Situasi semacam ini tidak jarang menyebabkan apa yang disebut "bottleneck digital," yakni ketika terlalu banyak komponen saling bergantung satu sama lain. Akibatnya, jika salah satu dari komponen tersebut tidak bekerja sesuai ekspektasi, seluruh proses pun terhambat, dan waktu yang diperlukan untuk memperbaiki masalah tersebut memakan biaya besar.
Di sinilah ironi terbesar dari hyper-automation berada, dimana ketergantungan pada teknologi yang terlalu masif bisa berakhir dengan perlambatan kinerja perusahaan itu sendiri.
Efek Global Hyper-Automation
Dalam skala global, efek dari hyper-automation juga turut mengusik keseimbangan ekonomi. Otomatisasi di satu sisi memang memicu efisiensi, namun juga meningkatkan kesenjangan kerja di sektor-sektor tertentu.
Berdasarkan penelitian Bessen (2019), ketergantungan pada otomatisasi bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dengan meminggirkan banyak tenaga kerja. Di Amerika Serikat, misalnya, peralihan besar-besaran ke otomatisasi di sektor manufaktur telah menciptakan gelombang PHK yang justru menekan daya beli masyarakat.
Otomatisasi yang terlalu cepat dan tanpa strategi jangka panjang dapat memicu efek domino pada ekonomi global, dan pada akhirnya, produktivitas keseluruhan malah merosot. Ironisnya, hyper-automation yang diharapkan menjadi solusi malah memperbesar beban ekonomi karena menciptakan kesenjangan lapangan kerja.
Apa yang terjadi di sektor industri hanyalah permulaan. Dampaknya bisa jadi akan meluas ke sektor lainnya seperti keuangan, kesehatan, dan pendidikan yang semakin terdampak oleh ketergantungan teknologi.
***
Pada akhirnya, hyper-automation mungkin memang bisa mengubah peta ekonomi, tetapi dengan dampak yang seringkali tidak kita antisipasi. Ketika otomatisasi terlalu dipaksakan tanpa strategi yang matang, kita sebenarnya hanya memperpanjang daftar tantangan yang harus kita hadapi di masa depan.
Apakah benar bahwa otomatisasi adalah jawaban dari semua masalah? Mungkin ya, mungkin tidak. Namun, tanpa keseimbangan dan kontrol, otomatisasi dapat menjadi pedang bermata dua yang justru memperlambat kemajuan kita.
Paradoks otomatisasi ini seolah menggambarkan sebuah pesan penting bahwasanya terkadang apa yang tampak sebagai solusi ideal tidak selalu berakhir sebagai solusi sempurna. Mulai dari peralatan sederhana hingga hyper-automation, teknologi akan terus berkembang, tetapi pada akhirnya, keseimbangan tetaplah menjadi kunci.
Maturnuwun,