Di dunia yang semakin terhubung ini, pernikahan kerap kali dirundung bayang-bayang kesepian yang tak terlihat. "Lonely marriage," sebuah istilah yang menggambarkan keadaan ketika pasangan tetap hidup bersama secara fisik namun terpisah secara emosional, telah menjadi fenomena yang makin meluas di era digital ini. Dengan maraknya platform virtual yang seakan memfasilitasi hubungan antar manusia, justru muncul pertanyaan besar: apakah teknologi mempererat hubungan kita atau justru menjauhkan?
"Technology is a useful servant but a dangerous master." - Christian Lous Lange
(Teknologi adalah pelayan yang bermanfaat namun tuan yang berbahaya.)
Munculnya penelitian dalam jurnal Computers in Human Behavior mengungkap bahwa terlalu banyak berinteraksi secara virtual, baik melalui media sosial maupun aplikasi pesan instan, dapat memengaruhi kualitas hubungan emosional antara pasangan. Studi tersebut menunjukkan bahwa dalam konteks pasangan, ketergantungan pada interaksi digital berisiko menimbulkan isolasi emosional yang pada akhirnya menciptakan apa yang disebut sebagai "Lonely Marriage."
Â
Memahami Konsep "Lonely Marriage" di Era Modern
Pada dasarnya, pernikahan yang kesepian bukanlah konsep baru. Banyak pernikahan di masa lalu pun dilanda keterasingan emosional, tetapi era digital menyajikan dinamika baru. Saat ini, orang lebih mudah mengakses interaksi sosial online yang ironisnya kemudahan tersebut malah menciptakan hambatan emosional di antara pasangan yang seharusnya bisa saling terhubung lebih dalam.
Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang terlalu asyik dalam dunia virtual kerap kali merasa tidak puas dengan interaksi sehari-hari. Alih-alih berbicara tentang pengalaman sehari-hari, banyak pasangan justru memilih untuk menghabiskan waktu di platform sosial atau dunia maya. Pada akhirnya, mereka mungkin merasa lebih terhubung dengan teman online ketimbang pasangan hidup mereka.
Teknologi mengaburkan batas antara ruang publik dan pribadi. Ketika seseorang lebih banyak waktu berada di dunia maya, waktu untuk bersama pasangan menjadi semakin terbatas.
Penelitian menunjukkan bahwa komunikasi digital memiliki keterbatasan dalam menyampaikan emosi secara efektif. Misalnya, percakapan melalui teks sering kali tidak menyampaikan nada, ekspresi, atau bahasa tubuh yang penting dalam komunikasi langsung. Ketiadaan ini membuat koneksi emosional menjadi dangkal dan rentan terhadap salah paham.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Computers in Human Behavior, ditemukan bahwa ketergantungan pada komunikasi digital bisa mengurangi empati di antara pasangan. Ketika masalah muncul, pasangan cenderung merespons dengan singkat atau bahkan mengabaikannya karena merasa sudah terlalu lelah untuk kembali membuka ruang emosional di akhir hari.
Â
Teknologi dan Dampaknya pada Kepuasan Hubungan
Interaksi sosial virtual menggeser persepsi kita terhadap keintiman. Banyak pasangan mengira bahwa mereka dapat "menambal" waktu bersama melalui pesan teks atau panggilan video. Namun, keintiman tidak sekadar dihitung dari jumlah pesan, melainkan kualitas interaksi yang terjadi. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan yang mengandalkan komunikasi digital cenderung mengalami penurunan dalam kepuasan hubungan.
Keberadaan teknologi dalam pernikahan perlu diseimbangkan agar tidak merusak koneksi yang sebenarnya. Saat ketergantungan digital berlebih, percakapan menjadi mekanis dan keintiman berkurang.
Namun, meski teknologi bisa menghalangi, ia sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk mendukung kedekatan. Menggunakan teknologi dengan lebih bijak dan mengutamakan waktu berkualitas bersama pasangan merupakan langkah penting. Aktivitas sederhana seperti memasak bersama tanpa gangguan gawai, berbincang tanpa layar, atau meluangkan waktu untuk saling mengapresiasi dapat membantu mengembalikan koneksi emosional.
Banyak ahli menyarankan melakukan "puasa digital" atau "digital detox" untuk menjaga keintiman hubungan. Di era di mana notifikasi tidak ada habisnya, membatasi penggunaan gawai bisa memberi ruang bagi pasangan untuk saling terhubung secara nyata.
Lonely marriage bisa menjadi peringatan bagi pasangan yang hidup di era serba terhubung ini. Dimana meskipun interaksi virtual menawarkan kenyamanan dan fleksibilitas, dampak jangka panjangnya perlu diwaspadai. Penting untuk diingat bahwa keintiman adalah landasan hubungan yang sehat dan hanya dapat terbangun melalui komunikasi tatap muka.
Melalui pemahaman akan bahaya lonely marriage ini, kita dapat membangun kesadaran untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi demi menjaga kedekatan emosional.
Â
***
Lonely marriage bukan hanya cerita kosong di era digital, tetapi realitas yang dialami banyak pasangan. Teknologi memang mempertemukan kita dengan dunia, tetapi tidak jarang membuat kita melupakan orang terdekat.
Memahami dan mengatasi kesenjangan emosional ini bisa menjadi langkah awal untuk menjaga keutuhan hubungan. Jadi, apakah kita siap mengutamakan hubungan yang nyata?
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H