Belakangan ini, sepeda listrik makin banyak digandrungi di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Dari segi efisiensi dan kemudahan, sepeda listrik tampak seperti solusi praktis untuk mobilitas sehari-hari, terutama di kawasan perumahan dan perkotaan. Tidak hanya ramah lingkungan, alat transportasi ini juga dianggap lebih ekonomis dibandingkan kendaraan bermotor. Namun, di balik popularitasnya, muncul kekhawatiran akan keselamatan dan aturan hukum yang tidak jelas.
Â
Jika kamu sering melihat pengguna sepeda listrik melaju dengan kecepatan cukup tinggi di jalanan tanpa mengenakan helm, Anda mungkin juga bertanya-tanya: apakah sepeda listrik ini akan diperlakukan seperti sepeda biasa atau kendaraan bermotor? Hingga kini, kesenjangan dalam regulasi terkait penggunaan sepeda listrik masih menjadi perdebatan di banyak negara, termasuk Indonesia. Pertanyaannya, apakah perlu ada aturan yang lebih tegas untuk mengatur sepeda listrik ini?
Di berbagai negara maju, sepeda listrik sudah menjadi bagian dari sistem transportasi yang diatur secara detail. Regulasi yang ketat mengenai batas kecepatan, penggunaan helm, hingga perlindungan asuransi sudah diterapkan. Berbeda dengan Indonesia, yang saat ini masih menyamakan sepeda listrik dengan sepeda biasa. Perbedaan ini jelas membawa risiko tersendiri.
Regulasi di Negara Maju vs Indonesia, Mana yang Lebih Siap?
Di Eropa, sepeda listrik sudah diintegrasikan dalam kerangka hukum yang jelas. Sebagai contoh, di Belanda dan Jerman, sepeda listrik dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan kecepatan maksimal dan tenaga mesin. Sepeda yang melaju dengan kecepatan di bawah 25 km/jam masih dianggap sepeda biasa, namun yang melampaui batas ini harus mengikuti aturan kendaraan bermotor, termasuk kewajiban mengenakan helm dan perlindungan asuransi.
Popovich et al. (2021) dalam studi mereka mengungkap bahwa sepeda listrik telah berkontribusi positif terhadap mobilitas urban di Eropa, terutama dalam mengurangi polusi udara dan kemacetan. Namun, mereka juga menekankan pentingnya pengaturan yang ketat untuk menjaga keselamatan pengguna. Kesenjangan regulasi ini menjadi titik krusial, apalagi dengan banyaknya pengguna sepeda listrik di jalan raya yang berpotensi mengalami kecelakaan.
Sebaliknya, di Indonesia, meskipun sepeda listrik semakin populer, regulasi yang mengaturnya masih minim. Undang-Undang Lalu Lintas belum secara spesifik mengatur penggunaan sepeda listrik, sehingga banyak pengendara yang menggunakan sepeda ini dengan bebas tanpa perlindungan keselamatan yang memadai.
Salah satu perdebatan terbesar mengenai sepeda listrik adalah apakah alat ini harus masuk dalam kategori kendaraan bermotor atau tidak. Secara teknis, sepeda listrik menggunakan tenaga listrik sebagai penggerak, bukan tenaga manusia sepenuhnya. Namun, dalam praktiknya, sepeda listrik sering kali dianggap sebagai sepeda biasa yang bebas melintas di jalan raya tanpa kewajiban menaati aturan kendaraan bermotor.
Di banyak negara maju, sepeda listrik dengan kecepatan tertentu dianggap sebagai kendaraan bermotor ringan, yang artinya perlu ada aturan khusus yang mengatur penggunaannya, seperti persyaratan SIM, helm, dan perlindungan asuransi. Di Amerika Serikat, misalnya, sepeda listrik dengan tenaga lebih dari 750 watt dianggap kendaraan bermotor dan diatur oleh hukum transportasi.
Namun di Indonesia, kategori hukum untuk sepeda listrik masih abu-abu. Pemerintah perlu mempertimbangkan untuk membuat kategori hukum baru yang mengatur penggunaan sepeda listrik, terutama yang memiliki kecepatan dan daya tertentu. Ini penting untuk memberikan kejelasan hukum bagi pengguna sekaligus meningkatkan keselamatan di jalan raya.
Â