Mohon tunggu...
Agi Julianto Martuah Purba
Agi Julianto Martuah Purba Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Saya senang mengamati, membaca, merasakan dan menyatukan semuanya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Manusia Hidup dari Topeng ke Topeng

5 Desember 2019   22:46 Diperbarui: 6 Desember 2019   14:02 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di saat kita melakukan sesuatu, apakah kita melakukan apa yang perlu? Atau hanya karena kita merasa harus melakukannya? 

Apakah kita sedang sadar dengan apa yang kita lakukan atau hanya ingin menunjukkan eksistensi kita dalam memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan lingkungan pada kita?

"Hell Is Other People" -- Jean Paul Sartre

"Semua orang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya" adalah kalimat yang lumrah kita jumpai di kehidupan kita. Namun bagaimana jika dibuat menjadi lebih dalam bahwa "satu individu ternyata memiliki kepribadian berbeda-beda".

Kita sering mendengar istilah psikopat untuk menggambarkan suatu kepribadian yang tidak terduga. Namun hal ini sebenarnya tidak hanya ada pada diri psikopat atau kepada mereka yang memiliki masalah dengan kepribadiannya. 

Ini adalah  realitas kita semua, karena kita sejatinya membutuhkan gambaran kepribadian yang berbeda-beda di dalam sebuah topeng.

Topeng adalah sebuah properti yang biasa digunakan oleh penari dalam setiap pertunjukkannya. Fungsi topeng adalah untuk mendukung suatu pesan yang disampaikan lewat karakter dari topeng itu sendiri.

Sama halnya dengan penari, badut juga melakukan hal demikian, setiap guratan di wajahnya ada untuk memenuhi standart "kelucuan" yang dia inginkan.

Jika kita telisik lebih jauh dengan kondisi riil, para artispun memerlukan topeng demi menunjang eksistensinya. Artis yang sebenarnya biasa dikenal sebagai sosok yang kalem dan lembut, bisa saja berubah dan memainkan peran antagonis begitupun sebaliknya. 

Namun apakah ini menandakan bahwa topeng hanya dibutuhkan oleh mereka yang berprofesi sebagai entertainer atau profesi tertentu karena ingin menunjang eksistensinya? Tentu tidak, karena kita semua membutuhkan topeng untuk bertahan hidup.

Ada banyak topeng yang kita 'koleksi' dan akan kita pakai bergantian seturut dengan konteks yang kita jalani hari demi hari demi menunjang eksistensi sebagai manusia pada umumnya baik di dunia nyata apalagi dunia maya.

Di lain sisi, terasa janggal dan kontradiksi memang jika dikatakan bahwa manusia harus memakai topeng untuk bertahan hidup. Namun tidak demikian jika dilihat dari sudut pandang yang lain. 

Misal, seorang karyawan yang bekerja di suatu perusahaan harus menngenakan topeng sebagai karyawan, ketika bekumpul dengan para sahabat, dia harus mengganti topengnya dengan topeng yang menunjang karakternya yang mungkin lebih bebas dan tidak kaku. 

Lain halnya jika pulang ke rumah dan berkumpul dengan keluarga, dia harus memakai topeng seorang suami yang mengayomi dan topeng seorang ayah bagi anak-anaknya.

Memandang topeng dengan sudut pandang demikian memungkinkan kita melihat topeng menjadi suatu hal yang wajib dan tidak salah untuk digunakan. Lantas dimana letak keotentikan atau kepribadian asli orang tersebut? 

Ya, bisa dikatakan terletak pada topeng-topeng itu sendiri. Hal ini terjadi karena siklus lingkungan. Karena apapun yang ada dalam diri setiap individu dibentuk dan diisi oleh masyarakat meskipun pada akhirnya nanti individu tersebut juga yang akan membentuk masyarakat (Bourdieu, Praksis Sosial: Internalisasi Eksterior dan Eksternalisasi Interior).

"Apapun yang ada dalam dirimu dibentuk oleh masyarakatmu meskipun pada akhirnya nanti kamu juga yang akan membentuk masyarakat dengan eksternalisasimu" - Bourdieu

Nah, jika kita sebagai bagian dari masyarakat tidak menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan maka kita akan dicap aneh oleh masyarakat itu sendiri. 

Coba bayangkan bagaimana jika karyawan tersebut salah menyesuaikan topeng pada keadaan sekitanya, apa yang terjadi jika dia menggunakan topeng ayah saat dia berkumpul dengan sahabatnya? 

Menggunakan topeng sebagai karyawan kepada keluarganya? Atau lucunya, bagaimana jika pekerja itu memakai pakaian rumah saat bekerja di kantornya? 

Bagaimana jika dia memakai pakaian kantor saat bermain bersama anak-anaknya? Pastilah terjadi ketidaksinambungan. Bukan hanya karyawan tersebut, ini pun berlaku untukku dan untuk kita semua baik di dunia nyata maupun maya.

Padahal mungkin kita akan lebih nyaman beraktivitas dengan pakaian yang membuat kita nyaman, cara yang kita rasa nyaman dan bertindak dengan yang kita yakini baik bagi kita.

Namun mau tidak mau, kita harus turut dalam kinerja siklus lingkungan tersebut. Kita harus mengikuti prosedur-prosedur yang berlaku dimana pun kita berada agar kita tidak terisolir dari lingkungan dan dianggap aneh.

Jadi pakai topeng apa hari ini? Apapun itu tetaplah menabur manfaat.

"I desire to live in peace and to continue the life I have begun under the motto to live well you must live unseen".  "Masked, I advanced" -- Rene Descartes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun