Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengulik Retreat Mentri di Akmil Magelang, Murni Profesionalitas atau Gimik Pencitraan?

26 Oktober 2024   05:04 Diperbarui: 26 Oktober 2024   06:44 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Retreat mentri di Akmil Magelang benarkah sesuatu yang diperlukan oleh kabinet pemerintahan baru ? | Sumber gambar : www.cnbcindonesia.com

Ada suatu masa dalam benak kita di mana birokrat berdasi duduk di belakang meja-meja megah, berkutat di ruangan AC, mengulas berkas, dan menandatangani dokumen. Namun, tiba-tiba situasi berbalik. Foto-foto para pejabat pemerintahan yang mengenakan seragam militer, melompat dan berlari di bawah terik matahari, kini menghiasi halaman depan media. Sebuah aktivitas yang disebut "retreat" para menteri di Akademi Militer Magelang.

 

Sekilas, tampak mengesankan. Namun, benarkah aktivitas ini membawa perubahan nyata dalam tubuh pemerintahan, atau justru tak lebih dari sekadar gimik pencitraan semata? Pertanyaan inilah yang menggugah untuk kita selami lebih dalam.

Profesionalitas vs. Gimik: Di Manakah Batasnya?

Saat ditelisik, retreat ini menciptakan kesan disiplin dan jiwa militeristik yang kuat. Namun, apakah ini yang betul-betul dibutuhkan oleh para birokrat? Bukankah menteri seharusnya mengembangkan profesionalitas di sektor mereka masing-masing ketimbang menjalani latihan fisik layaknya taruna baru?

Menurut Prof. William R. Walker, seorang pakar manajemen publik dari Columbia University, "Disiplin fisik memang dapat memberikan fondasi yang baik, tetapi pada akhirnya, profesionalisme dalam birokrasi tidak diukur dari seberapa tangguh seseorang menahan berat fisik, melainkan dari seberapa baik ia dapat menyelesaikan persoalan." Pandangan ini memberikan kita perspektif tentang perlunya pemerintah untuk fokus pada kompetensi administratif ketimbang aksi performatif.

Retreat ini hadir di tengah meningkatnya tuntutan terhadap transparansi dan efisiensi di kalangan pemerintahan. Ketika kepercayaan publik terhadap pemerintah mulai tergoyah, adanya aktivitas seperti ini tampak sebagai simbol kedisiplinan dan kepatuhan. Namun, bukankah rakyat lebih membutuhkan kebijakan konkret yang mengutamakan kesejahteraan?

Setiap sesi kegiatan di Akademi Militer ini tentu menarik perhatian publik, foto-foto yang ditangkap dengan sempurna dan video yang direkam dengan angle dramatis, semua ini menunjukkan "keseriusan" pemerintahan. Tak pelak, yang kemudian tergambar adalah birokrat yang tampak tegas dan disiplin.

Namun, sesungguhnya, efektivitas kebijakan lebih dari sekadar retorika disiplin dan citra visual. Sebuah studi dalam Journal of Public Administration menyebutkan, "Kehadiran sebuah tindakan yang terlalu jauh dari esensi peran pemerintahannya bisa memperkecil kredibilitas dibanding meningkatkan kepercayaan publik." Kita tentu tidak ingin kepercayaan itu menjadi sekadar tumpukan dokumentasi tanpa dampak.

Refleksi dari Perspektif Administrasi Modern

Ada baiknya kita kembali merenung, apakah dengan menjadi lebih disiplin ala militer, para menteri ini akan menjadi lebih kompeten dalam pengelolaan kebijakan publik? Penguatan birokrasi tak hanya tentang daya tahan fisik dan ketaatan mutlak, melainkan tentang kinerja nyata yang mendatangkan dampak positif bagi masyarakat.

Para birokrat tidak seharusnya didikte dengan cara kepemimpinan militeristik. Mereka butuh memahami bagaimana manajemen publik dan pelayanan masyarakat dapat dioptimalkan. Mungkinkah mereka, dengan serangkaian latihan ini, mampu menciptakan kebijakan yang lebih proaktif dan responsif? Ataukah retreat di Akmil ini justru jadi selingan yang tak relevan dengan problematika yang sesungguhnya?

Jika kita lihat dari kaca mata kritis, masalah yang dihadapi negeri ini sesungguhnya jauh lebih pelik daripada sekadar memperkuat kedisiplinan dalam tubuh pemerintahan. Mulai dari problematika ekonomi, kemiskinan, isu lingkungan, hingga ketidakmerataan infrastruktur, pemerintah perlu mendorong birokratnya untuk lebih tajam dalam merumuskan solusi.

Daripada menghabiskan waktu dalam kegiatan simbolis, mungkin yang lebih dibutuhkan adalah pelatihan berbasis solusi nyata, yakni terkait bagaimana merancang strategi fiskal, mengoptimalkan layanan publik, atau menyusun kebijakan kesehatan. Kita tentu menginginkan pemerintah yang punya daya adaptasi kuat, namun hal itu seyogianya tumbuh dari pembelajaran yang relevan dengan situasi nyata, bukan sekadar aktivitas fisik di medan pelatihan.

***

Kita tentu tak menolak adanya retreat ini sepenuhnya, namun penting untuk mempertanyakan urgensinya. Seberapa besar waktu dan sumber daya yang dikerahkan untuk sebuah aktivitas yang seharusnya tidak menjadi prioritas? Dalam menghadapi kompleksitas persoalan di Indonesia, profesionalitas harus tetap menjadi fondasi utama, bukan sekadar kedisiplinan fisik ala militer.

Bagi rakyat, yang mereka harapkan adalah kebijakan yang nyata terasa di kehidupan sehari-hari, bukan citra semu yang direkayasa di media. Sebab, pada akhirnya, profesionalitas adalah tentang hasil nyata, bukan sekadar kesan gagah dalam seragam yang megah.

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun