Saya masih ingat ketika suatu pagi saya dan beberapa orang teman pergi mengunjungi salah satu pusat toko buku bekas (preloved) terbesar di Kota Surabaya. Toko buku bekas merupakan top of mind bagi kami tatkala ingin mendapatkan buku berkualitas dengan harba miring, apalagi untuk ukuran kantong kami yang cekak jikalau harus membeli buku baru berkualitas di rak-rak toko buku ternama. Memang, ini adalah langkah ekonomis yang mungkin akan diambil kalangan pas-pasan, akan tetapi sepertinya hal ini juga mulai menjadi pergeseran paradigma konsumsi lebih besar. Khususnya di masa sekarang ketika deflasi dan penurunan daya beli resmi menggelayuti.
Kondisi ekonomi kita saat ini yang penuh dengan ketidakpastian menuntut kita untuk lebih berhati-hati dalam berbelanja. Ketika daya beli menurun akibat deflasi ekonomi, masyarakat mulai beralih ke model konsumsi yang lebih cerdas dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, ekonomi sirkular---di mana barang-barang dipakai ulang, didaur ulang, dan diproduksi secara efisien---menjadi solusi yang semakin populer. Menariknya, justru di masa-masa sulit seperti sekarang, peluang bisnis dari ekonomi sirkular semakin terbuka lebar.
Ekonomi sirkular tidak hanya sekadar "tren hijau" semata, melainkan adaptasi alamiah dari konsumen yang ingin memaksimalkan nilai barang yang mereka miliki. Dalam skema ini, barang preloved, usaha rental, hingga bisnis daur ulang menjadi semakin relevan, bukan hanya sebagai alternatif ramah lingkungan, tetapi juga sebagai strategi bertahan di tengah deflasi.
Misalnya, barang preloved kini bukan hanya barang second hand murahan. Mereka telah naik kelas menjadi bagian dari gaya hidup yang berkelanjutan dan etis. Ketika konsumen semakin sadar akan dampak lingkungan dari pembelian baru, mereka pun makin tertarik untuk beralih ke barang preloved atau rental barang untuk mengurangi pemborosan.
Â
Mengapa Deflasi Membuka Peluang Bagi Bisnis Berkelanjutan
Kita harus akui, deflasi ekonomi membuat daya beli masyarakat turun drastis. Namun, di balik tantangan ini, ada peluang yang justru bisa dimanfaatkan. Ekonomi sirkular memberikan jalan keluar bagi banyak orang yang ingin tetap memenuhi kebutuhan tanpa harus menguras dompet.
Bisnis yang menawarkan barang preloved, misalnya, mendapatkan keuntungan dari konsumen yang mulai melihat barang-barang bekas sebagai solusi ekonomis dan ramah lingkungan. Dalam laporan Journal of Cleaner Production, disebutkan bahwa model bisnis ini tidak hanya menguntungkan konsumen tetapi juga membuka peluang bagi para pengusaha untuk berinovasi dengan menawarkan produk yang mendukung keberlanjutan.
Deflasi juga mempercepat adopsi model-model bisnis ini. Ketika harga-harga barang baru melambung, konsumen lebih cenderung mencari alternatif yang lebih terjangkau, seperti barang preloved, rental, atau bahkan barang daur ulang.
Tentu saja, peralihan ini bukan tanpa tantangan. Banyak pelaku usaha harus beradaptasi dengan cepat, mengubah strategi bisnis, dan memperhatikan aspek pemasaran yang lebih menekankan nilai-nilai keberlanjutan.
Jadi, jangan kaget jika tiba-tiba banyak brand ternama yang dulu hanya fokus menjual barang baru, kini mulai menawarkan program trade-in atau rental untuk produk-produk mereka. Ini bukan sekadar strategi pemasaran. Mereka paham bahwa konsumen sekarang lebih cerdas, lebih bijak, dan semakin menghargai nilai barang yang dapat digunakan kembali.
Â