Fenomena penurunan pendanaan venture capital terhadap unicorn sudah banyak dibahas dalam artikel Venture Capital Market Trends and Unicorns. Berdasarkan data, banyak unicorn yang sebelumnya terbiasa mendapatkan suntikan dana besar harus berjuang dengan pengelolaan yang lebih ketat dan konservatif.
Hal ini tidak terlepas dari dampak dari kondisi ekonomi global yang tidak menentu, terutama pasca-pandemi dan lonjakan inflasi yang terjadi. Banyak unicorn Indonesia yang awalnya mengandalkan investasi besar untuk mendukung ekspansi, kini harus menyesuaikan diri dengan realitas baru.
Sebagai contoh, Gojek dan Bukalapak yang selama ini dikenal dengan pertumbuhannya yang agresif kini mulai lebih berhati-hati dalam membelanjakan dana mereka. Seperti yang dijelaskan dalam Navigate VC, startup yang dulu berkembang dengan model pertumbuhan tinggi kini beralih ke fokus pada efisiensi dan profitabilitas. Ini bukanlah hal yang mudah, apalagi ketika pasar cenderung memperlambat aliran pendanaan ke sektor teknologi.
"Success is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts." - Winston Churchill
(Kesuksesan bukanlah yang terakhir, kegagalan bukanlah yang fatal: yang terpenting adalah keberanian untuk melanjutkan.)
Bagaimana Unicorn Indonesia Berusaha Bertahan?
Saat unicorn Indonesia berjuang mempertahankan eksistensinya, mereka tak hanya berhadapan dengan fluktuasi pasar, tetapi juga harus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan persaingan yang semakin ketat.Â
Banyak unicorn yang kini mencoba mengubah model bisnis mereka, dari sekadar ekspansi cepat menuju pencapaian profitabilitas yang lebih stabil. Bukalapak, yang sempat mengalami penurunan valuasi besar, kini berfokus pada optimalisasi platform e-commerce mereka dan lebih menekankan pada pasar lokal.
Mereka berusaha untuk menyesuaikan diri dengan realitas bahwa "lebih besar" belum tentu lebih baik dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini. Menurut Thomas Edison, "Genius is one percent inspiration, ninety-nine percent perspiration." (Jenius adalah satu persen inspirasi, sembilan puluh sembilan persen keringat.) Sukses tidak hanya bergantung pada ide cemerlang, tetapi juga pada kerja keras dan ketahanan untuk bertahan dalam menghadapi tantangan.
Meski dalam situasi yang penuh tantangan, unicorn Indonesia masih memiliki peluang untuk bangkit kembali. Untuk itu, mereka harus fokus pada pengembangan model bisnis yang lebih berkelanjutan dan berbasis pada inovasi yang lebih terukur.Â
Selain itu, dengan bergantung pada teknologi baru seperti kecerdasan buatan dan blockchain, unicorn Indonesia dapat menemukan jalur baru untuk tumbuh dan berkembang.