Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

5 Tugas "Tak Terlihat" yang Menyebabkan "Burnout" Pekerja Digital di Era AI

28 Oktober 2024   05:44 Diperbarui: 28 Oktober 2024   07:35 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital berbasis AI ini, semua seolah-olah menjadi lebih mudah. Tapi, apakah memang betul demikian? Kenyataannya, banyak pekerja digital yang justru mengalami kelelahan tak terbayangkan dari tugas-tugas tersembunyi yang tidak pernah diakui secara nyata. Contohnya, otomatisasi bukan berarti pekerjaan kita berkurang, tetapi justru membawa 'beban mental tambahan' yang kian tidak kasat mata.

Albert Einstein pernah berkata, "It's not that I'm so smart; it's just that I stay with problems longer." Artinya, kunci dari efisiensi bukan hanya teknologi, tetapi bagaimana kita menangani tugas-tugas mental yang kadang terlalu lama kita biarkan. Mari kita telusuri lima tugas tak terlihat yang secara diam-diam menyumbang pada burnout pekerja digital masa kini.

#1. Micro-Tasks yang Menumpuk

Micro-tasks seperti notifikasi email, pesan instan, atau pembaruan aplikasi memang terlihat kecil, tapi dampaknya? Luar biasa! Penelitian Virginia Eubanks dalam "The Invisible Labor of Work in the Age of Automation" menjelaskan bagaimana micro-tasks yang tampak sepele ini sebenarnya bisa berdampak besar pada kesehatan mental karyawan. Terus-menerus menangani micro-tasks menguras energi mental tanpa kita sadari, karena setiap notifikasi yang muncul mengganggu fokus dan menambah stres.

 

#2. Pengawasan AI yang Terlalu Dekat

AI sering kali dijadikan alasan untuk meningkatkan produktivitas, namun bagaimana ketika AI menjadi pengawas kita? Bagi sebagian pekerja, ini membuat mereka merasa selalu 'diawasi'. Sistem tracking yang terlalu intens menambah tekanan psikologis seiring kita merasa harus "lebih produktif dari mesin."

 

Tekanan psikologis dari pengawasan terus-menerus oleh teknologi AI bisa memicu stres | Ilustrasi gambar : freepik.com / freepik
Tekanan psikologis dari pengawasan terus-menerus oleh teknologi AI bisa memicu stres | Ilustrasi gambar : freepik.com / freepik

#3. Multitasking yang Tak Terlihat

Terlalu sering berpindah-pindah antara tugas-tugas digital, seperti mengurus email sambil mengikuti rapat virtual, bisa membuat kelelahan digital meningkat. Otak kita sebenarnya butuh waktu untuk fokus, bukan untuk terus berganti topik. Sayangnya, banyak pekerja yang terjebak dengan konsep multitasking yang salah.

 

Berganti-ganti tugas di layar komputer tanpa henti bisa memicu kelelahan mental | Ilustrasi gambar : freepik.com / DC Studio
Berganti-ganti tugas di layar komputer tanpa henti bisa memicu kelelahan mental | Ilustrasi gambar : freepik.com / DC Studio

#4. Beban Komunikasi Digital yang Berlebihan

Jika kamu merasa komunikasi digital semakin intens dan membuat "kewalahan," kamu tidak sendiri. Menurut Journal of Applied Psychology, digital overload atau kebanjiran informasi digital---mulai dari pesan, email, hingga permintaan rapat virtual---berdampak signifikan pada kesehatan mental karyawan. Aliran komunikasi tanpa batas ini menciptakan tekanan psikologis dan menurunkan kualitas produktivitas kita sehari-hari. Alih-alih membantu, "terus tersambung" justru menambah rasa cemas dan lelah.

 

Berkomunikasi tanpa jeda bisa menambah tekanan mental dalam bekerja | Ilustrasi gambar : freepik.com / stockking
Berkomunikasi tanpa jeda bisa menambah tekanan mental dalam bekerja | Ilustrasi gambar : freepik.com / stockking

#5. Pembaruan Teknologi yang Tak Henti

Saat software di-update atau sistem AI mengalami perbaikan, sering kali pekerja harus beradaptasi. Tanpa kita sadari, hal ini menambah beban belajar yang tak terlihat. Setiap kali ada perubahan, kita dituntut untuk "beradaptasi cepat," padahal itu berarti tugas mental baru yang terus-menerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun