Mohon tunggu...
Agina Naomi
Agina Naomi Mohon Tunggu... Penulis - Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Sosial

"the beautiful journey, the way out to be happy"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Graduasi dari Bantuan PKH, Bastiatun Sukses Mandiri dan Bantu Tetangga Sendiri

23 Juni 2022   19:00 Diperbarui: 23 Juni 2022   19:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, 11 Juni 2022 - Ibu Bastiatun (45) Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) secara spontan memanfaatkan bantuan sosial yang ia terima menjadi ladang pendapatan, bukan hanyak untuk keluarganya, melainkan juga untuk tetangga sekitar.

Bantuan PKH yang hadir sebagai wujud perlindungan sosial komprehensif dan adaptif berbasis keluarga dan siklus hidup dengan memberikan bantuan sosial bersyarat bagi keluarga untuk komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial telah berhasil mendorong kemandirian salah satu KPM dengan bergraduasi secara sukarela.

Graduasi dari PKH menunjukan adanya perubahan perilaku mandiri KPM dengan langkah kewirausahaan yang ditempuh, untuk Ibu Bastiatun adalah dengan membuka usaha Tia Seprainya. Tia Seprai kini memiliki jumlah karyawan sebanyak 6 (enam) orang, 3 (tiga) diantaranya adalah karyawan PKL.

“Saya juga yang mengajarkan karyawan saya untuk bisa menjahit seprai, saya kasih ilmunya semua dan tidak pernah berpikir karyawan saya akan merebut bisnis saya,” tegasnya. Selain mampu bangkit dan mandiri sendiri, Ibu Bastiatun juga berperan dalam memberdayakan karyawannya yang juga tetangganya untuk dapat memiliki keterampilan baru sebagai pemenuh kebutuhan sehari-hari mereka.

Transfer knowledge atau membagi ilmu, khususnya menjahit yang dilakukan oleh Ibu Bastiatun telah menerapkan makna pemberdayaan masyarakat yang berarti memberikan wewenang dan kepercayaan kepada individu lain untuk mendorong mereka memiliki kreativitas dengan tujuan kebermanfaatan bagi diri sendiri orang lain. Diakuinya, “saya membebaskan karyawan saya jika sudah keluar dari tempat usaha saya maka mereka boleh saja membuka usahanya sendiri.”

Perjalanan Graduasi dari Bantuan PKH

 

Ibu Bastiatun yang tinggal di Kecamatan Brebes, Kota Brebes ini mendapatkan bantuan PKH mulai dari tahun 2016 dengan komponen anak sekolah di tingkat SD. Bantuan yang ia terima saat itu sebesar Rp. 900.000/tahun yang pencairannya dibagi dalam 4 tahap. Ia memutuskan untuk graduasi di tahun 2020. Selain karena sudah mampu berwirausaha, alasan lainnya adalah keadilan sosial yang ia harap dapat diberikan pula kepada tetangga sekitarnya yang tidak mendapatkan bantuan PKH, “jujur, saya gaenak sama tetangga-tetangga di samping saya banyak yang tidak dapat PKH, sehingga saya mundur saja agar mereka dapat memperoleh kesempatan juga.”

Selama 2 (dua) tahun pertama, Ibu Bastiatun menjelaskan bahwa bantuan PKH yang ia terima digunakan untuk biaya sekolah anaknya, namun saat Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai dirasakan manfaatnya secara langsung oleh anak Ibu Bastiatun, ia tidak perlu lagi membiaya uang sekolah. Cairnya bantuan PKH 3 selama bulan sekali yang mampu meringankan beban pengeluarannya saat itu kemudian dialihkan untuk membiayai kebutuhan sampingan sekolah dan sisanya disisihkan sebagai modal usaha.

“Waktu itu tiba-tiba muncul ide untuk beli kain di pasar dan akan saya buat jadi sarung bantal, barangkali kalau saya jual laku. Uang bantuan PKH yang waktu itu saya pegang ada sebesar Rp. 300.000,” ucap Ibu Tia, panggilan singkatnya melalui telepon saat menceritakan kisah dibalik bangkitnya usaha Tia Seprai.

Saat itu, di tahun 2018 Ibu Tia yang kebetulan diajak oleh suaminya jalan-jalan setelah pulang bekerja, secara spontan mengarahkan tujuan perjalanannya ke pasar untuk membeli kain. “Suami saya itu orangnya gak bisa diem, jadi dia sering ajak jalan-jalan dan seketika itu juga ide beli kain itu muncul,” perjelas Ibu Tia dengan suara sedikit tersipu.

Ide tersebut didukung oleh suami Ibu Tia, mengingat saat itu orang tuanya memiliki mesin jahit nganggur yang ia pikir barangkali dapat digunakan untuk istrinya menjahit dan menghasilkan berbagai bentuk produk kain untuk kemudian dijual. Betul saja, mesin jahit yang menjadi saksi perjalanan awal bangkitnya perusahaan Tia Seprai ini digunakan Ibu Tia untuk membuat 10 sarung bantal pertamanya.

“Saya itu gapernah kursus jahit, semua belajar otodidak sendiri liat-liat di youtube,” pengakuan Ibu Tia yang mulai memilih bidang usaha tersebut hanya dengan minatnya terhadap produk kain. Dimulai dari minatnya tersebut, Ibu Tia memiliki kemauan yang besar untuk dapat menguasai cara menjahit agar mampu menghasilkan produk kain yang berkualitas dan banyak diminati.

Hasil sarung bantal yang dijahit menggunakan mesin jahit mertuanya saat itu, ia putuskan untuk dijual melalui media sosial, whatsapp, sebagai aplikasi layanan bertukar pesan yang sederhana. “Setelah jadi beberapa itu, saya share di grup whatsapp, lalu pada minat.”

“Mulai dari tahun 2018 itu lalu berkembang sampai sekarang, dulu saya sempet mau jualin di pasar dadakan deket Islamic Center Brebes, tapi gajadi karena lewat whatsapp saja udah rame pesanannya,” ungkap Ibu Tia dengan suara yang tampak senang dapat kembali bernostalgia tentang perjalanan awal bisnisnya.

Ibu Tia diakui memiliki sikap dan perilaku yang aktif, wawasan dan jaringan pertemanan yang luas oleh salah satu pendamping PKH di Kecamatan Wanasari, Brebes, Bapak Imam Chumedi. “Ibu Tia itu memang memiliki public speaking yang bagus, sehingga mudah punya banyak jaringan pertemanan. Orangnya juga sangat aktif di grup media sosial,” ungkap Bapak Imam saat diwawancara melalui telepon terkait perjalanan bisnis Tia Seprai yang bangkit dari bantuan PKH.

Pendamping PKH Ibu Tia sendiri, yakni Ibu Murniasih juga berperan dalam membangkitkan usaha Tia Seprai. “Pendamping saya itu seringkali membeli dan mempromosikan dagangan saya. Sebelum saya buka usaha juga bu Murniasih selalu memotivasi saya untuk graduasi, sehingga bantuan dapat diterima oleh masyarakat lain. Motivasi yang dia berikan biasanya disisipkan saat pertemuan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2),” ungkap Ibu Tia saat diminta menceritakan peran pendampingnya dalam kesuksesan graduasinya.

Peran pendamping PKH Ibu Tia tersebut sudah selayaknya menjalankan salah satu tugasnya, yakni memberikan motivasi dan mengedukasi KPM melalui P2K2 dengan pemberian materi, salah satunya terkait pengelolaan keuangan keluarga untuk mampu bergraduasi sehingga mampu juga memutus rantai kemiskinan, meski dimulai dari keluarga sendiri.

Tidak hanya berhasil menarik perhatian tetangga sebagai pembeli setia, namun Tia Seprai juga berhasil dikenal produknya oleh pihak Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian. “Kadang saya diundang ikut bazar oleh Dinas Industri dan UMKM, mereka tiba-tiba menyuruh gitu, ketika ada bazar, saya dapat lahan jualan yang lebih besar karena barang dagangan saya banyak dan laris, jadi usaha saya sudah tercium oleh mereka,” diakui lagi oleh Ibu Tia.

Pada tahun 2018, omset penjualan Tia Seprai hanya Rp. 5.000.000/bulan dan setiap tahunnya terus melonjak, hingga kini dapat ia terima hingga Rp. 40.000.000/bulannya. Omset tersebut ia dapatkan dengan aktif berjualan bukan hanya kain seprai, namun juga beragam produk kain lainnya, seperti sarung bantal, bed cover, mukena, celana pendek hingga celemek makan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun