Data penelitian World Bank menunjukkan bahwa perusahaan dengan program pelatihan reguler memiliki tingkat kepuasan pelanggan 25% lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak menyediakan pelatihan. Hal ini menjadi bukti bahwasanya investasi pada aspek manusia mampu memberikan dampak langsung terhadap kualitas layanan.
Selain itu, tekanan persaingan harga juga ikut memberi andil terhadap kualitas layanan logistik. Khususnya di Indonesia dimana perusahaan ekspedisi berlomba-lomba menawarkan tarif termurah untuk menarik pelanggan. Sayangnya, harga murah tersebut seringkali diikuti oleh pemangkasan biaya operasional, terutama berkaitan fasilitas pendukung sehingga mempengaruhi perlakuan terhadap paket pelanggan.
Kondisi tersebut akan menciptakan lingkungan kerja yang tidak ideal bagi para pekerja lapangan. Mereka akan dipaksa bekerja dalam tekanan tinggi dengan upah yang mungkin tidak sebanding.
Dalam jangka panjang, situasi semacam ini berpotensi mengikis motivasi pekerja ekspedisi untuk memberikan layanan terbaik. Henry Ford pernah mengatakan, "You can't build a reputation on what you are going to do." (Anda tidak bisa membangun reputasi dari apa yang akan Anda lakukan). Tanpa kualitas layanan yang konsisten, harga murah hanyalah omong kosong. Kolaborasi Perusahaan, Pemerintah, dan Masyarakat
Solusi dari masalah ini tidak akan bisa dilakukan oleh salah satu pihak saja. Diperlukan kolaborasi dari perusahaan logistik, pemerintah, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih sehat.
Perusahaan perlu lebih tegas dalam menerapkan standar operasional yang berfokus pada kepuasan pelanggan. Sementara pemerintah dapat berperan dengan menyediakan regulasi yang melindungi hak-hak pekerja sekaligus mendorong transparansi dalam sistem pengiriman.
Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen juga memiliki peran penting, yakni dengan memilih layanan pengiriman yang mengutamakan kualitas ketimbang harga murah.
Sebuah ekosistem yang baik hanya akan terwujud manakala semua elemen bekerja sama mewujudkan iklim dunia logistik yang sehat dan berkualitas.
Ketika melihat video viral tentang petugas ekspedisi yang melempar paket, mungkin dengan mudah kita merasa frustrasi dan menyalahkan mereka yang berada dalam video. Namun, alih-alih hanya melihat kesalahan di permukaan, mari kita refleksikan masalah yang lebih mendalam. Mulai dari budaya kerja yang kurang profesional hingga manajemen yang tidak mendukung, semuanya berkontribusi pada insiden seperti ini.
Sebagai konsumen, kita harus menyadari bahwa kita sejatinya memiliki kekuatan untuk mendorong perubahan dengan mendukung layanan yang menghargai nilai kualitas dan profesionalisme. Melalui kerja sama yang baik dari semua pihak, maka kita akan bisa mewujudkan sistem logistik yang lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Maturnuwun,