Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Esais; Founder Growthmedia, dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Plan, Create, Inspire

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Utang Pemerintah Makin Membengkak, Waktunya Bertindak?

23 Agustus 2024   14:26 Diperbarui: 23 Agustus 2024   14:28 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prabowo mau tambah utang lagi? Mmmhhhh.. Sebagai warga negara biasa otak saya buntu.

Sejak beberapa waktu lalu, saya sering mendengar keluhan dari tetangga tentang betapa mahalnya biaya hidup sekarang. "Harga beras naik lagi, minyak goreng pun susah dicari, apalagi bayar listrik," begitu katanya sambil menyulut rokoknya.

Di tengah hiruk-pikuk kesulitan hidup sehari-hari ini, saya iseng berpikir, lantas bagaimana dengan utang pemerintah? Apakah utang mereka juga mengalami nasib yang sama seperti harga-harga kebutuhan pokok? Sayangnya, jawabannya adalah iya.

Sama seperti kita yang kerap kali harus memutar otak agar pengeluaran bulanan bisa mencukupi, pemerintah sepertinya juga sedang berusaha keras menutupi utang yang kian menggunung. Namun, kalau kita bisa mengurangi pengeluaran dengan cara sederhana seperti menahan diri untuk tidak membeli kopi kekinian, lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi utang mereka? Sayangnya solusi penutasan utang pemerintah tidaklah sesederhana itu.

Utang pemerintah memang telah mencapai titik yang cukup mengkhawatirkan. Banyak yang berpendapat bahwa utang yang tinggi adalah hal yang wajar dalam kondisi ekonomi sulit. Tetapi, di sisi lain, ada juga yang khawatir bahwa utang ini justru bisa menjadi beban yang tak terbayangkan bagi generasi mendatang.

Sambil menyesap the hangat di pagi hari, saya jadi teringat dengan kata-kata John Adams, "There are two ways to conquer and enslave a nation. One is by the sword. The other is by debt." (Ada dua cara untuk menaklukkan dan memperbudak sebuah negara. Salah satunya adalah melalui perang, yang lainnya adalah melalui utang).

Memang, pemerintah memiliki kewajiban untuk menyediakan berbagai fasilitas dan layanan untuk masyarakat. Namun, sering kali, untuk membiayai semua itu, mereka harus mengajukan utang. Ini seperti kita yang kadang-kadang tergoda untuk menggesek kartu kredit untuk membeli sesuatu yang kita inginkan, meski tahu bahwa akhir bulan nanti tagihannya akan bikin pusing.

Cuma bedanya, kalau kita tak sanggup bayar, ya, paling banter kartu kredit diblokir. Sedangkan kalau pemerintah tak bisa bayar, dampaknya jauh lebih besar. Salah-salah kedaulatan negara yang menjadi taruhan.

Dan lagi, siapa yang bisa menjamin bahwa semua utang tersebut digunakan dengan benar? Seperti pepatah lama yang sering kali terdengar di warung kopi, "Uang yang dipinjam bisa jadi teman yang manis, tapi saat tiba waktunya mengembalikan, dia berubah menjadi setan." Begitu juga dengan utang negara, yang tampaknya seperti solusi manis di awal, tetapi bisa menjadi beban berat di kemudian hari.

Mencari Solusi Utang

Melihat kondisi ini, kita perlu mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, bagaimana cara pemerintah mengelola utang tersebut? Apakah uang pinjaman digunakan untuk hal-hal yang benar-benar mendesak dan produktif, atau hanya untuk menutupi kebocoran anggaran di sana-sini?

Jika kita melihat alokasi anggaran yang kurang tepat, tentu ini adalah tanda bahaya.

Kedua, seberapa besar risiko jika pemerintah gagal membayar utang? Ini bukan hanya tentang berapa banyak bunga yang harus dibayar, tetapi juga tentang bagaimana hal ini akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan. Ketika utang terus membengkak tanpa ada rencana yang jelas untuk melunasinya, kita bisa saja berakhir dalam krisis ekonomi yang lebih parah.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu berhati-hati dalam merencanakan pengeluaran di masa mendatang. Jangan sampai anggaran belanja terlalu besar hingga tidak sebanding dengan pendapatan negara. "Don't bite off more than you can chew" (Jangan mengambil lebih dari yang bisa kau telan), demikian kata pepatah.

Pemerintah juga harus bijaksana dalam memutuskan proyek-proyek apa saja yang benar-benar penting dan mana yang bisa ditunda atau bahkan dibatalkan. Barangkali proyek IKN masih bisa kembali dipertimbangkan?!

Jika pemerintah bisa mengelola utang dengan lebih baik, kita mungkin bisa terhindar dari bencana ekonomi di masa depan. Namun, jika tidak, kita hanya bisa berharap bahwa mereka setidaknya punya rencana cadangan.

Seiring berjalannya waktu, kita hanya bisa berharap bahwa para pemimpin kita bisa mengambil keputusan yang bijaksana dalam mengelola utang negara. Dan semoga saja, di masa depan, kita tidak perlu lagi khawatir tentang utang yang terus membengkak. Seperti halnya dalam hidup, terkadang, yang kita butuhkan hanyalah sedikit kewaspadaan dan banyak akal sehat.

Permasalahannya, apakah akal sehat itu masih ada?

Maturnuwun,

Agil Septiyan Habib, Warga negara Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun