Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ketika Profesi Penyelamat Nyawa Justru Merenggut Nyawa, Analisis Kesenjangan Keamanan Profesi di Indonesia

23 Oktober 2024   06:01 Diperbarui: 23 Oktober 2024   10:57 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret petugas pemadam kebakaran di tengah kobaran api, peralatan keselamatan yang tidak memadai menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian | Ilustrasi gambar: freepik.com/freepik

Peristiwa tragis yang merenggut nyawa petugas pemadam kebakaran Martinnius Reja Panjaitan mengguncang banyak pihak. Sebagai seorang petugas yang seharusnya dilengkapi dengan peralatan canggih untuk melawan bahaya, nasibnya berakhir tragis akibat keterbatasan sarana keselamatan. 

Bukan hanya di profesi pemadam kebakaran, masalah ini juga melanda berbagai sektor di Indonesia, di mana profesi dengan risiko tinggi kerap kali dilupakan dalam hal perlindungan. 

Kematian Martinnius menjadi sorotan nyata akan lemahnya perhatian terhadap keamanan profesi yang memikul beban besar menyelamatkan nyawa orang lain, tapi justru mengorbankan nyawanya sendiri.

Kita semua tahu bahwa risiko menjadi bagian tak terpisahkan dari pekerjaan seperti ini. Namun, bagaimana jika risiko tersebut diperbesar oleh kelalaian pemerintah atau institusi terkait dalam memberikan alat dan fasilitas keamanan yang memadai? Jika Martinnius dipersenjatai dengan perlindungan yang sesuai, mungkin ia masih hidup saat ini.

Sebagaimana diungkapkan oleh aktivis keselamatan kerja, "Safety is not an accident, it's a choice." Kalimat ini bukan sekadar ungkapan klise, melainkan realitas yang sering terabaikan dalam dinamika profesi berbahaya di Indonesia.

Kesenjangan Sistem Perlindungan Profesi Berisiko Tinggi

Profesi seperti pemadam kebakaran, polisi, atau pekerja konstruksi berisiko tinggi dan membutuhkan standar keselamatan yang ketat. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa standar perlindungan bagi pekerja ini jauh dari ideal. 

Dalam "Occupational Safety and Health in Public Safety Professions: A Systematic Review," ditemukan bahwa ada celah besar dalam implementasi keselamatan kerja di sektor-sektor publik yang penuh risiko. Salah satu faktor utamanya adalah kurangnya pelatihan dan peralatan keamanan yang sesuai.

Bahkan, pelanggaran terhadap aturan keselamatan sering kali diabaikan hingga terjadi tragedi seperti kasus Martinnius.

Sebagai contoh, banyak petugas pemadam kebakaran di Indonesia tidak dilengkapi dengan alat pelindung yang memadai saat menghadapi kebakaran besar. Meskipun terdapat standar keselamatan internasional, pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna. 

Ini seperti pepatah "menabur angin, menuai badai", di mana pemerintah dan institusi gagal menaburkan perlindungan yang memadai, namun akhirnya memanen korban jiwa.

Apa yang Terlihat dan Apa yang Tersembunyi

Kematian Martinnius hanyalah puncak dari sebuah gunung es besar. Menurut "The Iceberg Theory of Workplace Accidents," mayoritas kecelakaan kerja yang terjadi hanyalah bagian yang tampak dari masalah yang jauh lebih besar. Setiap kasus fatal di tempat kerja sering kali menyembunyikan sejumlah besar pelanggaran atau kelalaian yang tidak terdeteksi sebelumnya.

Kesenjangan dalam implementasi keselamatan di tempat kerja sering kali dianggap sepele hingga sebuah tragedi membuka mata kita. Sayangnya, kecelakaan seperti ini baru diungkap setelah korban berjatuhan. 

Sementara masalah yang mendasar, seperti kekurangan alat keselamatan, jarang menjadi perhatian sebelum ada nyawa yang melayang. Ini menimbulkan pertanyaan penting: seberapa besar harga yang harus dibayar untuk menegakkan standar keselamatan yang layak?

Langkah Nyata untuk Meningkatkan Keselamatan Kerja

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah memperketat regulasi keselamatan kerja, terutama di profesi yang melibatkan risiko tinggi. Sistem pemantauan keselamatan harus diperkuat dengan lebih banyak inspeksi lapangan dan audit reguler untuk memastikan bahwa alat pelindung, seperti pakaian tahan panas untuk pemadam kebakaran atau helm pelindung untuk pekerja konstruksi, tersedia dan digunakan dengan benar. Selain itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan lembaga internasional untuk mempelajari praktik terbaik dalam keselamatan kerja.

Pelatihan intensif dan berkala juga harus menjadi agenda utama bagi institusi yang bertanggung jawab atas pekerja-pekerja ini. Tidak cukup hanya dengan memberikan alat, pelatihan bagaimana menggunakan alat tersebut dalam situasi darurat juga sangat penting. Petugas pemadam kebakaran yang terlatih dengan baik akan mampu menghadapi risiko dengan lebih aman.

Selain itu, kerja sama antarprofesi yang berisiko tinggi perlu ditingkatkan, di mana satu profesi bisa belajar dari kesalahan profesi lainnya. Kolaborasi ini bisa membuka ruang untuk berbagi pengalaman dan memperkuat standar keselamatan lintas sektor.

Kesadaran Kolektif akan Pentingnya Keamanan Profesi

Kita tidak bisa membiarkan kasus Martinnius Reja Panjaitan berlalu begitu saja tanpa ada perbaikan signifikan dalam sistem keselamatan kerja di Indonesia. Nyawa pekerja adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar hanya demi menutupi kekurangan sistem.

"If a man hasn't discovered something that he will die for, he isn't fit to live," kata Martin Luther King Jr. Kalimat ini mencerminkan pengorbanan para pekerja seperti Martinnius, yang rela mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan orang lain. Namun, bukan berarti nyawa mereka harus hilang hanya karena pemerintah dan institusi terkait tidak memberikan mereka perlindungan yang layak.

Sebagai masyarakat, kita perlu mendorong pemerintah untuk menempatkan keselamatan kerja sebagai prioritas utama, terutama bagi profesi yang berisiko tinggi. Jika langkah-langkah pencegahan tidak diambil, kematian-kematian seperti yang dialami Martinnius hanya akan menjadi cerita tragis lainnya yang berulang. Sudah saatnya kita menyadari bahwa keselamatan kerja bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab kolektif dari seluruh elemen masyarakat.

Sekarang, pilihan ada di tangan kita, apakah kita akan terus diam dan menunggu korban berikutnya, atau kita akan bertindak untuk memastikan bahwa tidak ada lagi profesi yang menyelamatkan nyawa tapi malah mengorbankan nyawa mereka sendiri?

Maturnuwun,

Growthmedia

NB : Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun