"Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya" - Raden Adjeng Kartini
Pertama, pendidikan perempuan. Cita-cita Kartini tentang pendidikan perempuan sudah saatnya dihidupkan kembali. Perempuan, apa pun pilihan hidup dia nantinya, mau menjadi ibu rumah tangga ataupun bekerja, harus berpendidikan, minimal wajib belajar 12 tahun.
Kedua, kritik Kartini terhadap agama. Apalagi dengan adanya gerakan di masyarakat yang mendorong perempuan kembali ke ranah dan peran domestik, bahkan menerima poligami, karena ajaran agama. Inilah yang membuat Kartini relevan di masa sekarang, termasuk penolakannya terhadap poligami, meskipun ironisnya, ia memutuskan menerima pinangan pria beristri. Ini pilihan dilematis baginya.
Di masa itu, Kartini juga memikirkan tentang politik identitas, dan bagaimana pemerintah kolonial tidak sepatutnya merasa lebih memahami budaya Jawa dibandingkan orang Jawa, gagasan yang kini dipelajari dalam kajian post-collonial. Bila kita membaca kembali surat-suratnya, kita akan melihat bahwa Kartini adalah seorang pemikir, yang berani membuat keputusan meskipun tidak sepenuhnya bebas.
Sebagaimana para penulis yakini, bahwa ada alat yang lebih krusial daripada bambu runcing yang digunakan dari pembebasan dari penjajahan, juga pada sekat-sekat yang membatasi dan penindasan, yaitu "pikiran yang runcing".
Perjuangan gerakan perempuan adalah agar perempuan bisa membuat keputusan dengan bebas, apapun pilihan mereka.
Tuntutan persamaan hak dari satu sisi sangatlah benar, namun dari sisi lain sering bertabrakan dengan fitrahnya wanita. Hingga sekarang akan sangat sulit untuk tidak membedakan antara pria dan wanita, karena itu Tuhan menciptakan dua jenis manusia, tidak tunggal.
Wanita yang menuntut persamaan hak, seringkali disisi lain meminta untuk diutamakan atau diberikan perkecualian, hal ini yang menurut para penulis mengapa fitrah wanita dan pria berbeda.
Kartini sudah usai dengan perjuangan yang digelorakannya, namun semangatnya kiranya abadi pada kartini-kartini hari ini. Kerangka berpikir kartini yang begitu kritis dan semangat perjuangannya bisa diadaptasi untuk aspek-aspek yang lain seiring dengan pergerakan zaman.
"Atas dasar cita-cita untuk kemajuan, saya percaya bahwa perempuan dan  laki-laki tidak perlu berkompetesi untuk itu, namun berjuang secara bersama-sama demi kemajuan tanpa ada perbedaan-perbedaan yang berlandaskan gender" -- Agi Julianto Martuah Purba
"Kartini menjadi simbol pahlawan Srikandi Indonesia yang fotonya dipajang dibeberapa tempat, tetapi pemikirannya tidak banyak dikenal. Padahal, kalau kita baca surat-surat Kartini, ada begitu banyak hal yang menjadi sangat relevan dan penting pada era sekarang ini." -- Indra Sinamo