Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengapa Atasan Lebih Menyukai "Yes Man"? Begini Temuan Psikologi di Balik Sikap Patuh di Tempat Kerja

6 November 2024   13:38 Diperbarui: 6 November 2024   13:41 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang yang selalu menyetujui atasan mereka terkadang dianggap lebih loyal dan mudah diajak kerja sama | Ilustrasi gambar: freepik.com/  pressfoto

Di dunia kerja, istilah "Yes Man" merujuk pada karyawan yang selalu menyetujui semua instruksi atasan tanpa perlawanan. Kenapa fenomena ini begitu umum, bahkan dalam perusahaan besar?

Menurut penelitian psikologi, seperti yang dikemukakan dalam Groupthink oleh Irving Janis (1972), kecenderungan untuk patuh dan "membungkam" opini berbeda ternyata bukan sekadar hasil tekanan sosial, tetapi juga terkait dengan kecenderungan alami manusia untuk merasa diterima dalam kelompoknya. Sikap patuh memang sering diasosiasikan dengan kestabilan karier, tapi bagaimana dampaknya pada produktivitas dan inovasi di lingkungan kerja?

Di samping faktor sosial, banyak atasan secara alami lebih menyukai karyawan yang tidak menantang keputusan mereka karena dianggap memudahkan proses operasional. Studi lain oleh Van Kleef, G. A., dkk. (2009) menunjukkan bahwa emosi atasan terhadap karyawan yang patuh atau bersikap kritis memainkan peran besar dalam cara interaksi di tempat kerja. Namun, apakah sikap patuh ini benar-benar bermanfaat untuk pertumbuhan profesional?

Efek Psikologis dari Menjadi 'Yes Man'

Menjadi seorang 'Yes Man' bukan hanya berdampak pada hubungan dengan atasan, tapi juga pada mentalitas dan pemikiran internal karyawan itu sendiri. Groupthink oleh Janis (1972) menunjukkan bahwa perilaku ini sering disebabkan oleh tekanan untuk tidak menjadi orang "yang berbeda" dalam kelompok. Pada akhirnya, hal ini menciptakan dinamika di mana semua orang di sekitar merasa terdorong untuk sepakat daripada berargumen.

Ketika individu merasa terpaksa mengikuti arus, pemikiran kritis sering kali dikesampingkan. Hal ini dapat berdampak negatif pada produktivitas tim, khususnya dalam pekerjaan yang membutuhkan inovasi atau solusi baru. Dalam jangka panjang, lingkungan yang mengabaikan pandangan alternatif dapat menjadi stagnan.

Studi oleh Van Kleef, G. A., dkk. (2009) mengungkap bahwa atasan cenderung menunjukkan emosi positif kepada karyawan yang selalu setuju dengan pendapat mereka. Sikap ini, yang mungkin tampak sebagai bentuk penghargaan, ternyata memiliki konsekuensi tersembunyi. Atasan yang terlalu sering berinteraksi dengan karyawan patuh cenderung mengabaikan atau bahkan menolak ide-ide yang lebih kritis.

Di satu sisi, karyawan yang patuh tampak lebih mudah dikelola, tetapi di sisi lain, ini mengurangi kesempatan bagi perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan atau inovasi. Atasan harus menyadari bahwa meski lebih nyaman dengan "Yes Man" sikap tersebut mungkin merugikan dalam jangka panjang.

 

Atasan cenderung merasa lebih nyaman dengan karyawan yang patuh, namun hal ini bisa menjadi kendala dalam inovasi | Ilustrasi gambar: freepik.com/ freepik
Atasan cenderung merasa lebih nyaman dengan karyawan yang patuh, namun hal ini bisa menjadi kendala dalam inovasi | Ilustrasi gambar: freepik.com/ freepik

Dampak Sikap Patuh pada Karier dan Kreativitas

Sikap patuh di tempat kerja tidak hanya memengaruhi persepsi atasan, tetapi juga karier karyawan itu sendiri. Ketika seorang individu dikenal sebagai "Yes Man" peluang mereka untuk menunjukkan kreativitas dan keahlian baru menjadi terbatas. Pada akhirnya, peran mereka sering kali terbatas pada perintah yang diberikan, alih-alih mengambil inisiatif atau bertanggung jawab pada proyek yang lebih besar.

Karyawan perlu menemukan keseimbangan antara mengekspresikan pendapat mereka dan tetap menghormati instruksi atasan. Dalam beberapa kasus, keberanian untuk mengemukakan ide baru justru bisa menjadi nilai lebih yang dihargai di masa depan.

Menjadi seorang "Yes Man" kerap terjadi bukan karena pilihan, tetapi karena tekanan sosial dan budaya perusahaan. Untuk mengatasi hal ini, karyawan bisa mulai dengan meningkatkan keterampilan komunikasi dan menunjukkan nilai dari pemikiran kritis tanpa terkesan mengancam posisi atasan.

Pemimpin yang bijak seharusnya menghargai masukan dari berbagai perspektif, karena ini memperkaya keputusan yang diambil dalam perusahaan.

Namun, penting bagi karyawan untuk memahami batasan dalam mengekspresikan diri dan menyadari dinamika sosial yang ada di lingkungan kerja. Memiliki mentor atau berlatih berbicara di depan umum juga bisa membantu membangun kepercayaan diri.

 

Meningkatkan keterampilan komunikasi adalah cara efektif untuk mengekspresikan pendapat tanpa membuat konflik | Ilustrasi gambar: freepik.com/ freepik
Meningkatkan keterampilan komunikasi adalah cara efektif untuk mengekspresikan pendapat tanpa membuat konflik | Ilustrasi gambar: freepik.com/ freepik

Menemukan Nilai Diri di Tempat Kerja

Pada akhirnya, menjadi seorang "Yes Man" atau bukan adalah pilihan pribadi yang dipengaruhi oleh budaya dan struktur perusahaan. Karyawan yang berusaha menjadi diri sendiri dan tetap menghargai instruksi, tetapi juga mampu berbicara saat perlu, cenderung memiliki karier yang lebih berimbang.

Menurut Janis dan Van Kleef, mereka yang dapat menyeimbangkan pandangan kritis dengan sikap kooperatif memiliki peluang yang lebih besar untuk dihargai baik oleh atasan maupun rekan kerja.

Keseimbangan antara sikap patuh dan pemikiran mandiri bisa menjadi kunci bagi setiap individu untuk tumbuh dan berkembang tanpa kehilangan identitas atau nilai-nilai pribadi.


Ssetiap individu dapat mengevaluasi peran mereka dan memutuskan apakah mereka ingin menjadi bagian dari dinamika kelompok yang mengutamakan kesepakatan, atau memilih untuk menonjol dengan ide-ide inovatif mereka sendiri.

Dalam jangka panjang, menemukan jalan tengah antara patuh dan kritis mungkin menjadi rahasia kesuksesan karier yang berkelanjutan dan hubungan yang sehat di tempat kerja.

Bagaimana dengan kalian?

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun