Gaya hidup urban yang terus berkembang di Indonesia, terutama di kalangan anak muda, semakin menguatkan tren konsumtif yang seringkali berlawanan dengan konsep menabung.Â
Fenomena "YOLO" atau "You Only Live Once" menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya ini, di mana pengalaman, hiburan, dan kenikmatan sesaat lebih diutamakan dibandingkan perencanaan keuangan jangka panjang. Disini kita akan membahas beberapa faktor yang menyebabkan kesulitan menabung di kalangan generasi muda Indonesia.Â
1. Pengaruh Media Sosial dan Gaya Hidup Konsumtif
Media sosial memegang peran penting dalam membentuk gaya hidup generasi muda. Platform seperti Instagram dan TikTok penuh dengan konten yang menampilkan gaya hidup glamor, bepergian, dan barang-barang mewah.Â
Budaya pamer ini menciptakan tekanan sosial untuk tampil 'sempurna,' yang akhirnya mendorong perilaku konsumtif. Menurut Hidayat & Kusumawati (2020), "generasi milenial sering kali mengorbankan stabilitas keuangan mereka demi mempertahankan gaya hidup sesuai standar yang dilihat di media sosial."
"Too many people spend money they haven't earned, to buy things they don't want, to impress people they don't like."
--- Will Rogers
(Terlalu banyak orang menghabiskan uang yang belum mereka hasilkan, untuk membeli barang yang tidak mereka inginkan, demi mengesankan orang yang tidak mereka sukai.)
Kebiasaan ini membuat anak muda lebih sulit menyisihkan uang untuk ditabung karena adanya dorongan untuk selalu mengikuti tren yang sedang populer.
2. Budaya Pengalaman Lebih Berharga dari Materi
Seiring dengan berkembangnya gaya hidup urban, ada pergeseran nilai di kalangan anak muda di mana pengalaman hidup dianggap lebih berharga daripada materi.
Konser, perjalanan, makan di restoran mewah, dan pengalaman seru lainnya dianggap lebih bermakna daripada menabung untuk masa depan. Istilah YOLO mengukuhkan pola pikir ini, dengan anggapan bahwa hidup harus dinikmati sepenuhnya sekarang, tanpa memikirkan masa depan secara serius.