Mohon tunggu...
asfasfgasfsfa
asfasfgasfsfa Mohon Tunggu... Mahasiswa - safasgfasg

sfsfasfasf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro Kontra Nikah Mutah

28 Desember 2021   22:31 Diperbarui: 28 Desember 2021   22:37 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 ingin keluar dari kemiskinan, tetapi di sisi lain terkait dengan kecenderungan/tradisi kawin kontrak, hal-hal berikut harus dilihat secara kritis: Keinginan untuk keluar dari kemiskinan sebenarnya adalah berdasarkan motif pribadi yang mementingkan diri sendiri. Di sana, hubungan interpersonal pada akhirnya direduksi menjadi sekadar objektifikasi hubungan. Jika demikian, jelas bahwa  dalam situasi seperti itu, individu perlu menolak pernikahan kontrak. Ini tidak berarti bahwa perkawinan kontrak dapat dibenarkan jika motivasinya secara objektif baik. Mereka yang menghadapi situasi ini pada akhirnya harus melihatnya dari sudut pandang moral.

 Orang harus memilih  yang lebih berharga berdasarkan prinsip-prinsip moral yang berlaku secara universal dan menurut apa yang mereka anggap benar dalam hati nurani mereka.

 Dalam hal ini, peran pembangunan hati nurani dalam masyarakat menjadi jelas. Orang-orang di sana hidup dalam  tradisi bahwa pernikahan kontrak adalah aturan sehari-hari. Tentu saja, situasi ini berdampak besar pada sikap, pembentukan hati nurani, dan keputusan  pernikahan kontrak mereka. Pengetahuan dan informasi yang salah tentang hubungan kontraktual juga dapat menyebabkan keputusan yang salah. Dalam hal ini, hati nurani disalahpahami karena ketidaktahuan yang tidak dapat diatasi. terus lakukan? Dalam menghadapi situasi ini, setiap orang harus mampu menemukan realitas secara terbuka dan  objektif. Dia harus menemukan informasi yang benar dan mengoreksi keputusan yang salah. Perhatian besar harus diberikan di sini untuk benar-benar memahami dan memahami esensi pernikahan. Oleh karena itu, peran ulama, pemuka agama dan pemerintah sangat penting di sini. Mereka dapat membantu mengungkapkan pandangannya tentang hakikat perkawinan menurut keyakinan dan wahyu masing-masing agama, dan pemerintah juga harus memberikan informasi tentang kedudukan sistem perkawinan

 dalam konstitusi/hukum nasional. Upaya ini secara tidak langsung mendukung proses penyadaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun