Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

AI vs Insting Bisnis, Mana yang Lebih Akurat dalam Membaca Pasar di Masa Krisis ?

11 Oktober 2024   05:34 Diperbarui: 11 Oktober 2024   06:10 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI mampu memproses miliaran data dalam waktu singkat, tetapi masih jauh dari memahami emosi manusia | Ilustrasi gambar: freepik.com / gpointstudio

Pernahkah kamu berada di persimpangan, mencoba menebak arah bisnis saat krisis melanda? Di satu sisi, naluri bisnis yang berpengalaman berbisik halus; di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) memproyeksikan statistik yang dingin. Mana yang lebih tepat? Siapa yang lebih akurat? Insting manusia atau AI yang menganalisis data hingga titik terkecil? Yuk, mari kita bahas secara mendalam dalam artikel ini.

#1. Algoritma Cerdas atau Sekadar Tren?

AI sering dipandang sebagai solusi futuristik, mampu menembus batas logika manusia. Mampukah AI membaca pasar sebaik manusia? Berdasarkan jurnal oleh Jarrahi (2018), AI bukanlah pengganti insting, melainkan pelengkap.

AI dapat memproses data dalam jumlah besar dengan cepat, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh manusia. Dengan machine learning, AI mampu mengenali pola yang tidak terlihat oleh manusia. Saat pasar sedang bergejolak, misalnya akibat pandemi atau inflasi, AI dapat mengidentifikasi anomali yang muncul di berbagai titik. Namun, apakah AI dapat memahami konteks emosional pasar?

 

Bayangkan ini: AI berkata, "Saya prediksi saham akan naik 30%." Insting bisnis kamu menjawab, "Tapi rasanya nggak gitu, deh." Nah, kadang intuisi itu seperti kopi: pahit, tapi pas.

#2. Pahlawan di Balik Layar

Insting bisnis, atau bisa kita sebut juga intuisi, adalah kemampuan yang dibentuk dari pengalaman dan pemahaman mendalam tentang bisnis. Ini seperti seorang master chef yang tahu bumbu mana yang harus ditambah tanpa mengukur. Meski data bisa membantu, insting bisnis sering menjadi pembeda, terutama dalam krisis.

Namun, apa kelemahan insting bisnis? Ini adalah sisi subjektif yang rentan terhadap bias emosional. Kadang, keyakinan terlalu kuat bisa menjadi boomerang. Bahkan legenda bisnis sekalipun bisa salah membaca situasi. Seperti kata Warren Buffett: "It takes 20 years to build a reputation and five minutes to ruin it." (Butuh 20 tahun untuk membangun reputasi dan lima menit untuk menghancurkannya.)

 

Insting bisnis kerap menjadi senjata utama ketika situasi krisis tidak menentu | Ilustrasi gambar: freepik.com / pressfoto
Insting bisnis kerap menjadi senjata utama ketika situasi krisis tidak menentu | Ilustrasi gambar: freepik.com / pressfoto

Kamu tahu bahwa kamu punya insting bisnis kuat ketika teman-temanmu bilang, "Serius kamu investasi di situ?" dan enam bulan kemudian, mereka semua meniru langkahmu.

#3. Ketika AI dan Insting Berkolaborasi

Lalu, kenapa harus memilih satu jika keduanya bisa bekerja sama? AI dan insting bisnis bukanlah rival. Mereka bisa menjadi tim solid untuk membuat keputusan lebih akurat. Bayangkan AI sebagai navigator yang memberikan informasi, sementara insting adalah pengemudi yang membuat keputusan akhir.

Menurut riset dari Harvard Business Review, kolaborasi antara AI dan manusia menghasilkan keputusan yang 20% lebih akurat dibandingkan jika hanya bergantung pada salah satu. AI dapat membantu bisnis mengurangi risiko kesalahan karena bias, sementara insting manusia dapat memberi warna pada data dingin AI.

 

Saat AI dan insting bisnis berkolaborasi, akurasi pengambilan keputusan meningkat | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Saat AI dan insting bisnis berkolaborasi, akurasi pengambilan keputusan meningkat | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

AI mungkin bisa memproyeksikan tren pasar, tapi instinglah yang memutuskan kapan harus bertindak. Ini seperti teman yang memberi saran bagus saat main game strategi, tapi kamu yang harus menekan tombolnya.

#4. Saat Krisis, Siapa yang Lebih Unggul?

Dalam situasi krisis, sering kali pasar tidak bergerak secara logis. Itulah kenapa AI, meskipun pintar, bisa gagal memahami perilaku konsumen yang dipengaruhi ketakutan atau panik. Di sinilah insting bisnis sering kali menjadi kunci. Insting dapat membaca "vibe" pasar, merespon dengan cepat tanpa harus menganalisis data yang rumit.

Namun, AI tetap bisa diandalkan. Dengan kekuatan data historis, AI mampu memberikan wawasan tentang pola krisis yang pernah terjadi sebelumnya. AI tidak panik. Ini adalah salah satu keunggulan terbesarnya.

 

AI tetap tenang saat data menunjukkan krisis, sementara insting manusia kadang terpengaruh emosi | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
AI tetap tenang saat data menunjukkan krisis, sementara insting manusia kadang terpengaruh emosi | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

AI mungkin tidak panik, tapi insting bisnismu bisa saja berbisik, "Tarik semua investasi sekarang!" saat pasar anjlok lima poin.

#5. AI atau Insting, Siapa yang Lebih Akurat?

Jika harus memilih, manakah yang lebih akurat? Jawabannya: tergantung situasi. AI unggul dalam analisis data secara cepat dan tepat, namun insting manusia memiliki kelebihan dalam memahami konteks yang lebih kompleks, seperti emosi dan tren yang tidak terukur secara kuantitatif.

Di masa krisis, kolaborasi antara keduanya adalah kunci sukses. AI bisa menjadi asisten andal untuk memproses informasi, sementara insting bisnis memberi intuisi kapan harus bertindak. Jadi, tidak perlu memilih satu; manfaatkan keduanya untuk memenangkan pasar.

 

Dalam bisnis, kolaborasi antara AI dan insting manusia adalah kombinasi yang tak terkalahkan | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Dalam bisnis, kolaborasi antara AI dan insting manusia adalah kombinasi yang tak terkalahkan | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

***

Baik AI maupun insting bisnis mempunyai kekuatannya masing-masing, dan kolaborasi keduanya justru menghasilkan keputusan yang lebih optimal. Jadi, ketika krisis melanda dan pasar menjadi tidak terduga, andalkan kecerdasan AI untuk memberi insight, namun percayalah juga pada naluri bisnis yang telah terbentuk dari pengalaman bertahun-tahun. Inilah cara modern untuk bertahan, bukan hanya mengandalkan satu pihak, melainkan sinergi keduanya.

Ingat, seperti kata Peter Drucker: "The best way to predict the future is to create it." (Cara terbaik untuk meramal masa depan adalah dengan menciptakannya sendiri.)

Selamat berbisnis di era AI!

Maturnuwun,

Growthmedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun