Di era digital yang serba cepat ini, tren live shopping telah berkembang pesat di platform media sosial, khususnya TikTok. Ada sesuatu yang unik dan adiktif terkait format live shopping ini. Tidak hanya tentang produk yang dijual, tetapi juga interaksi real time antara penjual dan penonton yang membuat konten ini memikat.
Pengguna media sosial bisa menyaksikan "drama" live shopping seperti mereka menonton acara televisi, yang membuat mereka tidak ingin ketinggalan momen menarik atau promosi eksklusif dimana hanya berlaku dalam beberapa menit saja.
Bisa dikatakan, fenomena ini tidak hanya melibatkan faktor ekonomi, tetapi juga psikologi.
Disini kita akan mengupas bagaimana daya tarik psikologis seperti Fear of Missing Out (FOMO), autentisitas, dan hubungan parasosial mendorong kita untuk terus terpaku pada layar live shopping bahkan hingga berjam-jam lamanya.
Â
Faktor Psikologis yang Membuat Live Shopping Menarik
Konten live shopping bukan hanya tentang produk, melainkan tentang pengalaman. Menurut jurnal The Psychology of Social Media: Why People Watch Live Streams on Platforms like TikTok, aspek interaksi real time menciptakan perasaan terlibat langsung dan keintiman.
Penonton merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas, bahkan jika mereka hanya menonton tanpa berinteraksi langsung. Ini mengaktifkan sistem dopamin dalam otak kita, menciptakan perasaan senang yang membuat kita ketagihan untuk terus mengikuti acara tersebut.
Menurut artikel Live Streaming and the Appeal of Authenticity, keaslian adalah faktor kuat yang membuat live shopping lebih menarik daripada konten video yang sudah diedit. Pengalaman spontan dan apa adanya dari seorang host sering kali terasa lebih dekat dengan penonton, menciptakan kesan yang lebih jujur dan transparan.
Bagi banyak penonton, hal ini menjadi alasan mereka kembali menyaksikan sesi live berikutnya.
Disamping itu, ketakutan akan ketinggalan momen atau produk yang diinginkan, atau FOMO, seringkali menjadi pemicu utama dalam live shopping. Dalam jurnal FOMO, Social Comparison, and Impulse Buying dijelaskan bahwa keterbatasan waktu dan stok produk menciptakan tekanan psikologis yang mendorong keputusan impulsif.
Ketika penonton merasa bahwa kesempatan tersebut hanya tersedia sekali, mereka lebih mungkin melakukan pembelian tanpa berpikir panjang.
Dalam jurnal Parasocial Relationships and Media Consumption dijelaskan adanya fenomena dimana penonton merasa memiliki hubungan personal dengan host atau influencer. Hubungan ini memperkuat keterlibatan penonton dalam sesi live shopping karena mereka merasa seolah-olah mengenal host secara pribadi, menciptakan ikatan emosional yang lebih dalam.
Diluar beberapa hal tadi, strategi marketing seperti diskon terbatas waktu atau penggunaan host yang karismatik turut memperkuat daya tarik live shopping. Studi Social Influence and Persuasion in Live Commerce menyebutkan bahwa teknik persuasi ini mampu memengaruhi keputusan belanja penonton.
Saat penonton melihat urgensi atau desakan, mereka menjadi lebih rentan untuk membuat keputusan impulsif, sehingga menciptakan siklus yang menguntungkan bagi penjual.
***
Euforia live shopping bukan hanya fenomena biasa. Ia adalah hasil dari kombinasi unik antara teknologi, psikologi, dan pemasaran. Konten semacam ini tidak hanya menawarkan kesempatan belanja, tetapi juga sebuah pengalaman yang penuh keterlibatan dan drama.
Seiring perkembangan teknologi, kita mungkin akan terus menyaksikan evolusi dari pengalaman live shopping ini, dengan teknik baru yang semakin canggih untuk memengaruhi psikologi penonton.
Â
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H