ia nisankan abstraksi masa lalu diantara luka dan bahagia. ia pasung sentuh hangatnya di ambang realita metafisik. ia kecup kejam bisiknya di sela usang rindu. ia sayat sejuk senyumnya di balik ringkih takdir. ia ukir manis wajahnya di lingkar rongga darah sanubari. ia lukis sendu tatapnya di atas retak tempurung hari. hanya bisa menjamahi angan-angan di sekitar ingatan. hanya bayangnya yang bergetar diatas samar air danau. ditemani bayang pohon bakau di hadapan pecundang. pecundang yang kehilangan akal. sesak dirinya bernapas, hela demi hela lafas tak mampu meraih cinta, pecundang tetap pecundang, meringkuk di pinggir danau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H