulyasari sangatlah masih minim guru serta relawan untuk memenuhi kebutuhan di bidang pendidikan.

Sumber: dokumen pribadi, kondisi sekolah sekaligus madrasah di kampung Mulyasari
Sumber: dokumen pribadi, kondisi sekolah sekaligus madrasah di kampung Mulyasari

“Di kampung Mulyasari ini hanya ada SD 02 saja belum ada SMP dan SMA. Bahkan awalnya tidak ada sekolah sama sekali hanya ada Madrasah. Setelah ada santri masuk ke Madrasah tersebut saya ajukan ke dinas terkait kemudian anak tersebut diterima untuk mengajar tetap disini. kepala keluarga yang tinggal di Kampung Mulyasari ini terdapat 43 kepala keluarga. Murid di Kampung Mulyasari ada sekitar 45 anak. Saya juga mengajukan ke Badan Hukum untuk didirikan SMP dan SMA di dalam Pesantren ini.

Agak sulitnya adalah karena ini berdiri di tempat tanah kehutanan dan itu agak sulit alhasil kita juga izinnya harus kemana-mana. Sebenarnya ini tanah sengketa di satu sisi warga mengatakan tanah pribadi dan di satu sisi oleh kehutanan diakui. Kegiatannya paling disini berkebun, bertani lalu kegiatan lainnya paling kumpul-kumpul seperti pengajian di Malam Jum’at dan Malam Selasa” Pak Abi Sofyan

Menurut pak Ustad semenjak diliput oleh media dari tv local kampung Mulyasari semakin ramai, akan tetapi sangat disayangkan banyak orang orang yang hanya ingin citranya baik saat media meliput akan tetapi sebenarnya peran mereka  tidak ikut membangun kampung tersebut, akan tetapi diperlihatkan di media tv itu bahwa mereka memberikan peran yang sangat membantu bagi para warga di kampung mulyasari.

Untuk beribadah Masjid di kampung Mulyasari ini juga baru dibangun sekitar 2 tahun dan yang bangun juga Komunitas Track Motor (motorcross) dan dibantu oleh warga setempat. Ditegaskan oleh Abi bahwa kekurangan di desa ini yakni pengajar pendidikan dan fasilitasnya. Saat ini untuk tenaga pengajar desa ini pun hanya mereka yang lulusan SMA dan belum ada ahli dalam hal mengajar seperti tenaga pendidik lainnya. Kini kampung Mulyasari mulai dilihat dan diperhatikan dari berbagai kalangan, sehingga tidak heran banyak dari komunitas atau bahkan mahasiswa dari berbagai kampus yang datang ke kampung Mulyasari  sehingga  Untuk mengadakan acara di kampung Mulyasari para pendatang  wajib mengisi buku tamu dan memberi tahu apa maksud dan tujuan datang ke desa ini. Kami pun ditawarkan untuk mengisi buku tamu tersebut.

Ternyata dulu untuk datang berkunjung ke desa ini, tidak ada sistem untuk menulis di buku tamu. Maksud dibuatkan buku tamu tersebut kata Abi agar para tamu yang datang ke desa ini jika mau melakukan kegiatan tidak bentrok dengan kegiatan yang lainnya serta lebih terkontrol dan ada hal lainnya yang di haruskan mengisi buku tamu bagi para pengunjung desa ini. “Kaya kemarin ada baksos harus ada izinnya. Kalau dulu si ga ada izinnya. Itu mungkin di persulit oleh pemerintah lokal, karena banyak pemberitaan menyudutkan pemerintah setempat, akhirnya merasa ga enak dan ini setiap ada kegiatan di desa harus izin dulu ke desa”, ujar Pak Abi Sofyan.

Lewat pemberitaan yang menyudutkan desa yang dikata desa tertinggal.  Hal yang dirasa tertinggal oleh Pak Abi Sofyan ini yakni pendidikan umum. Pak Abi Sofyan menciptakan sebuah Madrasah dengan harapan nantinya pendidikan umum di desa Mulyasari ini ada yang memikirkan. “Dengan membantu media untuk datang kesini memberitakan ke publik akhirnya kan kesini”, tambahnya.

Butuh perjuangan yang dilalui oleh Pak Abi Sofyan ini untuk membangun sebuah Madrasah di desa Mulyasari ini seperti tidak adanya yang mau mengajar ke desa tersebut dengan alasan akses yang sulit dilalui. Berharap dengan kekuatan media menghasilkan buah manis untuk membangun sedikit pendidikan di desa Mulyasari ini. Sedikit tergerak hati untuk membangun SD kelas 2 Sukamulya, walaupun masih adanya keterbatasan untuk menyediakan guru tambahan yang suka rela mengajar di desa Mulyasari ini.

Abi Sofyan membenarkan bahwa urat nadi ketertinggalan dari kampung  ini ialah terletak pada akses jalan menuju ke desa ini. Kondisi jalanan yang sangat terjal dan licin membuat akses menjadi sulit.   Ditegaskan kembali bahwa listrik yang masuk ke desa ini belum secara merata di rasakan oleh warga desa Mulyasari ini, hanya 21 rumah dari 43 rumah yang ada di desa ini mendapatkan akses listrik. Rumah penduduk desa Mulyasari ini terdiri atas 61 rumah, 43 rumah di bagian atas dan 18 rumah di bagian bawah desa Mulyasari dan 18 rumah di bawah ini belum mendapatkan pasokan listrik. Sebelumnya penerangan yang dipakai oleh warga kampung Mulyasari ini dengan menggunakan kincir angin yang di proses di beberapa sungai.

Dengan kedatangan para mahasiswa yang mengunjungi desa ini, mereka menyumbangkan kreativitasnya dengan membantu memajukan sedikit desa seperti membuat panel surya oleh mahasiswa PNJ. Warga kampung Mulyasari dalam segi pemenuhan kebutuhan pasokan air mereka tidak merasa pusing, pasalnya air yang di dapatkan mereka cukup berlimpah yakni berasal dari aliran sungai dari mata airnya. Jadi air mengalir begitu saja sampai terbuang sehingga tidak ada biaya tambahan dalam penggunaan air.

Suasana kampung Mulyasari  yang sangat nyaman serta sejuk membuat kami lupa waktu dan ingin berlama lama disana sehingga kami tidak menyadari bahwa jam sudah menunjukan pukul 17:45 WIB kami melanjutkan untuk pulang karena hari juga sudah semakin gelap. Kami pun ditemani lagi oleh Pak Ajum, bahkan di perjalanan pulang juga ada yang terpeleset karena cuaca yang sedang turun hujan jadi batu-batu yang kami lewati licin. Saat pulang perjalanan terasa cepat karena track yang dilalui menurun sehingga memudahkan kami untuk berjalan agak cepat.

Tepat pukul 19.49 Kami tiba di rumah pak RT tempat kami menitipkan kendaraan di kampung Cibadak  dan Ruby izin untuk sholat dulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Kondisi cuaca yang sedang di guyur hujan kami meminta untuk diantar oleh Pak Ajum sampai jalanan terlihat ramai mengingat hari itu sudah gelap dan Ruby tidak berani memboncengi Gista dan Mesi. Setelah pak Ajum mengantar kami sampai daerah Sentul kami pun kembali lagi naik motor bertiga sampai Stasiun Bogor.

Pada tanggal 27 Maret 2019, kami menelusuri ke kecamatan Sukamakmur untuk menanyakan perihal kampung Mulyasari tersebut. Kecamatan Sukamakmur berada di rute yang sama jika ingin ke kampung Cibakatul, desa Cibadak. Hanya saja yang membedakan jalur tersebut adalah gang nya, jika ke kampung Cibakatul, desa Cibadak untuk ke kampung Mulyasari berada di jalur kanan ke wilayah kawasan curug yang ada disana. Untuk ke kecamatan tersebut berada di jalur kiri. Untuk jarak yang kami tempuh pun dari stasiun Bogor hampir sama dengan jarak ke kampung Muyasari. Hanya saja untuk menuju ke kecamatan Sukamakmur masih bisa ditempuh dengan sepeda motor.

Hari sebelum kami mencari informasi di mana dan kepada siapa kami akan menanyakan prihal kampung Mulyasari ini. Hingga akhirnya kami berinisiatif untuk melakukan wawancara dengan pihak kecamatan Sukamakmur yang mana kampung Mulyasari tersebut berada dalam data kecamatan tersebut. Kami mencari informasi terkait kecamatan tersebut lewat media sosial instagram, karena yang kita tahu bahwa pasti suatu wilayah akan membuat sebuah akun untuk memberitahu perkembangan dan informasi daerah tersebut. Ketemu lah kami dengan akun Rahmat Hidayat beliau adalah pegawai negeri karena kami mencari di daftar yang di follback oleh akun instagram @kabupatenbogor. Beliau juga menyarankan agar kami mewawancarai ke kecamatan Sukamakmur saja daripada ke kabupaten.

Lokasi kecamatan Sukamakmur terletak di seberang Polsek Sukamakmur. Pergi lah kami ke kecamatan untuk melakukan wawancara dengan pihak terkait, kami menyiapkan surat tugas yang mana jika ditanyakan kami bisa memberikannya secara langsung. Tetapi sesampainya kami disana, tidak ditanyakan perihal surat tugas yang menunjukan kami akan melakukan wawancara dengan anggota kecamatan yang kami tuju. Sebelum memasuki kantor kecamatan tersebut, kami diminta untuk mengisi buku tamu kecamatan Sukamakmur tersebut. Menunggu kurang lebih 10 menit, petugas satpam yang menunggu di area tamu memberitahu kami bahwa narasumber yang akan kami wawancarai sedang tidak berada di tempat. Sehingga kami berinisiatif untuk mewawancarai kepala dinas dan pembangunan wilayah Bogor.

Lalu kami diarahkan kepada pak Deden selaku staff Ekonomi Pembangunan di Kecamatan Sukamakmur. Saat kami mewawancarai pak Deden kami merasa ada yang janggal seperti misalnya saat salah satu anak buah Pak Deden menawarkan untuk melakukan wawancara di ruangan yang sudah disiapkan tetapi Pak Deden menolaknya dan lebih memilih diwawancarai di depan ruang tunggu tamu di kecamatan Sukamakmur, sebelumnya kami di persilahkan mewawancarai beliau di depan pintung kantor kecamatan Sukamakmur, namun Ruby mengatakan bahwa lebih baik melakukan wawancara di ruang tunggu dibandingkan ditengah jalan, yang mana orang lalu lalang untuk lewat.

Sumber: dokumen pribadi, pak Deden selaku staf ekonomi dan pembangunan di kecamatan Sukamakmur
Sumber: dokumen pribadi, pak Deden selaku staf ekonomi dan pembangunan di kecamatan Sukamakmur

Ketika mewawancarai beliau (Pak Deden) waktu yang diberikan sangat sedikit, seperti tergesa-gesa beliau bilang di kecamatan mau ada acara. Hal yang paling kami sudutkan dalam wawancara kali ini adalah mengenai infrastruktur dan pendidikan di kampung Mulyasari.

Kami pun mulai menanyakan seputar kampung Mulyasari terutama soal pendidikan. Menurut pak Deden kampung Mulyasari dari tahun 2018 untuk bidang pendidikan saat ini dibawah binaan kampus IPB. Selain dibidang pendidikan, IPB pun memperhatikan dibidang pertanian dan perkebunan dan IPB pun bekerjasama dengan Prudential. Apakah yang mengajar pun dari pihak IPB ? Dan ngajarnya perbulan ? Jawaban beliau "tidak paling seminggu sekali, yang ngajarpun orang situ yang masih mengajar".

Menurut beliau, pendidikan itu sangat penting dan pihak kecamatan kabupaten Bogor harus menyelamatkan anak-anak kampung Mulyasari untuk mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga dibuka lah SD kelas jauh. Kami sempat terheran heran apa yang dimaksud beliau apakah harus bersekolah yang lokasinya jauh dari rumah mereka, sehingga bisa disebut SD kelas jauh tetapi yang dimaksud adalah SD biasa yang semisalnya lulus ada ijazah. Karena Mulyasari ini di bidang pendidikan dahulu hanya ada madrasah diniah yang tidak diakui dan disahkan oleh pemerintah sehingga ketika anak-anak madrasah diniah lulus tidak akan mendapatkan ijazah sehingga tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, yakni SMP

Masih dibidang pendidikan, ketika siswa mengadakan ujian menurut beliau sampai saat ini belum ada yang sampai ujian, kami sempat kebingungan apakah memang anak-anak di kampung Mulyasari masih terlalu dini sehingga belum ada yang merasakan ujian. Ketika itu kami bertanya apakah ada sensus kependudukan warga setempat, guna menjamin kesejahteraan warga kampung Mulyasari, pak Denden menjelaskan bahwa sensus kependudukan mekanismenya minimal 5 tahun ada pendataan penduduk. Yang amat di sayangkan pihak kecamatan menyalahkan pihak ketua RT kampung Mulyasari yang tidak aktif melakukan penyensusan penduduk masyarakat Kampung Mulyasari, sehingga RT tersebut tidak memiliki sensus penduduk. Tetapi realitanya ketika kami berkunjung kekampung Mulyasari, kami melihat selembaran kertas pengumuman yang memberitahukan jumlah penduduk di Kampung Mulyasari, tetapi kami lupa melihat siapa yang melakukan penyensusan tersebut, apakah ketua RT setempat atau SID (Sistem Informasi Desa ).

Terkait infrastruktur kampung Mulyasari akses jalan ke kampung mulai terbuka, cuma masih telpot (masih bebatuan) dan ketika kami mendatangi kampung tersebut pun kondisi jalan masih tanah merah yang terlihat seperti baru dibuka. Ada jalan bebatuan yang sengaja ditaruh untuk mempermudah ketika hendak membawa kendaraan, tapi menurut kami untuk kekampung Mulyasari lebih baik kendaraan ditaruh di rumah pak RT kecamatan Cibadak, karena track menuju kampung tersebut sangat berbahaya dilalui oleh kendaraan seperti motor, karena takut tergelincir, mengingat lokasi dan track yang terjal, berbatu dan licin.

Penanganan infrastruktur untuk kampung itu berat menurut pak Deden, sehingga melakukan pembangunannya pun harus sedikit-sedikit. Pihak kecamatan pun mengakui bahwa kampung tersebut dulunya terisolir tetapi saat ini pihak kecamatan terus berupaya untuk membangun sarana dan prasana dikampung Mulyasari. Untuk sekarang kampung Mulyasari sudah tidak bisa dibilang kampung yang tidak diperhatikan karena listrik dan jalan sudah ada, itu pun dari bantuan masyarakat yang memanusiakan manusia lainnya, peduli terhadap sesamanya.

Setelah kami selesai mewawancarai Pak Denden kami segera kembali untuk pulang, saat ditengah perjalanan kami pun berhenti sebentar untuk mendokumentasikan beberapa pemandangan disana tetapi saat sedang mendokumentasikan hujan mulai turun kami pun mempersiapkan jas hujan dan bergegas kembali menggunakan motor tetapi hujan semakin besar kami memutuskan untuk berteduh sebentar sambil memikirkan jawaban-jawaban dari pak Denden dan ternyata masih banyak sekali hal-hal yang masih mengganggu pikiran kami dan sayangnya juga kami tidak meminta nomor ponsel pak Denden. Hujan mulai reda kami segera bergegas kembali untuk melanjutkan perjalanan. Kami juga menyempatkan untuk makan dahulu sebelum perjalanan pulang.

Setelah tau bagaimana kondisi sebenernya kampung Mulyasari, miris rasanya. Pasalnya hal yang membuat miris adalah akses menuju kampung tersebut. Bukan hanya menguras energi dalam perjalanan tersebut harus siap jatuh, karena jalanan yang masih tanah. Apalagi ketika habis hujan turun, jalanan akan semakin licin dan harus lebih berhati-hati. Untuk kondisi rumah di kampung Mulyasari sudah terbangun cukup layak menurut kami. Hal yang memperhatikan lagi pendidikan yang sangat minim, hanya mengandalkan beberapa pengajar untuk mengajar anak-anak di sana.

Harapan kami, semoga kampung Mulyasari dan kampung-kampung lainnya yang masih dalam kategori terisolir mendapatkan sentuhan hangat dari pemerintah. Sehingga kampung tersebut bisa bangun dan merasakan infrastruktur atau pun pendidikan yang layak seperti wilayah lainnya. Informasi dari satu orang ke orang lain cukup membuat suatu kampung akan terbangun. Kita bisa merasakan berbagai infrastruktur mengapa mereka tidak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun