Bagiku, sangat sedikit hal yg dipelajari dalam kesenangan. Namun, banyak hal yg dipetik dari perenungan dan penderitaan.
Bulan ini, bulan yg nuansa emosionalnya begitu kental. Beberapa siswa meneteskan air mata sebelum satu patah kata pun keluar dari mulutnya.
"Tidak perlu untuk menangis, karena air mata merupakan saksi dari keberanian manusia yang paling besar, yaitu keberanian untuk menderita."-Victor Frankl
Mungkin tangisnya selama ini disembunyikan dengan baik. Kebenciannya akan sekitar ditutupinya dengan goresan di tangan atau cakaran di bagian badan.
Walau di mabul di edisi sebelumnya, sudah kutuliskan mengenai derita di tengah kesehatan mental. Nyatanya, kita memang tidak baik-baik saja.
Di beberapa momen, aku tersadar bahwa memang pada perjalanan hidup Masing-masing, kita seolah bersembunyi dibalik jendela penyesalan. Yang seorang pun tak boleh tahu.
Benci dan penyesalan tadi diungkapkan dengan cara melukai diri sendiri. Menyakiti. Menyayat. Menggores. Menyakar. Menghakimi. Meratapi. Mengasihani.
Tanpa meragukan kesetiaan keluarga, orang spesial, sahabat dan teman, nyatanya diri kita sendiri adalah tameng terakhir dari setiap kemungkinan-kemungkinan baik dan buruk yg terjadi.
Bagaimana mungkin dirimu tega melukainya?
Self-love, katanya, adalah ungkapan untuk menyatakan cara mengungkapkan cinta dan sayang pada diri sendiri. Sudah kah kita lakukan? Atau kita lebih karib mencintai orang lain terlebih dahulu dan mengabaikan diri sendiri?
Sang pencipta, maha penyayang, juga tak pernah ingin kita melukai diri sendiri. Ia lindungi dan sertai setiap orang di setiap kesempatan-yang kita tak pernah tahu-apa yg akan mungkin saja bisa terjadi. Yang melukai, mencelakai, dan merusak.
Hari ini, diri sendiri adalah pahlawan yg sedikit demi sedikit dilupakan. Digelapkan oleh ekspektasi kita yg ingin teman yg begini, keluarga yg harusnya begitu, jalan hidup yg maunya seperti ini dan itu. Tak usai.
"Ketika kita tidak lagi mampu mengubah situasi, kita ditantang untuk mengubah diri kita sendiri."-Victor Frankl
Kedua kaki yg bersamamu adalah saksi nyata bagaimana tapak demi tapak yg kau jalani hingga sampai di titik ini. Bagaimana pun itu, Hebat bukan?
It's okay not to be okay. All is well.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H