Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Jadi Korban Pinjol, Emang Boleh?

3 Februari 2024   09:33 Diperbarui: 3 Februari 2024   09:36 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini harusnya bukan saatnya lagi Guru menyuarakan kesejahteraannya. Itu soal lama dan sudah usang. Di tengah laju cepat Pendidikan era digitalisasi ini, seyogyanya guru bicara tentang inovasi dan beragam media pembelajaran yang berdampak dan bermanfaat pada murid. Mirisnya, Sebagian besar dari Guru masih bergumul pada soal kesejahteraan.

"Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat guru menjadi korban pinjaman online alias pinjol ilegal terbanyak dengan 42 persen"

Dimuat di laman KataData bahwa Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mencatat guru menjadi korban pinjaman online alias pinjol ilegal terbanyak dengan 42 persen. Mengingat bahwa banyaknya kejadian yang menjerat masyarakat dengan pinjaman online dan mengingat pula bagaimana pentingnya perannya guru bagi sebuah bangsa, sangat mengiris hati melihat ternyata kedua objek ini saling berkaitan erat.


Banyak spekulasi yang berasumsi bahwa hal ini bisa terjadi karena kurangnya literasi finansial kepada guru, nyatanya ini bukan soal sesederhana itu saja. Guru sudah sejak lama memperjuangkan hak dan kehormatan profesinya.


Secara objektif, guru sebagai sebuah profesi dan sebuah pengabdian adalah dua hal yang wajib dipisah. Sebagai sebuah profesi, hak-haknya harus diberikan dan diperlakukan layak sebagaimana profesi-profesi lain. Sedangkan sebagai sebuah pengabdian, tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana dedikasi yang diberikan guru dalam mendidik anak-anak bangsa.


Berdasarkan data yang dihimpun Databoks dari situs lowongan kerja Jobstreet, rata-rata terendah gaji guru di Indonesia pada Oktober 2023 adalah Rp2,4 juta per bulan. Sementara, pada Oktober 2023 rata-rata terendah gaji guru di Singapura mencapai SGD 2.200 per bulan.


Jika dikonversi ke rupiah dengan metode paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP), nilai itu setara dengan Rp11,9 juta per bulan. PPP adalah metode perhitungan ekonomi makro untuk membandingkan daya beli mata uang antarnegara secara seimbang.


Lebih lanjut, Rata-rata Terendah Gaji Guru di Sejumlah Negara Asia Tenggara (Oktober 2023), Singapura menyentuh angka 11,93 juta, Thailand 9, 52 juta, Filipina 6,97 juta, Malaysia 5,54 juta, dan Indonesia di posisi terakhir dengan angka 2,4 juta.


Walaupun pada kenyataannya di akar rumput, masih banyak guru yang tidak menyentuh angka 2,4 juta tersebut. Lukas Kolo (37) seorang guru di SMP negeri Wini, Nusa Tenggara Timur (NTT) kini viral di Media Sosial karena tinggal di perpustakaan sekolah karena tidak menerima gaji selama 10 tahun. Bahkan masih ada guru honorer yang digaji Rp.500.000,-/bulan bahkan per tiga bulan.


Tapi soal pengabdian dan dedikasinya untuk mendidik, kita tidak perlu pertanyakan lagi. Guru berdiri paling depan untuk pembelajaran murid dengan atau tanpa kesejahteraan yang cukup.


Belum lagi pada implementasi Pendidikan itu sendiri di ruang-ruang kelas, banyak kasus di mana guru menjadi korban bullying. Seorang guru di Maluku Tengah, Maluku, bernama Maryam Latarissa menjadi korban bullying atau perundungan para siswa saat berada di parkiran sekolah. Guru yang menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 15 Maluku Tengah ini sempat disoraki para siswa hingga kunci sepeda motornya diambil. Walau begitu, guru tersebut sudah memaafkan apa yang sudah terjadi. Begitulah lembutnya hati seorang guru.


Banyak pihak yang menyampaikan bahwa semua profesi bisa menjadi guru. Namun, menjadi seorang guru tidak sesederhana itu. Guru mendidik manusia, penerus bangsa, calon pemimpin bagi keluarga, masyarakat, dan negara ini.

"Kita tidak mendidik kertas administrasi dan gadget, kita mendidik manusia. Sebuah usaha dalam memanusiakan manusia."


Nyatanya, tidak semua orang bisa bertahan dan terpanggil menjadi seorang guru. Untuk bisa berdamai dengan tingkah laku siswa di kelas. Untuk setia dalam proses pendampingan siswa agar mereka tumbuh menjadi anak-anak yang beretika dan berkarakter baik. Kita tidak mendidik kertas administrasi dan gadget, kita mendidik manusia. Sebuah usaha dalam memanusiakan manusia.


Belajar dari Proses rekrutmen guru di Singapura yang tidak dimulai dari tingkat universitas di mana mahasiswa-mahasiswi terbaik akan direkrut menjadi guru, tetapi dimulai dari bangku SMA. Siswa SMA dengan raihan akademis tertinggi dan menempati posisi peringkat teratas di tahun kelulusannya akan diberikan tunjangan sebesar 60% dari gaji guru pada saat itu jikalau mereka akan mengambil jurusan pendidikan guru di universitas.


Berbeda dengan di Indonesia, di mana peminat untuk menjadi seorang guru sangat rendah dibandingkan dengan siswa yang memilih jadi YouTuber dan lain-lain. Kita dapat berasumsi bahwa mereka bisa membaca situasi dari guru-guru yang mereka lihat. Kesejahteraan yang rendah tidak linear dengan tumpukan pekerjaan yang berat.


Berangkat dari persoalan-persoalan di atas, sebuah show Stand Up Comedy dari Abdur Arsyad dengan tajuk "Guru pahlawan perlu tanda jasa" membuka dan memperjelas situasi guru hari ini. Di dalam kekhawatiran sebagai seorang guru, kita merasa bahwa konsep Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dimaknai dengan cara yang keliru. Karena konsep demikian, guru dianggap sebagai sebuah profesi yang terbiasa dikesampingkan, dan dianggap tidak perlu apresiasi. Guru hadir sebagai profesi yang sama terhormatnya dengan profesi lain. Kita perlu menyuarakan keresahan profesi guru yang mungkin mayoritas orang tidak pernah ketahui.


Sebagai penutup, ada sebuah anekdot dari akun threads @danielleonardosinaga terkait persoalan di atas:

Ada seorang teman bercerita, dia pernah ikut seminar Pendidikan, pematerinya dari pemerintah dinas kota terkait, dia yang masih polos bertanya, "Pak, kenapa guru digaji 350k per bulan? Kalau digaji UMR kan bagus."

Dia jawab: guru tidak boleh minta gaji, Mas. Gajinya besok di surga. Kalau beras habis, bilang ke istri, aku mati dulu ya dek, mau ambil gaji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun