Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menggeser Paradigma Konsumsi, Peluang Bisnis di Tengah Masyarakat yang Beralih ke Ekonomi Sirkular

7 Oktober 2024   06:37 Diperbarui: 7 Oktober 2024   07:16 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko preloved yang penuh dengan barang-barang berkualitas menjadi salah satu simbol pergeseran paradigma konsumsi di era deflasi ekonomi | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Saya masih ingat ketika suatu pagi saya dan beberapa orang teman pergi mengunjungi salah satu pusat toko buku bekas (preloved) terbesar di Kota Surabaya. Toko buku bekas merupakan top of mind bagi kami tatkala ingin mendapatkan buku berkualitas dengan harba miring, apalagi untuk ukuran kantong kami yang cekak jikalau harus membeli buku baru berkualitas di rak-rak toko buku ternama. Memang, ini adalah langkah ekonomis yang mungkin akan diambil kalangan pas-pasan, akan tetapi sepertinya hal ini juga mulai menjadi pergeseran paradigma konsumsi lebih besar. Khususnya di masa sekarang ketika deflasi dan penurunan daya beli resmi menggelayuti.

Kondisi ekonomi kita saat ini yang penuh dengan ketidakpastian menuntut kita untuk lebih berhati-hati dalam berbelanja. Ketika daya beli menurun akibat deflasi ekonomi, masyarakat mulai beralih ke model konsumsi yang lebih cerdas dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, ekonomi sirkular---di mana barang-barang dipakai ulang, didaur ulang, dan diproduksi secara efisien---menjadi solusi yang semakin populer. Menariknya, justru di masa-masa sulit seperti sekarang, peluang bisnis dari ekonomi sirkular semakin terbuka lebar.

Ekonomi sirkular tidak hanya sekadar "tren hijau" semata, melainkan adaptasi alamiah dari konsumen yang ingin memaksimalkan nilai barang yang mereka miliki. Dalam skema ini, barang preloved, usaha rental, hingga bisnis daur ulang menjadi semakin relevan, bukan hanya sebagai alternatif ramah lingkungan, tetapi juga sebagai strategi bertahan di tengah deflasi.

Misalnya, barang preloved kini bukan hanya barang second hand murahan. Mereka telah naik kelas menjadi bagian dari gaya hidup yang berkelanjutan dan etis. Ketika konsumen semakin sadar akan dampak lingkungan dari pembelian baru, mereka pun makin tertarik untuk beralih ke barang preloved atau rental barang untuk mengurangi pemborosan.

 

Mengapa Deflasi Membuka Peluang Bagi Bisnis Berkelanjutan

Kita harus akui, deflasi ekonomi membuat daya beli masyarakat turun drastis. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang yang justru bisa dimanfaatkan. Ekonomi sirkular memberikan jalan keluar bagi banyak orang yang ingin tetap memenuhi kebutuhan tanpa harus menguras dompet.

Bisnis yang menawarkan barang preloved, misalnya, mendapatkan keuntungan dari konsumen yang mulai melihat barang-barang bekas sebagai solusi ekonomis dan ramah lingkungan. Dalam laporan Journal of Cleaner Production, disebutkan bahwa model bisnis ini tidak hanya menguntungkan konsumen tetapi juga membuka peluang bagi para pengusaha untuk berinovasi dengan menawarkan produk yang mendukung keberlanjutan.

Deflasi juga mempercepat adopsi model-model bisnis ini. Ketika harga-harga barang baru melambung, konsumen lebih cenderung mencari alternatif yang lebih terjangkau, seperti barang preloved, rental, atau bahkan barang daur ulang.

Tentu saja, peralihan ini bukan tanpa tantangan. Banyak pelaku usaha harus beradaptasi dengan cepat, mengubah strategi bisnis, dan memperhatikan aspek pemasaran yang lebih menekankan nilai-nilai keberlanjutan.

Jadi, jangan kaget jika tiba-tiba banyak brand ternama yang dulu hanya fokus menjual barang baru, kini mulai menawarkan program trade-in atau rental untuk produk-produk mereka. Ini bukan sekadar strategi pemasaran. Mereka paham bahwa konsumen sekarang lebih cerdas, lebih bijak, dan semakin menghargai nilai barang yang dapat digunakan kembali.

 

Munculnya model ekonomi sirkular sebagai solusi bagi konsumen yang beralih ke pola konsumsi berkelanjutan | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Munculnya model ekonomi sirkular sebagai solusi bagi konsumen yang beralih ke pola konsumsi berkelanjutan | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Mengambil Untung di Tengah Penurunan Daya Beli

Satu hal yang patut kita garis bawahi adalah bahwa ekonomi sirkular bukan hanya memberikan manfaat bagi lingkungan, tetapi juga menciptakan peluang bisnis baru yang bisa sangat menguntungkan. Bisnis rental, misalnya, semakin diminati di berbagai sektor, mulai dari fashion hingga peralatan elektronik. Konsumen yang enggan membeli barang baru dengan harga tinggi, tetapi tetap membutuhkan barang-barang tersebut, kini lebih memilih menyewa.

Model bisnis rental ini ternyata juga sangat fleksibel dan bisa diterapkan dalam berbagai industri. Seperti yang dilaporkan oleh Sustainability Journal, selama masa krisis ekonomi, terjadi peningkatan signifikan dalam permintaan layanan rental di kalangan konsumen.

Tak hanya barang-barang fashion seperti tas branded, tetapi juga barang-barang elektronik, peralatan rumah tangga, dan bahkan peralatan olahraga. Dengan menyewa, konsumen bisa tetap memiliki akses ke barang-barang yang mereka butuhkan tanpa harus membeli dan menghabiskan banyak uang.

Selain bisnis rental, usaha daur ulang juga semakin berkembang pesat. Material bekas yang dulunya dianggap tidak bernilai kini menjadi komoditas yang menguntungkan. Pengusaha daur ulang memanfaatkan limbah plastik, logam, dan kertas untuk menciptakan produk baru yang memiliki nilai jual tinggi. Peluang ini tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. Ini adalah win-win solution bagi semua pihak.

 

Daur ulang material bekas: Dari limbah menjadi peluang bisnis yang menguntungkan di era deflasi ekonomi | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik
Daur ulang material bekas: Dari limbah menjadi peluang bisnis yang menguntungkan di era deflasi ekonomi | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Kolaborasi untuk Masa Depan Berkelanjutan

Di tengah tantangan ekonomi global, kita harus mengakui bahwa solusi individu tidaklah cukup. Dibutuhkan kolaborasi antara konsumen, bisnis, dan pemerintah untuk membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

Konsumen sekarang semakin menyadari bahwa pilihan mereka, sekecil apapun, dapat memberikan dampak besar bagi keberlangsungan bumi ini. Di sisi lain, bisnis juga harus beradaptasi dan mengadopsi model-model yang mendukung ekonomi sirkular.

Pemerintah pun memainkan peran penting dalam mendorong perubahan ini, baik melalui kebijakan yang mendukung bisnis ramah lingkungan, maupun program-program yang memudahkan konsumen beralih ke model konsumsi yang lebih berkelanjutan.

Kolaborasi antara berbagai pihak ini tidak hanya membantu mengatasi masalah ekonomi saat ini, tetapi juga membentuk pola pikir baru yang lebih bertanggung jawab terhadap planet ini.

Sebagaimana diungkapkan oleh Leonardo DiCaprio: "The future is now. It's not about looking for answers tomorrow, it's about finding solutions today." (Masa depan adalah saat ini. Bukan tentang mencari jawaban esok, tetapi menemukan solusi hari ini). Di tengah era deflasi ini, kita tidak hanya harus bertahan, tetapi juga harus berinovasi dengan solusi-solusi yang lebih cerdas dan berkelanjutan.

 

Kolaborasi berbagai pihak adalah kunci untuk masa depan yang lebih berkelanjutan di tengah tantangan ekonomi global
Kolaborasi berbagai pihak adalah kunci untuk masa depan yang lebih berkelanjutan di tengah tantangan ekonomi global" | Ilustrasi gambar: freepik.com / freepik

Maturnuwun,

Growthmedia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun