Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Mengungkap Sisi Gelap Kriminalitas di Kalangan Disabilitas

5 Desember 2024   09:10 Diperbarui: 6 Desember 2024   12:12 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kriminalitas | Adysta Pravitra Restu/Kompas

Media sosial belakangan dihebohkan oleh sebuah kasus yang cukup unik sekaligus kontroversial. Seorang pria disabilitas (tunadaksa) menjadi tersangka dalam kasus pelecehan seksual, sehingga memunculkan perdebatan hangat di kalangan netizen. 

Banyak yang skeptis bahwa pelaku dengan disabilitas semacam itu dapat melakukan tindakan kriminal. Namun, di sisi lain, ada juga yang mempertanyakan, apakah kita terlalu cepat mengaitkan ketidakmampuan fisik dengan ketidakmungkinan moral?

Dalam narasi ini, muncul pertanyaan mendalam mengenai sejauh mana disabilitas dapat menjadi alasan pembebasan dari tuduhan kriminal, atau malah berpotensi menjadi celah untuk kejahatan?

Faktanya, diskusi tentang kriminalitas di kalangan disabilitas, khususnya mereka yang memiliki disabilitas intelektual (intellectual disability, ID), bukanlah hal baru di dunia akademik. Menurut penelitian Salekin et al. (2010), individu dengan ID cenderung lebih rentan terhadap pengaruh negatif lingkungan sosial, yang kadang-kadang dapat mengarah pada perilaku kriminal.

Masalah psikologis seperti gangguan kepribadian antisosial sering menjadi faktor pemicu, memperumit situasi mereka. Fenomena ini tentu menuntut kajian lebih dalam, sebab pendekatan masyarakat terhadap kasus seperti ini tidak hanya memengaruhi keadilan hukum, tetapi juga menyentuh rasa kemanusiaan.

Potret IWAS, pria penyandang disabilitas yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual | Ilustrasi gambar: viva.co.id 
Potret IWAS, pria penyandang disabilitas yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual | Ilustrasi gambar: viva.co.id 

Kriminalitas atau Ketidakadilan Sistem?

Dunia hukum memiliki pandangan beragam mengenai bagaimana menangani pelaku dengan disabilitas. Di Swedia, seperti yang diungkap Svennerlind et al. (2020), asesmen psikiatri forensik seringkali digunakan untuk menentukan apakah seorang pelaku dengan disabilitas intelektual benar-benar memahami konsekuensi tindakannya. Hal ini penting karena tindakan kriminal seringkali lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan.

Namun, di sisi lain, kasus seperti ini juga menimbulkan dilema besar. Apakah perlakuan khusus pada pelaku dengan disabilitas menciptakan standar ganda di mata hukum? Dalam kasus pria tanpa tangan tadi, misalnya, netizen merasa sistem hukum seakan "menuduh sembarangan" sementara bukti yang ada masih dinilai kabur.

Tetapi, penting untuk diingat bahwa hukum tidak semata-mata soal siapa pelakunya, tetapi apakah mereka memiliki kapasitas untuk memahami akibat dari tindakan mereka.

Sebagaimana diungkapkan oleh ahli hukum internasional Benjamin Cardozo, “Justice is not to be taken by storm. She is to be wooed by slow advances.” (Keadilan tidak bisa direbut dengan paksa. Ia harus diraih melalui langkah-langkah perlahan). Pernyataan ini mengingatkan kita bahwa keadilan memerlukan proses dan keseimbangan, terutama ketika berurusan dengan kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.

Kerentanan Psikologis dan Risiko Kriminalitas

Salah satu fakta yang sering diabaikan adalah tingginya prevalensi gangguan psikologis pada individu dengan disabilitas intelektual. Fogden et al. (2016) menunjukkan bahwa komorbiditas seperti gangguan spektrum autisme (ASD) atau ADHD dapat secara signifikan meningkatkan risiko keterlibatan dalam tindakan kriminal. Ketika disabilitas intelektual bertemu dengan lingkungan sosial yang toksik, risiko ini semakin diperbesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun