Di era digital berbasis AI ini, semua seolah-olah menjadi lebih mudah. Tapi, apakah memang betul demikian? Kenyataannya, banyak pekerja digital yang justru mengalami kelelahan tak terbayangkan dari tugas-tugas tersembunyi yang tidak pernah diakui secara nyata. Contohnya, otomatisasi bukan berarti pekerjaan kita berkurang, tetapi justru membawa 'beban mental tambahan' yang kian tidak kasat mata.
Albert Einstein pernah berkata, "It's not that I'm so smart; it's just that I stay with problems longer." Artinya, kunci dari efisiensi bukan hanya teknologi, tetapi bagaimana kita menangani tugas-tugas mental yang kadang terlalu lama kita biarkan. Mari kita telusuri lima tugas tak terlihat yang secara diam-diam menyumbang pada burnout pekerja digital masa kini.
#1. Micro-Tasks yang Menumpuk
Micro-tasks seperti notifikasi email, pesan instan, atau pembaruan aplikasi memang terlihat kecil, tapi dampaknya? Luar biasa! Penelitian Virginia Eubanks dalam "The Invisible Labor of Work in the Age of Automation" menjelaskan bagaimana micro-tasks yang tampak sepele ini sebenarnya bisa berdampak besar pada kesehatan mental karyawan. Terus-menerus menangani micro-tasks menguras energi mental tanpa kita sadari, karena setiap notifikasi yang muncul mengganggu fokus dan menambah stres.
Â
#2. Pengawasan AI yang Terlalu Dekat
AI sering kali dijadikan alasan untuk meningkatkan produktivitas, namun bagaimana ketika AI menjadi pengawas kita? Bagi sebagian pekerja, ini membuat mereka merasa selalu 'diawasi'. Sistem tracking yang terlalu intens menambah tekanan psikologis seiring kita merasa harus "lebih produktif dari mesin."
Â
#3. Multitasking yang Tak Terlihat
Terlalu sering berpindah-pindah antara tugas-tugas digital, seperti mengurus email sambil mengikuti rapat virtual, bisa membuat kelelahan digital meningkat. Otak kita sebenarnya butuh waktu untuk fokus, bukan untuk terus berganti topik. Sayangnya, banyak pekerja yang terjebak dengan konsep multitasking yang salah.
Â
#4. Beban Komunikasi Digital yang Berlebihan
Jika kamu merasa komunikasi digital semakin intens dan membuat "kewalahan," kamu tidak sendiri. Menurut Journal of Applied Psychology, digital overload atau kebanjiran informasi digital---mulai dari pesan, email, hingga permintaan rapat virtual---berdampak signifikan pada kesehatan mental karyawan. Aliran komunikasi tanpa batas ini menciptakan tekanan psikologis dan menurunkan kualitas produktivitas kita sehari-hari. Alih-alih membantu, "terus tersambung" justru menambah rasa cemas dan lelah.
Â
#5. Pembaruan Teknologi yang Tak Henti
Saat software di-update atau sistem AI mengalami perbaikan, sering kali pekerja harus beradaptasi. Tanpa kita sadari, hal ini menambah beban belajar yang tak terlihat. Setiap kali ada perubahan, kita dituntut untuk "beradaptasi cepat," padahal itu berarti tugas mental baru yang terus-menerus.
Â
***
Burnout di era digital sering kali muncul bukan dari beban pekerjaan utama, melainkan dari tumpukan tugas-tugas kecil yang tak kasat mata. Dengan mengelola setiap tugas digital dan mengatur waktu agar tidak selalu "on" di dunia maya, kita dapat mengurangi beban mental ini. Ingat, tidak semua yang mudah adalah solusi. AI bisa membantu kita bekerja lebih efisien, namun kita tetap harus jeli mengelola dampaknya pada kesehatan mental kita.
Maturnuwun,
Growthmedia
NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H