Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seni Retret Strategis, Mengapa Pemimpin Butuh Waktu untuk Merenung

18 Oktober 2024   14:44 Diperbarui: 18 Oktober 2024   14:44 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Refleksi di puncak tertinggi adalah persiapan untuk tantangan yang lebih besar. | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Ada seorang CEO besar berbicara mengenai kebiasaannya mengambil waktu untuk sendiri, mengunjungi tempat-tempat tenang seperti gunung dan pantai. Bukan hanya untuk beristirahat, tetapi juga untuk merenung. 

Di dalam dunia kepemimpinan, waktu untuk refleksi seperti ini ternyata lebih dari sekadar kebutuhan pribadi. Ini adalah seni yang jarang dipahami, yakni seni retret strategis. Seorang pemimpin yang hebat bukan hanya memimpin orang lain, tetapi juga dirinya sendiri.

 

Hambalang, tempat yang dikenal dengan berbagai retret politik atau militer di Indonesia, sering kali menjadi pilihan bagi pemimpin-pemimpin kita untuk menenangkan pikiran dan menyusun strategi baru. Di balik itu, sebenarnya ada pola yang mirip dengan retret korporat atau spiritual yang dilakukan oleh eksekutif di perusahaan-perusahaan besar. Ini bukan hanya tentang istirahat; ini tentang tumbuh dan belajar.

Mengapa Pemimpin Butuh Retret?

Menurut Harvard Business School, refleksi adalah kunci utama dalam pengembangan diri seorang pemimpin. Pemimpin yang terus menerus disibukkan oleh urusan sehari-hari berisiko kehilangan pandangan jangka panjang yang penting bagi organisasi. Retret memberikan kesempatan untuk menjauh dari hiruk-pikuk harian dan menggali lebih dalam pemahaman diri. Dengan kata lain, saat seorang pemimpin berhenti sejenak, mereka sebenarnya sedang mempersiapkan langkah besar berikutnya.

Tantangan yang semakin kompleks dalam dunia bisnis atau politik membutuhkan lebih dari sekadar keputusan cepat. Para pemimpin yang memiliki waktu untuk berpikir mendalam, berpotensi mengembangkan keputusan yang lebih bijak dan strategis. Seperti yang pernah dikatakan oleh Albert Einstein, "In the middle of difficulty lies opportunity" (Di tengah kesulitan terdapat peluang). Waktu yang dihabiskan dalam refleksi bisa membuka peluang yang tak pernah terlihat sebelumnya.

Teori Pembelajaran Diri Boyatzis

Dalam teori Self-Directed Learning yang dikemukakan oleh Richard Boyatzis, refleksi diri adalah proses penting untuk membantu seorang pemimpin bergerak dari cara berpikir reaktif menjadi lebih proaktif. Dengan memahami "diri ideal" mereka, para pemimpin dapat lebih jelas melihat arah pengembangan pribadi yang ingin mereka capai. Teori ini menegaskan pentingnya introspeksi yang mendalam, di mana pemimpin dapat secara mandiri mengarahkan perubahan dalam diri mereka.

Pemimpin yang bijak tahu kapan harus berhenti sejenak, melihat apa yang telah mereka capai, dan merencanakan langkah berikutnya. Ini adalah salah satu alasan mengapa berbagai organisasi besar menyelenggarakan retret secara rutin untuk para eksekutif mereka. Refleksi seperti ini memungkinkan seseorang untuk meninggalkan "mindset sosial" yang dipengaruhi oleh pendapat orang lain, dan masuk ke dalam "mindset pengarang diri sendiri" di mana keputusan diambil berdasarkan nilai-nilai pribadi dan kesadaran diri.

Retret untuk Pemimpin di Era Digital

Di era digital yang penuh gangguan ini, pemimpin-pemimpin modern dihadapkan pada tekanan untuk selalu tersedia dan siap menyerang kapan saja. Email, pesan instan, dan media sosial sering kali menjadi penghalang untuk mencapai pemikiran yang mendalam. Salah satu manfaat utama dari retret strategis adalah memberi kesempatan untuk mematikan segala bentuk gangguan tersebut dan fokus pada apa yang benar-benar penting.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Mahatma Gandhi, "There is more to life than increasing its speed" (Ada lebih banyak hal dalam hidup daripada sekadar mempercepat lajunya). Retret membantu pemimpin memperlambat langkah, merenungkan arah yang lebih baik, dan akhirnya mengambil keputusan yang lebih tepat dan berdampak besar bagi organisasi maupun masyarakat. Atau Slow Down to Speed Up kalau menurut bukunya Lothar J Seiwert.

Retret bukan hanya tentang merenung untuk diri sendiri, tetapi juga mempersiapkan organisasi untuk tantangan masa depan. Ketika pemimpin memiliki kejelasan visi, mereka bisa memandu tim mereka dengan lebih efektif. Waktu yang dihabiskan dalam kesunyian bukanlah bentuk kemalasan, melainkan investasi dalam diri. Retret memampukan pemimpin untuk kembali dengan energi baru, ide-ide segar, dan strategi yang tajam.

***

Seorang pemimpin yang merenung adalah pemimpin yang mampu membawa organisasi ke depan. Jadi, jika seorang pemimpin memutuskan untuk mengambil waktu di Hambalang atau di mana pun, itu bukan tanda bahwa mereka sedang mundur. Itu justru tanda bahwa mereka sedang menyiapkan diri untuk loncatan besar berikutnya.

Semoga kabinet pemerintahan kedepan yang tengah digodok oleh Prabowo di Hambalang saat ini mampu mengemban tugas untuk memperbaiki kualitas negeri ini dengan kepemimpinan yang berkualitas pula.

Jangan sampai retret Hambalang sekadar menjadi ajeng pamer euforia jabatan kepada rakyat namun tidak becus bekerja.

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib

NB: Temukan artikel cerdas lainnya di www.agilseptiyanhabib.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun