Mohon tunggu...
Ammar Ginanjar
Ammar Ginanjar Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Lingkungan sekitar

an ordinary person living in an extraordinary world

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Korban...Karbon...Korban...Karbon...Karbon Itu Apa?

1 September 2024   09:10 Diperbarui: 1 September 2024   10:31 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai salah satu negara yang memiliki hutan tropis terluas dan juga ekosistem mangrove dan gambut penting dalam penyerapan emisi karbon, Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk bermain dikancah global. Melalui Pepres no 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi salah satu tonggak awal tumbuhnya bisnis berbasis lingkungan ini. Dampak kebijakan tersebut terlihat dengan mulai bermunculannya perusahaan -perusahaan rintisan yang bermain dalam isu lingkungan, baik pengembangan aplikasi pengukur jejak karbon, jasa restorasi hingga penyedia tenaga teknis hingga pengembangan teknologi carbon capture and storage (CCS). Dalam peraturan menteri LHK sebagai pengampu isu ini, juga telah dijabarkan bahwa dalam perdagangan jasa penyerapan karbon ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak swasta juga tetapi juga pihak desa dengan perhutanan sosialnya. Hal ini patut diapresiasi karena dengan kebijakan tersebut diharapkan penguasaaan lahan sebagaimana yang telah terjadi dimasa sebelumnya tidak terjadi kembali dimasa saat ini dan mendatang.

Skema insentif karbon dengan pendekatan yurisdiksi juga telah diimplentasikan di Kalimantan Timur  sejak 2020 melalui program FCPF Carbon Fund  yang didanai oleh World Bank. Pada progam ini Kalimantan Timur diharapkan dapat menurunkan laju deforestasi tahunan guna menjaga hutan sebagai penyedia jasa penyerapan karbon alami. Dari apa yang telah dilakukan Kalimantan Timur telah menjadi bukti nyata bahwa upaya penurunan emisi tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga pemerataan pembangunan. Dampak dari program ini bahkan dapat dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mana merupakan super hero bagi masyarakat global. Dimasa mendatang diharapkan desa bukan hanya sebagai 'penjaga hutan' semata tetapi juga sebagai pusat dari pengembangan ilmu alam dan lingkungan, dimana kesenjangan antara sains dan modal alam yang mereka miliki sudah semakin tipis. Dimana kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan tidak hanya berhasil dilestarikan, tetapi juga dikembangkan dan relevan dengan sains terkini.

Perdagangan Jasa Penyerapan Karbon Hanyalah  Sebuah Awal

Ya, perdagangan jasa penyerapan karbon hanyalah sebuah awal dari pengembangan inisiatif lingkungan yang lain. Penyerapan emisi atau pemurnian udara merupakan salah satu dari jasa ekosistem atau lingkungan yang dapat disediakan oleh hutan. Tetapi hutan masih memiliki jutaan solusi bagi perbaikan lingkungan baik kesehatan, pangan, tata air maupun keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati merupakan salah satu modal terbesar lain yang dimiliki Indonesia.Selama ini keanekaragaman hayati telah banyak memberikan manfaat bagi kita tanpa kita sadari. Sejumlah besar manfaat non karbon yang diberikan hutan ini disebut dengan istilah  beyond carbon.

Keanekaragaman hayati bagi sebagian pihak dipahami sebagai penghambat investasi dan penghambat pembangunan. Hal ini karena isu keanekaragaman hayati kadang menghambat pihak tertentu untuk mengelola ataupun memperoleh perizinan lahan. Keaneragaman hayati dianggap tidak memiliki nilai ekonomi sehingga kadang dianggap sebelah mata. Dalam kenyataana keanekaragaman hayati merupakan salah satu fondasi bagi berkembangnya teknologi seperti pertanian,farmasi, medis, biokimia, bioteknologi dan masih banyak lagi. Manfaat ekonomi dari keanekaragaman hayati belum dapat banyak dirasakan oleh bangsa Indonesia,karena tidak adanya kepemilikan aset intelektual atas pengembangan dan penelitian aset keanekaragaman hayati itu sendisi.

Hutan, sumber daya alam, mineral dan keanekaraman hayati merupakan potensi yang dianugerahkan  dan diamanahkan Tuhan pada bangsa Indonesia. Pada masa lalu bangsa Indonesia dikenal sebagai pemasok bahan mentah kenegara-negara lain karena keterbatasan SDM dan aset intelektual yang dimiliki. Perdagangan karbon adalah sebuah langkah awal dan masih perlu kita dukung dan sukseskan untuk membuka peluang lain.Sudah saatnya kita sebagai bangsa Indonesia bersama membentuk generasi penerus kita untuk mampu menjadikan Indonesia sebagai pusat peradaban berbasis lingkungan. Dimana kita tidak hanya memiliki "Laboratorium" terbesar didunia, tetapi juga ilmuwan dan masyarakat yang menjadikan pengetahuan lingkungan bukan sebagai ilmu tetapi bahkan menjadi "kearifan lokal" yang baru yang kita perbincangkan dimana saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun